Sehat Yes! Narkoba No! Susunan kata tersebut saya temukan kala melintas di sebuah perempatan. Slogan itudapat terbaca dengan jelas karena terpampang di sebuah spanduk. Di bagian pojok tertulis nama sebuah institusi kepolisian. Pesan yang disampaikan pun positif, jelas, dan mudah diterima. Sepintas tidak ada masalah. Justru harus diapresiasi kala sebuah institusi kepolisian mau membuat imbauan positif kepada masyarakat. Apalagi sebagai upaya melawan peredaran narkoba yang kian masif.
Perkara spanduk tersebut akan problematik kala menautkan dengan persoalan bahasa. UU Bahasa tahun menguraikan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. Dengan demikian, kepolisian pun tak luput dari kewajiban menggunakan bahasa Indonesia. Namun, jika kita baca kembali slogan Sehat Yes! Narkoba No! terlihat jelas bahwa pengunaan bahasa tersebut tidak benar. Mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris merupakan sebuah pelanggaran terhadap undang-undang bahasa. Namun, mengapa tidak ada sanksi terhadap pelanggarnya?
Kesalahan yang kerap dianggap remeh ini sebenarnya banyak dilakukan kalangan birokrat. Presiden keenam Indonesia misalnya, tak luput dari pelanggaran terhadap UU Bahasa. Ia pernah beberapa kali terselip menggunakan bahasa Inggris dalam pidato-pidatonya yang kaku. Lalu karena ia kepala negara apakah kemudian tidak dihukum? Bukan itu penyebabnya.
UU Bahasa yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang ”Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan” tidak memiliki kekuatan hukum. Ini berbeda dengan perkarabendera dan lambang negara. Siapapun yang melecehkan bendera dan lambang negara, seperti lagu kebangsaan, harus siap menerima sanksi hukum. Entah mengapa perkecualian ada di bidang bahasa. Mungkin karena perkara ini dianggap tak begitu urgen.
Persoalan yang harus diselesaikan oleh lembaga kepolisian di Indonesia memang cukup banyak. Mulai dari korupsi, penegakan hukum yang lemah, kegagalan melindungi masyarakat, kekerasan, citra kepolisian yang memburuk, dan pelbagai problem lain yang kian hari selalu bertambah. Namun, hal tersebut tidak boleh menjadi alasan untuk menyepelekan persoalan bahas atau mengabaikannya. Jika ingin membangun citra positif di masyarakat, bahasa dapat menjadi humas yang efektif. Penggunaan bahasa yang benar dalam berbagai slogan kepolisian tentu dapat menunjukkan bahwa lembaga polisi adalah lembaga yang taat hukum. Jika lembaga penegak hukumnya melanggar hukum, bagaimanabagaimana masyarakat hendak percaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H