Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jalan Selamat Partai Demokrat

24 Maret 2017   07:40 Diperbarui: 24 Maret 2017   16:00 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum dideklarasikan secara resmi oleh Agus Harimurti Bambang Yudhoyono, melalui Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Roy Suryo, Partai Demokrat dalam Putaran II Pilkada Jakarta menyatakan netral. Dengan sikap demikian maka partai berlambang mercy itu tidak mendukung salah satu pihak, kubu Ahok-Djarot maupun Anis-Sandi. Keputusan yang diambil tersebut membuat Partai Demokrat menyerahkan siapa yang hendak dipilih dalam Putaran II kepada masing-masing person. Partai itu membebaskan pilihan kepada anggota dan masyarakat yang telah memilih Agus-Silvi. Tujuhbelas persen suara yang dihimpun oleh Agus-Silvi pada Putaran I tentu potensial sekali diperebutkan oleh kedua pasangan yang masih bertahan.

Sikap Partai Demokrat yang netral dalam Pemilu, kali ini bukan sikap pertama yang ditempuh. Dalam Pilpres 2014, Partai Demokrat juga lambat sekali dalam mengambil sikap. Menunggu mendukung siapa, Prabowo atau Joko Widodo, memerlukan waktu berhari-hari. Meski akhirnya Partai Demokrat lebih memilih merapat ke Prabowo namun sikap tersebut juga sikap yang mengambang sebab dalam kampanye yang digelar, sebagai bentuk dukungan partai, yang hadir bukan Ketua Partai Demokrat, SBY, namun anaknya Ibaz.

Sebagai partai yang pernah berkuasa selama 10 tahun dan sampai sekarang mempunyai jumlah kursi yang signifikans terbukti di DPR dan MPR, kader Partai Demokrat ada yang menjadi unsur pimpinan, sebenarnya partai ini mempunyai daya tawar yang tinggi dan menentukan.

Sebagai partai yang mempunyai kursi di seluruh DPRD, dalam Pilkada partai itu menjadi penentu dan lokomotif pasangan yang diusung. Partai Demokrat, mengklaim dalam Pilkada serentak tahun 2017 ini, partainya memenangi 50 persen. Lebih rinci diungkapkan, dari 101 Pilkada, ia bisa unggul 50 persen dari 94 daerah yang diisi. Dengan kemenangan ini menunjukan Partai Demokrat mempunyai ‘saham’ kekuasaan di banyak daerah.

Namun menjadi pertanyaan mengapai dalam Putaran II Pilkada Jakarta ini Partai Demokrat tidak menentukan selangkah lagi demi memperbanyak kemenangan. Sebagai partai yang mempunyai banyak orang pintar, tentu Partai Demokrat bisa memprediksi siapa yang akan menang dalam Putaran II. Dengan prediksi tersebutlah maka ia bisa menentukan sikap kepada siapa dirinya akan mendukung. Sayang langkah yang demikian tidak diambil, apakah Partai Demokrat sudah puas dengan kemenangan-kemenangan di daerah lain sehingga dirinya sudah tidak bernafsu lagi dalam Pilkada Jakarta.

Apakah Partai Demokrat sudah puas dengan kemenangan 50 persen Pilkada di daerah lain? Tentu tidak, sebagai partai politik pasti nafsu politiknya akan mencari kemenangan dan kekuasaan sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya. Bila dalam Putaran II Pilkada Jakarta, partai ini tidak melibatkan secara langsung pasti ada sesuatu yang membuat Partai Demokrat mengambil jalan selamat alias netral. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan sehingga ia lebih memilih cari jalan aman.

Apa yang membuat Partai Demokrat mengambil sikap netral? Bisa jadi dikarenakan meski sama-sama Pilkada namun Pilkada di tahun 2017 ini terasa beda rasanya, Sebelum Pilkada tahun 2017, Pilkada di Jakarta sama rasanya dengan Pilkada-Pilkada lainnya. Pilkada Jakarta kali ini terasa beda selain karena ada pertarungan partai-partai besar secara head to head, juga ada nuansa yang dirasa masih sangat sensitif, yakni Muslim dan non-Muslim, pribumi dan non-Pribumi.

Sebagai daerah yang bersentuhan langsung dengan kekuasaan pemerintah pusat dan sebagai pusat dari seluruh kegiatan maka seluruh kekuatan yang ada ingin menjadikan Jakarta sebagai basis kemenangan. Menjadi basis kemenangan sebab apa yang terjadi di Jakarta bisa menular ke daerah lainnya secara cepat dan alamiah. Hal demikianlah yang membuat kekuatan yang ada menggunakan segala cara. Seluruh kekuatan yang ada secara terang-terangan rela melanggar aturan demi mendukung calonnya.

Kekuatan yang ada itu di satu sisi ada kelompok yang menjual nilai-nilai agama, di sisi yang lain ada kekuatan yang berlindung dalam kekuatan aparat penegak hukum dan pemerintahan. Kekuatan yang ada itu bertarung demikian kerasnya sehingga membikin kegaduhan. Kegaduhan yang terjadi tak hanya di Jakarta namun juga menjalar ke berbagai daerah.

Pertarungan yang terjadi antar dua kubu tak hanya mengandalkan kekuatan yang ada namun juga mengungkap masalah-masalah yang sudah terjadi. Masing-masing pihak berusaha membeberkan masa lalunya yang diduga melanggar hukum. Dari sinilah, Pilkada Jakarta kali ini penuh dengan nuansa saling lapor.

Partai Demokrat sebagai partai yang pernah berkuasa selama 10 tahun, tentu partai yang di luar kekuasaan saat itu merekam dan mencatat dugaan-dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Partai Demokrat. Dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh elit dari Partai Demokrat semasa berkuasa itu dilontarkan oleh lawan politik beberapa hari menjelang coblosan Pilkada Jakarta. Akibat lontaran yang demikian membuat suara Agus-Silvi jeblok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun