Mohon tunggu...
Arif Kurniawan
Arif Kurniawan Mohon Tunggu... -

lebih tajam melihat fenomena adalah awal dari ide, ide adalah nilai berbahaya yang perlu di waspadai. \r\nhanya ada dua pilihat pada ide, suburkan agar dia menjadi gerakan, atau bunuh agar tidak menjadi penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mas Joko We Ojo Ngeyel to #2 (Seberapa Layak diri anda)

13 Agustus 2013   14:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:21 1365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilihlah pemimpin berdasarkan apa yang telah mereka perbuat demi bangsanya. Jangan samapai pemilihan ini dicerderai dengan nilai gropyokan asal dia menang suara saja. Demokrasipada dasarnya sangat jahat, kok bisa? Lah inilah yang bikin kita gusar dalam beberapa dekade awal reformasi ini. Hancurnya otoriter orde baru telah merubah sistem suksesi di pusat sampai daerah menjadi terbuka semuanya. Demokrasi menjadi panglima di negri ini semua bisa jadi calon dan semua bisa memilih. Inilah ngerinya, semua punya hak yang sama untuk bangsa ini. Tapi ini ngeri, jika demokrasi tidak punya ruh dan orientasi.

Kita prihatin, beberapa pilkada telah mencederai nilai demokrasi ini, akankah pilpres akan terulang? Dalam pilkada demokrasi bisa menjanjikan seorang preman menjadi walikota bupati gubernur. Seorang mantan tukang becak yang punya dukungan dari temen-temen becaknya bisa menjadi penguasa. Dan seorang raja kartel gelap bisa menjadi pemimpin, sungguh kita prihatin.

Kita selalu ingin demokrasi adalah bagian dari sistem yang punya ruh di Negeri ini. Sistem itu tidak hanya berdasarkan hitungan jika coblosan terbanyak dia akan mampu untuk menjadi pemimpin, jika dana kampanye banyak dia akan bisa terpilih jadi penguasa. Nah, untuk itu pola rekruitmen calon pemimpin yang perlu kita seleksi. Siapa seorang pemimpin itu? Apakah dia hanya dibesarkan oleh media saja? Apakah dia hanya di elu-elukan oleh para penggemarnya? Sedang kompetensi calon itu kurang? Dan nyatanya setelah menjabatpun calon itu hanya disetir oleh orang-orang dibelakangnya dan tidak mampu menelorkan regulasi yang tegas.

Kita bisa lihat beberapa kota telah dikuasai oleh preman dan penjahat-penjahat lokal, karena mereka punya dana yang kuat dalam pemilu kada. Sedangkan orang-orang yang kapabel dibidangnya tidak pernah di pilih karena “dana” sogokan dalam pemilu tidak ada. Inilah ironinya, ditamabah ketika media sangat bisa untuk di “beli” agar mau memuat pencitraan seorang tokoh tersebut. Tentu saja imbalanya adalah deal-deal politik paska terpilihnya sang pemimpin.

Maka, yang perlu kita tanyakan dahulu pada calon pemimpin, elu udah berbuat apa untuk bangsa ini? Berapa lama elu melaukannya? Baru setahun udah gembar-gembor, toh bentuk nyatanya juga tidak sepenuhnya bisa dilihat kok berani-beraninya nyalon sebagai pemimpin bangsa? Atau dengan bahasa yang singkat, apa yang telah anda berikan untuk bangsa ini, seberapa berjasa anda dan seberapa layak anda menjadi pewaris negeri ini?

Semua pemimpin bangsa ini telah berdarah-darah membela dan berjuang demi bangsa ini. Lihat Soekarno sebagai the founding father, lihat Soeharto sebagai bapak pembangunan (katanya) dan dia seorang militer yang ikut berjuang dalam revolusi fisik, lihat habiebie seorang tekonokrat dan revolusioner dalam teknologi Indonesia, lihat Gus Dur seorang ulama yang berjuang dalam nilai religius dan budaya di daerah lewat NU dan pergerakan. Lihat megawati seorang pemimpin PDI di jaman orba yang begitu menggigit dan lihat SBY seorang militer yang tangguh. Dan lihat siapa anda yang akan memimpin bangsa ini berikutnya? Jangan sampai pemimpin kita adalah anak dari induk bernama koran, TV, infotaiman dan anak dari jejaring sosial, aduh... apa kata dunia. Pemimpinku adalah hasil pembesaran nama media sosial. Bisa mati berdiri kita nantinya. Wallohualam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun