Kini marak terjadi pelanggaran HAM di pulau Sumba.[1] Menurut Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanahamu, "fakta investigasi lapangan menyatakan bahwa sebagian pelanggaran HAM tersebut dilakukan oleh lembaga penegak hukum (Oknum kepolisian). Salah satu kasus yang hangat dan menjadi perhatian publik adalah belum adanya sikap dan kejelasan yang tegas dari negara terkait kasus pelanggaran HAM terhadap Poro Duka pada bulan April 2018 di Desa Patiala Bawa, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat. Negara seolah "GAGAL" dalam memproses, menyelesaikan dan menindak tegas pelaku pelanggaran HAM yang terjadi sepanjang tahun 2018."Â
Kematian Poro Duka berawal dari aksi protes warga Desa Patiala Bawa-Marosi terhadap upaya pengukuran tanah sepihak yang dilakukan oleh BPN Sumba Barat April 201.  Pengukuran tanah berlangsung atas permintaan, salah satu pengembang pariwisata terkenal yang berniat untuk berinvestasi di Pantai Marosi. Proses pengukuran tanah dikawal oleh anggota Kepolisian dari Resort Sumba Barat. Bukannya, melakukan pengawalan atas aksi warga, barisan oknum kepolisian yang berjaga itu justru menembaki  secara membabi buta kepada kerumunan warga sedang  yang melakukan aksi protes. Akibatnya, Satu orang warga meninggal dunia atas nama Poro Dukka
Agustus 2018, seorang petani asal Sumba Barat Daya bernama Agustinus Ana Mesa alias Hengky ditembak oleh aparat sampai harus diamputasi, dan untuk kasusnya sendiri belum ada proses hukum. Hengky ditangkap di Arena pameran Waikabubak, dibawa ke hutan Lepale. Saat di hutan, Hengky dipaksa melarikan diri, lalu polisi menembak kaki kanannya hingga Hengky harus dirawat di RSU Waikabubak.
 "Sepanjang tahun 2018 di Pulau Sumba ada beberapa kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum kepolisian dan koorporasi (perusahaan). Ini baru yang nampak dipermukaan belum lagi yang tidak nampak di permukaan. Hasil investigasi tim di lapangan menemukan fakta bahwa sebagian pelanggaran HAM tersebut bersentuhan dengan persoalan wilayah kelola rakyat (lahan) di mana alih fungsi lahan menjadi indikator pelanggaran HAM baik itu sosial budaya, ekonomi dan lingkungan hidup," tegas Deddy F. Holo, Koordinator FP2ST Kupang.
Aksi damai masyarakat Sumba pada Selasa, 11 Desember 2018 terkait hari HAM pada 10 Desember 2018 merupakan bagian upaya mendorong dan mendukung negara dan lembaga penegak hukum: Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) agar serius dan tegas menyelesaikan berbagai persoalan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia khususnya di NTT (Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya).
Warga Marosi, Dede Pada, Bondo Delo, Tawali, Langga Liru, WALHI NTT, Sarnelli, JP KW, JPIC Reds Indonesia dan masyarakat sipil menyatakan sikap dan keprihatinan terkait berbagai persoalan HAM yang terjadi di pulau Sumba. Kenyataan pahit yang dihadapi oleh masyarakat Sumba-NTT masih jauh dari jaminan HAM dalam UU RI No. 39 Tahun 1999.