Doxing (berasal dari kata "dox", singkatan dari dokumen) adalah sebuah tindakan berbasis internet untuk meneliti dan menyebarluaskan informasi pribadi secara publik (termasuk data pribadi) terhadap seseorang individu atau organisasi. Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi termasuk mencari basis data yang tersedia untuk umum dan situs sosial media (seperti Facebook), meretas, dan rekayasa sosial. Tindakan ini erat terkait dengan vigilantisme internet dan hacktivisme. ("BPPTIK Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI" n.d.)
Di zaman sekarang, tidak dapat ditampik lagi bahwa kehidupan manusia saat ini sangat berhubungan dengan media sosial. Media sosial memegang peranan penting di hampir segala lini masyarakat. Mulai dari mengirim pesan kepada teman, berbagi informasi, hingga mencari suatu informasi yang sedang hangat di masyarakat. Jadi, tak heran lagi apabila ada yang menyebutkan bahwa media sosial telah menjadi salah satu kebutuhan penting hampir setiap orang. Sosial media adalah sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. ("Apa Itu Sosial Media -- Universitas Pasundan" n.d.)
Media sosial saat ini sangat banyak membawa perubahan untuk manusia baik dari segi sosial, hukum, cara pandang, dan perekonomian. Dampak positif maupun dampak negatif yang dibawa oleh teknologi era digital ini sangat banyak. Namun, terdapat beberapa permasalahan yang juga muncul dalam konteks ini seperti Isu privasi, Cyberbullying, Trolling, ketergantungan, Perbandingan sosial, Penyebaran desinformasi (hoaks), Pelecehan sosial, Masalah kesehatan mental, Filter, pemalsuan citra, Algoritma feed, Masalah hak cipta, Dampak negatif dari hubungan pribadi, dan doxing. Dampak- dampak tersebut yang sangat berbahaya bagi perkembangan manusia dan teknologi. (Fenomeno and Simprug, n.d.)
Di era media sosial, doxing---tindakan mengungkapkan informasi pribadi seseorang tanpa izin---telah menjadi fenomena yang semakin sering terjadi. Tren ini muncul seiring dengan meningkatnya penggunaan platform digital, di mana informasi pribadi dapat diakses dan disebarluaskan dengan mudah. Motivasi di balik doxing bervariasi, mulai dari balas dendam pribadi, intimidasi politik, hingga upaya mempermalukan atau mendiskreditkan seseorang di mata publik.Â
Dampaknya sangat signifikan, baik bagi individu maupun komunitas. Bagi individu, doxing dapat mengakibatkan ancaman fisik, psikologis, dan kerusakan reputasi yang parah. Sementara itu, bagi komunitas, doxing bisa menciptakan lingkungan yang penuh ketidakpercayaan dan ketakutan, mengganggu kohesi sosial, dan mendorong perilaku berbahaya. Fenomena ini menekankan pentingnya regulasi yang lebih ketat dan kesadaran publik yang lebih tinggi untuk melindungi privasi dan keamanan di dunia digital.
Fenomena doxing menunjukkan sisi gelap dari media sosial dan internet, di mana kemajuan teknologi dapat disalahgunakan untuk tujuan yang merugikan. Doxing tidak hanya berdampak pada korban secara individu, tetapi juga mengganggu harmoni dalam masyarakat.Â
Ketakutan dan ketidakpercayaan yang dihasilkan dari tindakan ini dapat merusak ikatan sosial dan menghalangi partisipasi yang konstruktif di ruang digital. Pengalaman ini menggarisbawahi perlunya pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, platform media sosial, dan pengguna untuk membangun perlindungan yang lebih kuat terhadap privasi dan keamanan di era digital ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H