Mohon tunggu...
Ardtel TamaraSiahaan
Ardtel TamaraSiahaan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Menempuh pendidikan di Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Etika sebagai Metode Pengendalian Diri dari Jerat Judi Online

5 Juni 2024   10:08 Diperbarui: 5 Juni 2024   10:08 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Man's hand holding cellphone over the poker table with whisky glass (freepik.com) 

Generasi muda tentunya pasti masuk ke dalam aset berharga di banyak sekali negara termasuk negara Indonesia. Mereka yang kerap dikenali dengan generasi penerus bangsa diperlukan bukan hanya untuk memimpin negara ini nantinya, tetapi juga untuk mengisi dan menggantikan semua lini pekerjaan yang saat ini dikerjakan oleh generasi atasnya untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik lagi. Keistimewaan generasi muda terkait usia dan fungsi strategis yang harus dikembangankan dengan baik ini, membuat kita perlu memikirkan mengenai kebutuhan para generasi muda akan moral, pendidikan, kebutuhan hidup, sampai ke lapangan pekerjaan.

Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, Pemuda adalah warga negara Indonesia berusia 16 sampai 30 tahun yang merupakan periode waktu penting dalam pertumbuhan dan perkemabangan terkait potensi, tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri, dan cita-cita pemuda. Di tahun 2023 berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, persentase pemuda adalah sebesar 23.18 persen. Hampir seperempat dari keseluruhan penduduk Indonesia dengan 96,28 persen pemuda yang menggunakan perangkat gawai selama tiga bulan terakhir dan 94,16 persen pemuda menggunakan internet selama tiga bulan terakhir di tahun 2023.

Persentase di atas tentunya menunjukkan kebutuhan dan kesempatan pemuda atas akses ke internet mencapai titik yang sangat tinggi. Terutama dengan kenyataan bahwa perkembangan teknologi yang semakin maju bahkan membuat perangkat gawai dan internet termasuk ke dalam kebutuhan primer untuk sebagian besar orang.

Tentunya perkembangan ini membawa banyak sekali keuntungan dan kesempatan bagi generasi pemuda. Mulai dari kemudahan akses ke pendidikan, kemudahan untuk terhubung dengan orang lain terlepas seberapa jauhnya mereka, bahkan membuka kesempatan untuk bekerja hanya dengan modal internet dan perangkat elektronik yang ditandai dengan tren remote yang semakin menjamur, dan masih banyak lagi.

Namun, semakin besar intensitas cahaya yang dihasilkan maka akan semakin gelap pula bayangan yang terbentuk. Membuat bukan hanya hal-hal positif yang beredar dalam internet, tetapi hal-hal negatif pun semakin berkembang dan anehnya konten-konten ini memiliki banyak pengunjung. Hal ini ditambah dengan pemuda dari sudut pandang pedagogis dan psikologis yang identik dengan pemberontak, berani tapi pendek akal, dinamik tapi sering menghantam tata krama, sampai penuh gairah tapi sering berbuat hal aneh, tentunya memperlebar jurang yang bisa menelan begitu banyak pemuda ke sisi gelap penggunaan internet termasuk judi online.

Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang tahun 2021 terdapat sekitar 43 juta transaksi judi online dengan nilai perputaran uang mencapai Rp 57,91 triliun. Tahun 2022 terdapat sekitar 104,79 juta transaksi judi online dengan nilai perputaran uang Rp 104 triliun. Sedangkan pada tahun 2023, tren ini lagi-lagi naik sampai pada angka 168 juta transaksi judi online dengan nilai perputaran uang mencapai total Rp 327 triliun. Tren judi online yang semakin naik ini tentunya harus menjadi konsentrasi semua lapisan masyarakat dan pemerintah untuk mengatasinya dengan cara-cara yang mereka masing-masing bisa tempuh. Terutama dari internal diri generasi muda itu sendiri yang ternyata banyak menjadi korban terjerat judi online.

PPDGJ III menyatakan bahwa gambaran penting dari gangguan yang diakibatkan judi adalah pengulangan yang menetap (persistenly repeated gambling) yang sering meningkat ke hal-hal yang merugikan seperti penyebab kemiskinan, hubungan keluarga yang terganggu, sampai hidup privat yang menjadi kacau. Hal-hal di atas seringkali banyak kita temui bukan hanya pada laman media sosial tapi juga di sekitar tempat tinggal kita.

Pengulangan yang menetap ini tentunya menunjukkan adanya kecenderungan adiksi judi online yang termasuk ke dalam kelompok behavioral addiction dimana seseorang yang telah teradiksi cenderung tidak mampu mengendalikan diri sehingga menghabiskan waktu untuk judi online saja. Hal ini pasti akan menimbulkan kekhawatiran besar karena dapat memengaruhi produktivitas seseorang. Kecenderungan adiksi ini adalah suatu perasaan yang kuat sampai judi online dapat menguasai pikiran individu bahkan hingga memberikan toleransi waktu.

Kecenderungan adiksi akan judi online asalnya dari dalam pikiran kita. Apakah kita mampu untuk menolak keinginan untuk mencoba atau untuk mengulangi membuka situs judi online. Maka dari itu, upaya pencegahan dan penanganan pun akan sangat baik jika dimulai dari dalam diri masing-masing pejudi online, khususnya di sini adalah generasi muda berupa pengendalian diri. Mc. Mullen dan Jhon C menyatakan bahwa pengendalian diri adalah sikap menahan diri untuk tidak berbuat hal yang menyimpang dalam artian melanggar norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Sederhananya, pengendalian diri adalah cara setiap individu dalam mengontrol diri mereka untuk melakukan hal positif supaya dapat membentuk karakter yang baik dalam diri mereka masing-masing.

Dalam kasus judi online, parameter yang bisa kita pakai untuk mengukur pengendalian diri bisa dimulai dengan kesadaran orang-orang untuk mengendalikan perilaku, kontrol kognitif, kontrol pengambilan keputusan untuk menolak ajakan teman serta mengambil sebuah keputusan untuk keluar dari adiksi bermain judi online. Berdasarkan penelitian Nita, Herlan, & Akta (2023) kita dapat mengetahui bahwa kita dapat memetakan hubungan dari pengendalian diri dan aktivitas judi online. Hubungan keduanya bersifat negatif, artinya semakin tinggi pengendalian diri maka semakin rendah kecenderungan adiksi judi online.  

Pembahasan mengenai pengendalian diri pasti tidak terlepas dari faktor-faktor yang memengaruhi manusianya. Faktor-faktor ini dibagi menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor dari luar diri seseorang yang dapat memengaruhinya untuk memainkan judi online, contoh umumnya adalah lingkungan pertemanan. Faktor internal adalah faktor dari dalam diri seseorang terkait kemampuan atau ketidakmampuannya dalam mengendalikan diri, contohnya usia, pendidikan, dan lain-lain. Di sini, kita akan membahas mengenai teori etika mana sebagai faktor internal yang dapat dipakai oleh generasi muda untuk mengendalikan dirinya sehingga adiksi terhadap judi online bisa berkurang dan diharapkan bisa berujung pada menurunnya angka judi online di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun