[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="sumber gambar http://www.lensaindonesia.com/uploads/1/2011/12/ruhut.jpg"][/caption] Saya rasa inilah hasil dari sebuah kesabaran, Tuhan menunjukkan mana yang bermain jujur mana yang bermain kotor. Masyarakat seluruh Indonesia menyaksikan sendiri bagaimana hancurnya permainan politik kubu Foke-Nara. Jutaan pasang mata melihat langsung permainan politik kotor yang menjurus ke SARA diperlihatkan oleh Ruhut Sitompul. Sentimen negatif berbau sara dengan lancar dan tanpa 'rem' dikeluarkan secara gambalng oleh Ruhut. Isu agama, isi pembangunan gereja, kesengajaan kesalahan penyebutan nama, pekankan pada 'Kristen', 'tidak setuju pembubaran Ormas garis keras', 'orang luar Jakarta tidak kenal Jakarta. Bahkan isu tentang agamanya sendiri juga dijadikan komoditi politik, parah! Lihat saja beberapa pernyataannya :
"Ada calon yang bilang : 'kalau kami berkuasa... Semua Ormas garis keras kami bubarkan!...'(mengutip ucapan sang calon - mengacu pada Jokowi)... Merinding saya Bang..."
"Katanya izin gereja bakal dipermudah... Merinding aku Bang..."
(silakan lihat di video ini http://www.youtube.com/watch?v=8ySlgan0y3U )
Meskipun perkataannya itu merupakan isu yang keliru, tapi hiperbolisme dengan mengucapkan kata: "merinding aku..." ini seakan-akan menunjukkan kebencian yang sangat pada umat Kristiani. Isu SARA ini bisa merembet kemana-mana, bahkan bisa menimbulkan perpecahan di Indonesia jika Ruhut tidak bisa menjaga omongannya. Tindak pantas dia menjadi wakil rakyat kalau kerjanya memperkeruh suasana dan bisa menyebabkan perpecahan! Wakil rakyat macam apa dia?! Mau membenturkan masyarakat demi sebuah kekuasaan pasangan yang didukungnya. [caption id="" align="aligncenter" width="441" caption="sumber gambar http://3.bp.blogspot.com/-EgT-HLOja9w/TuMlMmoqEcI/AAAAAAAAAGk/z_aZTUc7dSc/s1600/No+sara.jpg"]
Analisis Biaya Kampanye Foke-Nara
Yang menarik juga dalam pembahasan semalam adalah soal biaya kempanye tim Foke-Nara. Ketika Nara ditanya bersarnya biaya untuk kampanye, Nara tidak menjawab secara tegas di awal. Terkesan berbelit-belit dan gelagapan, walaupun akhirnya dengan berat mengatakan bahwa dana kampanye mereka 'hanya' 20 milyar. Ketika Karni Ilyas mengatakan dengan dana segitu habis di iklan tv saja,belum yang lain-lain, wajah Nara berubah tegang dan Nara hanya diam. [caption id="" align="aligncenter" width="376" caption="sumber gambar http://www.beritasatu.com/fokus/58803-menghitung-tarif-iklan-foke-di-layar-kaca.html"]
Untuk diketahui, pasangan calon Gubernur Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli atau Foke-Nara memiliki lebih dari delapan versi iklan yang tayang di lebih delapan televisi baik Nasional maupun Lokal. Frekuensi penayangan iklan kampanye milik pasangan nomor urut satu ini adalah 10 kali setiap harinya selama dua minggu masa kampanye atau sejak 24 Juni hingga 7 Juli. Kalau dihitung secara keseluruhan untuk satu televisi saja, berarti pasangan ini menghabiskan sekitar Rp 300 juta setiap harinya atau Rp 4,2 miliar selama masa kampanye. Nah, bila dikali ada delapan stasiun televisi maka total nilainya mencapai sekitar Rp 33,6 miliar dengan hitungan rate tarif iklan normal. Namun, nilai tersebut belum termasuk iklan yang tayang di bioskop, radio, media cetak baliho, pamflet dan sebagainya. Belum lagi untuk membayar proses pembuatan dan pembayaran artis-artis yang terlibat di dalam iklannya. Untuk sekedar diketahui, untuk membayar sutradara pembuat iklan tersebut, yang dalam hal ini adalah Ipang Wahid, bernilai Rp 100 hingga Rp 125 juta per harinya selama pembuatan iklan. Namun, yang menarik adalah, pelaporan dana kampanye dari pasangan Foke-Nara pada satu hari menjelang kampanye ke KPU DKI hanya melampirkan anggaran sebesar Rp 27,65 miliar saja. (baca http://www.beritasatu.com/fokus/58803-menghitung-tarif-iklan-foke-di-layar-kaca.html )
Tempo.co punya angka yang berbeda. Tempo.co menyebutkan dana kampanye Foke-Nara mencapai angka Rp70 Milyar.
