Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Yuk Keep Smile dan Berita-Berita Provokatif

4 Juli 2014   18:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:30 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sebab menghina atau merendahkan budayawan Benyamin Sueb, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), menghentikan tayangan Yuk Keep Smile (YKS) yang biasanya tiap malam nongol di Trans TV. Tayangan yang dirasa menghina itu siar pada 20 Juni. Dengan alasan itu maka KPI menghentikan  YKS mulai 28 Juni hingga 1 Agustus 2014.

Dengan hukuman selama satu purnama, masyarakat tak bisa menonton tontonan yang isinya lawakan dan joget-jogetan oleh para komedian yang suka memakai baju warna warni dan aneh-aneh itu.

Maraknya stasiun televisi membuat mereka mengejar dan membuat program acara yang mampu menarik perhatian masyarakat. Setelah sinetron yang beberapa tahun lalu menjadi pilihan, selanjutnya dan saat ini acara lawak-lawakan menjadi pilihan para penonton. Mereka memilih acara lawak-lawakan sebab dirasa sinetron hanya menjual mimpi, cuma menampilkan kekayaan.

Pilihan acara lawak-lawakan oleh masyarakat membuat banyak stasiun televisi menyajikan acara ini. Setelah Opera Van Java (OVJ) meredup, setelah itu ada YKS, kemudian yang sedang lagi naik daun Indionesia Lawak Klub (ILK), dan segudang acara serupa di stasiun yang lain atau stasiun yang sama dengan jam tayang yang berbeda.

Mereka bisa membuat penonton terpingkal-pingkal namun menjadi masalah, lawakan itu sering asal njemplak, mangap, dan ngomong sehingga seperti kejadian di YKSpada 20 Juni. Mereka asal njemplak, mangap, dan ngomong sebab dituntut untuk bisa membuat orang tertawa. Bila bisa membuat orang tertawa maka ratting-nya naik dan kontrak mereka bisa diperpanjang. Dorongan inilah yang membuat para pelawak banyak yang melanggar etika dan kesopanan berbicara.

Dengan hukuman itu kita harapkan agar para pelawak yang masih mengisi tayangan lawak-lawakan di televisi, entah itu tampil keroyokan, stand up comedy, monolog, atau yang lainnya, lebih berhati-hati dalam berucap dan berseloroh sebab masyarakat sekarang sangat sensitif. Sedikit-sedikit bila ada orang salah ucap bisa dituntut ke pengadilan.

Ketika KPI melarang YKS, lalu masyarakat nonton apa? Ini penting dipertanyakan sebab tayangan-tayangan televisi sekarang banyak yang tidak mendidik bahkan sudah pada taraf menjelekkan orang dan memprovokasi. Ini bukan mengada-ada, lihat saja bagaimana tayangan beberapa stasiun televisi saat kampanye Pemilu Presiden 2014. Mereka mengemas berita sangat subjektif, tidak hanya merendahkan orang namun bertujuan agar masyarakat membenci seseorang.

Berita yang ditampilkan itu seperti kisah masa lalu, tingkah yang tak layak saat berada di tengah publik, dan mengulas ide dan omongan calon Presiden yang tidak tepat, keliru, atau salah. Narasi beritanya pun sama seperti YKS pada 20 Juni bahkan melebihi, menghina dan merendahkan martabat orang. Tayangannya pun bukan hanya setiap malam namun seperti minum obat, 3 sampai 4 kali sehari, yakni pagi, siang, sore, dan malam.

Menghadapi hal yang demikian mengapa KPI sebatas menegur? Bukankah kadarnya melebihi YKS. Apakah bila menghentikan tayangan televisi berita itu, KPI dianggap tak demokratis dan mendapat tuduhan berpihak pada salah satu kubu. Ini yang perlu kita pertanyakan kepada KPI. Apakah KPI berani menghentikan YKS karena tayangan itu ecek-ecek dan tak ada tokoh kuat yang mengisi acara?

Dalam hal ini seharusnya KPI lebih bijak dalam melarang dan membolehkan sebuah acara televisi. Sangat disayangkan, bila di satu sisi ia menghentikan dan melarang sebuah tayangan namun di sisi yang lain membiarkan tayangan yang sangat provokatif.

KPI seharusnya tidak hanya menghentikan tayangan namun juga harus memikirkan apa tayangan penggantinya. Ini penting sebab ketika ada kekosongan acara maka pilihan masyarakat menjadi terbatas atau memilih tayangan lain di mana saat ini masih banyak acara yang isinya menghina dan merendahkan martabat orang. Nah, di sinilah bahayanya ketika masyarakat berduyun-duyun menonton acara itu.

Jadi pelarangan YKS seharusnya dibarengi dengan penghentian acara yang masih mengumbar caci maki kepada orang lain. Penggemar YKS bisa jadi saat ini dirinya bertanya. “Lalu Kita Menonton Apa?” Pertanyaan ini dilontarkan sebab mereka sadar bahwa acara-cara di televisi saat kampanye Presiden ini sangat provokatif dan merendahkan orang lain. Mereka tidak mau menonton acara berita sebab sangat subjektif dan melukai hati dan perasaan. Tetapi mengapa tayangan-tayangan berita itu tidak dihentikan seperti YKS?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun