Sedangkan para pekerja macam Abang Tukang Nasgor ini, terlihat melihat situasi ini biasa-biasa saja (netral).Â
Artinya para pekerja Buruh mencoba untuk mengubah hal yang "mungkin" saja tidak bisa diubah, dalam hal ini situasi yang di luar kendali jika melihat teori dari Stoisisme.Â
Sedangkan pekerja macam Abang Tukang Nasgor, mereka tinggal mengubah apa saja yang bisa dikendalikan oleh dirinya, dalam hal ini, opini, judgement, pikiran dan sikap mereka.Â
Menurut saya, para aktivis ataupun pekerja Buruh dalam menghadapi situasi sosial-politik tidak akan pernah cocok untuk menggunakan Stoisisme dalam menyikapi situasi tersebut. Karena mereka akan terkesan pasrah terhadap keadaan yang merugikan banyak orang.Â
Berbeda dengan manusia-manusia yang tidak ada sangkut pautnya dengan Omnibus Law, Stoisisme bisa digunakan sebagai pereda stress, menghindari kecemasan berlebih akibat berita politik, sehingga hidup mereka lebih santuy.Â
Memang benar kata Epictitus, "Sesuatu ada hal dibawah kendali kita, ada juga hal yang tidak dibawah kendali kita". Toh, sudah takdir dan nasib, Terima kenyataan, ubah perspektif saja. Mungkin Abang-abang Nasgor lebih punya value seperti ini.Â
Namun melihat situasi yang merugikan banyak orang, sepertinya para aktivis dan pekerja Buruh lebih baik mendengarkan Albert Camus
"Perlawanan itu seharusnya adalah sebuah hantaman takdir, tanpa kepasrahan yang seharusnya mendampinginya." (Mitos Sisifus)Â
Memang tidak semua kalangan dan semua peristiwa kita bisa menanggapinya dengan menggunakan filsafat Stoisisme. Apalagi berurusan dengan ketidakadilan. Tidak bisa pasrah doang.Â
Benar juga, tidak semua orang juga sama seperti Abang-abang nasi goreng kan?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H