Bandingkan biaya kampanye itu dengan dana kampanye Fauzi atau biasa dipanggil Foke yang mencapai Rp 70 miliar. Dengan dana sebesar itu Fauzi memang bisa melakukan apa saja. Iklannya ada di semua televisi, radio, spanduk, dan baliho. Sebagai inkumben, dia juga leluasa berkampanye mengatasnamakan Gubernur Jakarta. Dukungan tokoh juga tak kurang. Ryaas Rasyid, Wiranto, dan Sutiyoso berada di belakangnya. Sutiyoso bahkan diminta langsung oleh Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Menurut orang dekatnya, Gubernur Jakarta sebelum Fauzi ini dipanggil ke Istana Negara pada 8 Mei lalu. Namun, upaya itu gagal. (baca http://www.tempo.co/read/news/2012/07/16/228417175/Jokowi-Hanya-Punya-Rp-15-Juta-untuk-Mengebom )
Pembohongan publik lagi dari Nara? Silakan jawab sendiri :D Kalau memang Foke sudah merasa berhasil membangun Jakarta, harusnya masyarakat banyak memilih beliau. Tapi kenyataannya kan tidak. Apa iya seorang pemimpin yang berhasil tidak dipilih lagi oleh masyarakatnya? Bahkan Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Martin Hutabarat menyarankan calon gubernur Fauzi Bowo (Foke) berbesar hati mundur. Sebab hasil pemilukada putaran pertama menunjukkan dua per tiga mayoritas rakyat Jakarta menilai Foke tak berhasil. (baca http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/07/17/98749/Foke-Disarankan-Mundur/6 ). Dengan kejadian ini saya rasa masyarakat yang mendukung Foke harus berpikir ulang jika mau memilih Foke diputaran kedua. Dan buat Foke ini sudah jadi bukti ketidaksolidan barisan pendukung dan tim suksesnya. Isu SARA yang dihembuskan, tuduhan politik uang yang ternyata juga mereka lakukan, perbedaan pendapat dari LSI dan tim Foke saat ILC semalam sudah memberikan gambaran dan bukti siapa sebenarnya yang bermain curang untuk meraih kursi DKI-1. Saya yakin semua yang menonton menjadi paham kenapa isu-isu SARA yang beredar dan siapa yang memulainya. Saya yakin yang menonton menjadi tahu siapa yang benar, siapa yang salah. Saya yakin yang menonton menjadi lebih bijak dalam menilai karakter dan memilih seorang pemimpin. Politik kotor sudah banyak terjadi di negeri ini, masyarakat sudah muak dan benci dengan tindakan politik kotor. Masyarakat sudah menempatkan politik kotor pada titik terendah, level bawah, dan masyarakat cerdas dalam mencerna isu-isu yang berkembang. Ketika ada yang mencoba untuk masuk kedalamnya, maka habislah dia.. Dia akan dengan segera disingkirkan oleh masyarakat. Terlebih ketika politik kotor itu diperlihatkan secara jelas di depan mata. Lalu bagaimana dengan Anda? Masih senang dengan keadaan kota Jakarta sekarang selama 5 tahun kedepan? Masih betah dengan permainan politik kotor? Atau menurut Anda sudah saatnya berubah? Sudah saatnya politik kotor disingkirkan? Silakan tentukan pilihan Anda . . .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H