Entah apa yang ada di pikiran teroris itu ketika menjadikan Gang Dolly, lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, di Surabaya hendak dijadikan sasaran aksinya. Apakah karena tempat itu sebagai tempat maksiat sehingga layak dijadikan sasaran teror, ataukah tidak ada lagi tempat lain, simbol-simbol Barat, yang selama ini dijadikan pelampiasan? Ataukan para teroris itu hanya sekadar mencari perhatian?
Bila aksi di Gang Dolly itu tak terendus oleh pihak yang berwajib mengendus maka kita tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dari ledakan yang demikian massifnya terhadap para penghuni dan tamunya. Pastinya korban akan jatuh bergelimpangan bila aksi itu tak bisa dicegah.
Menjadi pertanyaan benarkah Gang Dolly menjadi sasaran teroris? Definisi terorisme menurut sumber dari wikipedia adalah serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Aksi yang dilakukan tidak tunduk pada tata cara perang namun dilakukan secara acak dan sering membawa korban kepada masyarakat.
Itu teori secara umum namun Barat mendefinisikan terorisme menjadi lebih sempit lagi yakni sekelompok orang atau negara yang berusaha melakukan teror kepada simbol, fasilitas, asset, dan warga negaranya. Dari sinilah maka kelompok seperti Al Qaedah, Hizbullah, Hamas, Iran, Korea Utara, Cuba, Venezuela, disebut sebagai terorisme. Sebab pelaku banyak digerakkan oleh orang-orang Arab, ada pula dari Afrika, Indonesia, dan Malaysia, yang beragama Islam maka definisi terorisme menjadi semakin lebih disempitkan oleh Barat yakni kelompok-kelompok fundamentalis Islam. Meski fundamentalis Islam tidak melakukan kegiatan-kegiatan terorisme dan meski tidak semua orang Arab melakukan hal yang demikian namun mereka dicurigai, keberadaanya diawasi secara ketat, bahkan sampai dicekal.
Soal definisi terorisme, Barat memang sangat subjektif. Bila ada warga negaranya sendiri yang melakukan aksi-aksi seperti definisi terorisme di atas, seperti penembakkan massal yang sering terjadi di berbagai kota di negara-negara bagian Amerika Serikat, pelaku tidak disebut teroris namun kriminal. Pelaku penembakan di sebuah kampus di negara Paman Sam yang berasal dari Korea Selatan pun juga dianggap bukan teroris. Jadi ada penafsiran subjektif soal terorisme.
Pun demikian ketika terjadi penembakan dalam semua perkemahan pemuda di sebuah pulau kecil di Norwegia yang menewaskan 95 orang, tahun 2011, pelaku tidak dikatakan sebagai teroris. Pelaku peledakkan bom di Oslo, Norwegia, pada tahun yang sama, Anders Behring Breivik, pun tidak masuk dalam definisi terorisme namun dianggap sebagai seorang kriminal.
Di Indonesia, aparat keamanan mengikuti definisi terorisme dari definisi yang disepakati Barat. Apalagi selepas Tragedi WTC 11 September definisi terorisme seperti yang didefinisikan Barat semakin diyakini aparat keamanan, yakni kelompok yang berlabelkan fundamentalis agama. Kalau kita ikuti sejarah terorisme di Indonesia, sejak tragedi pembajakan pesawat Garuda di Woyla, Thailand, terorisme dilakukan oleh kelompok yang berlabel agama (Islam). Hingga sampai saat ini kelompok-kelompok yang demikian masih dituduh melakukan hal yang sama. Indonesia mengambil definisi terorisme sama dengan yang didefinsikan Barat bisa jadi benar adanya karena sasaran-sasaran yang dituju adalah simbol, fasilitas, asset, dan warga negara Barat, seperti Bom Bali I, Bom Bali II, Bom J. W Marriot I, Bom J. W Marriot II, Bom Kedubes Australia.
Dengan mengacu yang demikian, bila ada sasaran-sasaran yang bukan simbol Barat lalu apakah bisa disebut terorisme? Bila mengacu pada definisi terorisme Barat di mana definisi itu diamini oleh aparat keamanan di Indonesia maka apa yang direncanakan di Gang Dolly itu bukan terorisme sebab Gang Dolly bukan simbol Barat. Jadi apa yang direncanakan di Gang Dolly itu adalah tindakan yang direncanakan oleh kelompok kriminal, seperti aksi-aksi penembakan di negara-negara bagian di Amerika Serikat dan Bom Oslo.
Selepas tewasnya pimpinan Al Qaedah, Usamah Bin Ladin, di Pakistan, sepertinya Amerika Serikat menghentikan program pemberantasan terorisme. Terorisme dianggap sudah selesai dan sekarang Amerika Serikat mengalihkan kepada program-program lainnya seperti soal isu Nuklir Iran, demokratisasi di Timur Tengah, mencegah agresifitas China di Laut China Selatan dan Laut China Timur, serta kenakalan Korea Utara di semenanjung Korea.
Ketika Amerika Serikat menyudahi melawan terorisme, mengapa aparat di Indonesia masih giat melakukan tindakan itu. Apakah terorisme di Indonesia masih benar-benar ada sehingga harus terus dikejar? Ataukah diadaadakan dengan tujuan-tujuan tertentu sehingga sasarannya tidak jelas. Masak Gang Dolly yang mayoritas penghuni dan tamunya adalah ummat Islam dijadikan sasaran dengan alasan menegakkan agama Islam. Untuk meniadakan Gang Dolly pastinya bukan dengan cara kekerasan namun harus dengan cara-cara yang bijak.
Dalam sejarah intelijen, terutama di masa Orde Baru, pada masa Ali Moertopo, kita bisa membaca bahwa Ali membina kelompok tertentu dengan tujuan untuk bisa dimanfaatkan demi untuk kepentingan tertentu. Nah dengan belajar sejarah itu kita bisa mengirangira apakah rencana terorisme di Gang Dolly itu benar-benar nyata atau untuk menciptakan ketidaknyamanan oleh pihak tertentu untuk kepentingannya. @winangunardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H