Sudah dilantik dan sudah ada menteri yang telah bekerja. Dengan dilantiknya para pembantu presiden maka kontroversi dan tarik ulur soal menteri selesai sudah. Sebelumnya Jokowi dikatakan lambannya dalam menyusun para pembantunya. Hal demikian bisa jadi banyak pertimbangan, seperti adanya masukan dari masyarakat, saran dari Megawati, tawar menawar dengan partai politik, serta adanya catatan-catatan dari KPK dan PPATK.
Yang pasti para pembantu presiden itu separuh dari kalangan proffesional dan separuhnya dari partai politik. Sebenarnya Jokowi ingin semua pembantunya adalah dari kalangan proffesional atau para ahli namun karena realitas politik tentang keharusan balas jasa atas suksesnya mengantar Jokowi menjadi presiden maka bagi-bagi kursi menjadi satu hal yang harus dilakukan.
Menerima keadaan adanya menteri dari partai politik saat ini sudah diterima Jokowi namun mantan Walikota Solo itu pastinya tetap ingin menteri dari partai politik bisa bekerja seperti yang diharapkan. Agar pemerintahan sekarang bisa seperti yang diinginkan, yakni kerja, kerja, kerja.
Para pembantu yang hendak berada di samping kanan dan kiri Jokowi, mereka adalah para politisi partai, purnawirawan jenderal, pengusaha, dan akademisi. Syarat untuk menjadi menteri bagi Jokowi adalah gampang sekali yakni bisa bekerja, bekerja, bekerja, jadi meski mereka tidak popular itu tidak menjadi soal. Jokowi menginginkan agar pembantunya bisa seperti dirinya, yakni sedikit bicara banyak bekerja. Bekerjanya yang dimaui adalah bagaimana pembantunya mau blusukan ke wilayah wewenangnya untuk mengecek kinerja bawahannya.
Indikator kesuksesan sebuah kementerian bagi Jokowi nanti akan diukur dari seberapa besar pembantunya mampu melaksanakan program pembangunan dan dirasakan oleh masyarakat, bukan diukur dari seorang yang sudah menjadi menteri dan namanya melambung tetapi kinerjanya minim. Ada seorang menteri pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ia sangat popular namun kementeriannya mendapat report merah bahkan ada yang dijadikan tersangka korupsi.
Meski demikian Jokowi pastinya ingin para pembantunya, pertama, tak memiliki popularitas sebab kalau memiliki popularitas itu akan membahayakan dirinya. Sebagai manusia biasa tentu Jokowi ingin popularitas dirinya tidak ingin disaingi pembantunya. Bayangkan kalau pembantunya itu memiliki popularitas dan kemudian mereka bisa bekerja dan suka blusukan. Jangan-jangan namanya akan lebih melambung daripada Jokowi. Untuk itu calon pembantunya yang memiliki popularitas akan ‘dicoret.’
Kedua, Jokowi tidak ingin menterinya mencari popularitas dan citra saat bekerja. Bisa jadi nanti ada pembantunya yang bisa bekerja giat namun sebenarnya ia hanya mencari citra. Mereka blusukan ke sana kemari namun hasilnya tidak ada. Ketidakmampuan bekerjanya tertutupi oleh polesan citra. Dari sinilah makanya ia selalu mengatakan akan membentuk kabinet ahli atau proffesional. Orang ahli dan proffesional biasanya cenderung bekerja dan tidak memikirkan hal-hal lainnya.
Ketiga, bila ada pembantunya tidak bisa bekerja karena ia titipan dari orang kuat, punya masalah pelanggaran HAM, terindikasi korupsi, hal demikian akan mengganggu kinerja Jokowi namun hal demikian bisa jadi tidak soal bagi Jokowi. Peluang yang demikian akan digunakan dirinya untuk langsung turun tangan ke kementerian itu. Jadi program-program yang dimaui Jokowi pada kementerian itu langsung dilaksanakan. Menteri yang tidak bisa bekerja itulah yang justru akan semakin meningkatkan blusukan Jokowi. Kementerian ini seperti akan terjadi pada kementerian dari menteri buah sharing politic.
Keempat, kelak akan ada ‘persaingan’ antara Jokowi dan para pembantunya. Di satu sisi para pembantunya bisa bekerja sesuai dengan arahannya namun di sisi lain Jokowi yang suka bekerja juga mempunyai keinginan atau program tersendiri. Misalnya Menteri Pertahanan yang mempunyai program-program pembangunan sistem pertahanan nasional tersendiri namun karena ada keinginan Jokowi yang tak tertampung atau tak sesuai maka Jokowi akan melakukan pembangunan di bidang itu menurut keinginannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H