Di tengah hiruk pikuk soal pelantikan Wakapolri serta meriahnya peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA), masyarakat dikejutkan dengan adanya sebuah iklan pesta bikini dengan sasaran anak-anak SMA di Jakarta. Splash After Class, demikian tema pesta itu.
Tawaran itu pastinya ditolak oleh banyak pihak. Para orangtua pasti akan melarang anaknya ikut dalam acara itu, polisi dan kaum agamawan pasti akan mengusut pihak penyelenggara. Kegiatan itu ditolak dan dilarang sebab pesta bikini tidak sesuai dengan norma agama dan budaya Indonesia.
Adanya tawaran untuk pesta bikini kepada para anak sekolah secara terang-terangan, terbukti iklan kegiatan itu di-posting di media sosial, menunjukkan benih-benih budaya yang tidak sesuai dengan norma-norma mulai menggeliat subur di masyarakat dan berani menunjukkan dirinya secara gamblang.
Benih-benih budaya liar itu sebenarnya sudah ada, berkembang dengan baik, dan tidak dirasakan kehadirannya oleh masyarakat luas karena berada di ruang tertutup, tanpa kontrol, dan tumbuh subur. Coba kita jalan-jalan di daerah hiburan malam di Kota, Jakarta; pentas tarian telanjang, baik umum atau tontonan khusus; prostitusi, pijat plus-plus, serta pertunjukkan yang tak lazim lainnya, bisa kita temukan. Hiburan malam itu setiap waktu berdetak seiring perjalanan jam.
Mereka tak menimbulkan gejolak seperti tawaran pesta bikini pada anak SMA sebab berada dalam ruang tertutup, di mana lokasinya tertentu dan informasinya berada diketahui dari bisik-bisik, dan pangsa pasarnya adalah kaum dewasa.
Dengan demikian, hebohnya pesta bikini pada anak SMA itu bisa jadi karena diiklankan dalam ruang publik dan sasarannya adalah manusia yang masih perlu bimbingan. Mungkin kegiatan itu akan terus berjalan bila tidak diiklankan di ruang terbuka. Dengan pesan bisik-bisik, bisa jadi pesertanya akan tetap banyak.
Bila ada anak SMA ikut acara itu, bukan karena orangtua memberi ijin namun mereka tidak tahu apa yang dilakukan anak-anaknya sebab entah karena orangtua sibuk bekerja jadi mereka tak tahu atau tak peduli apa kegiatan yang dilakukan anaknya.
Pihak penyelenggara berani mengiklankan acara itu bisa jadi mereka membayangkan bahwa budaya liar sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat. Budaya liar itu mereka temukan di kota-kota besar, di tempat-tempat di mana masyarakat bersosialita di caffe atau tempat-tempat yang bikin happy-happy. Di tempat itu biasanya mereka bersaing menggunakan pakaian yang seksi. Mereka berpakaian seksi bukan karena mereka kaum free sex, meski ada yang juga, namun ingin menunjukkan indah tubuhnya, semakin seksi akan semakin menarik pihak lain.
Dengan fenomena itulah bisa jadi acara itu bisa saja akan diikuti oleh puluhan anak SMA sebab mereka diberi ruang untuk memamerkan tubuhnya yang bagus dan bikininya yang berwarna-warni.
Tak hanya itu, di facebook atau media sosial, banyak facebooker tanpa malu-malu mengunggah fotonya dengan pakaian yang mengundang nafsu kaum laki-laki. Tank Top, celana minim, bahkan bikini bagi sebagain kaum perempuan adalah pakaian yang biasa dan layak digunakan di depan publik.
Fenomena tawaran pesta bikini itu adalah akibat semakin terbukanya informasi global. Apa yang ditawarkan itu di negara Barat dan lainnya bisa jadi hal yang biasa bahkan ada yang lebih dari itu. Apa yang terjadi di negara lain, yang memperbolehkan acara demikian, dijiplak oleh penyelenggara di Jakarta.
Kita tidak tahu apa alasan pihak penyelenggara mengadakan acara pesta bikini itu, apakah karena ingin mendapat keuntungan uang dari kegiatan itu atau ingin mengeksploitasi generasi muda dalam kebebasan memamerkan tubuh. Bila penyelenggara ingin mendapat uang dari kegiatan itu, ia mendapat untung dan selesai namun bila kedua hal ingin didapat maka generasi muda itu akan mengalami kerugian, moral dan perasaan generasi muda akan rusak.
Hal ini merupakan tantangan buat pemerintah, orangtua, kaum agamawan, dan para generasi muda sendiri. Pemerintah harus berani dan tegas menindak bila ada kegiatan-kegiatan yang dirasa sudah melanggar hukum, kaum agamawan juga harus tak lelah-lelahnya memberi nasehat agar kita tak melakukan kegiatan yang tak sesuai dengan nilai-nilai agama, orangtua harus tahu benar apa yang dilakukan anak-anaknya, serta  para generasi muda harus tahan godaan bila menghadapi acara-acara yang dirasa tidak benar.
Pemerintah biasanya bertindak bila sesuatu telah terjadi. Razia kos-kosan di daerah Jakarta dilakukan setelah ada prostitusi terselubung di tempat-tempat itu. Untuk itu alangkah bagusnya bila pemerintah dan pihak terkait melakukan pencegahan lebih aktif terhadap hal-hal yang dirasakan akan menimbulkan masalah sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H