Indonesia adalah sebuah negeri yang luas, bentangannya dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai Talaud, melebihi benua Eropa. Sebagai negara yang memiliki luas wilayah yang demikian besarnya, tentu Indonesia memiliki keragaman, tidak hanya suku, agama, budaya, dan bahasa tetapi juga tempat wisata.
Apa yang tidak dimiliki Indonesia dari kekayaan tempat wisata? Semua punya, mulai dari hutan, air terjun, laut, pantai, gunung, danau, ngarai, sungai, salju, suku pedalaman, temple, peninggalan purbakala, flora, fauna, matahari, tempat belanja, dan budaya. Ada sebuah negara yang tidak memiliki danau, ada sebuah bangsa yang tak ada gunung, ada pula negara yang mengharamkan tempat belanja.
Menjadi masalah dari ribuan tempat wisata yang ada di Indonesia, semuanya belum dikelola secara maksimal sehingga hal demikian tidak bisa menjadi devisa negara yang demikian besarnya. Ironisnya sebuah negara yang luasnya hanya sebesar setengah Pulau Jawa namun mereka bisa mengelola tempat wisata dan bisa memberikan devisa pada bangsanya.
Thailand misalnya, negara yang luasnya tak sebesar Pulau Jawa mampu memaksimalkan tempat wisatanya, bahkan mengkreasi tempat wisata baru sehingga mampu menarik jutaan wisatawan dari luar negeri untuk datang ke negeri gajah putih itu, padahal tempat wisatanya tidak sebanyak dan seaktraktif Indonesia. Demikian Malaysia, apalagi Singapura yang luasnya lebih kecil dari Jakarta namun wisatawannya membludak.
Problem pembangunan wisatawan di Indonesia memang banyak, selain anggaran pembangunan yang minim juga harus bersaing dengan sektor lainnya. Tak hanya itu juga terjadi interpendensi dengan pembangunan sektor lain, juga dikarenakan luas wilayah Indonesia itu sendiri yang juga menjadi tantangan.
Masih belum idealnya anggaran Kementerian Pariwisata membuat promosi dan pembangunannya tidak menjadi maksimal. Sebagai sektor yang sangat erat terkait dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Telekomunikasi, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Polri, dan yang lainnya, nasib pariwisata Indonesia tergantung kepada geliat mereka.
Bayangkan bagaimana wisatawan hendak pergi ke sebuah tempat tujuan bila jalannya rusak, publik transport tidak ada, keamanan tidak menjamin, dan teknologi komunikasi buruk. Lihat saja banyak orang ingin melihat peninggalan megalithikum di Lembah Bada, Poso, Sulawesi Tengah, namun karena jalan ke sana sangat susah membuat orang mengurungkan niatnya.
Untuk itu di sini perlunya kerja sama antara Kementerian Pariwisata dengan kementerian dan institusi terkait dalam Pembangunan Indonesia Sentris. Â Jadi masalah pariwisata adalah tugas pemerintah secara keseluruhan yang masalah teknisnya ada pada Kementerian Parwisata. Untuk itu kementerian terkait juga didorong secepat mungkin membangun infrastruktur di masyarakat yang sekaligus akan berdampak pada sektor pariwisata.
Luasnya wilayah Indonesia juga membuat pergerakan wisatawan dalam negeri hanya bergerak pada wilayah itu-itu saja, misalnya orang Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, setiap tahun pergi ke Borobudur, Prambanan, dan tempat wisata di Jogjakarta. Hal demikian bisa jadi biaya ke tempat wisata itu murah. Mereka yang berada di Jawa sebenarnya ingin pergi ke Raja Ampat, Danau Toba, Bunaken, Wakatobi, namun karena biaya perjalanan ke sana mahal maka keinginan itu sepertinya hanya menjadi mimpi.
Untuk itu seharusnya pemerintah membuat kebijakan yang berpihak kepada para wisatawan, seperti subsidi transport. Kiatnya, bagaimana perusahaan transport milik negara yang masal seperti kereta api, bus, dan kapal laut memberi potongan harga kepada masyarakat yang ingin berwisata.
Minimnya masyarakat mengunjungi tempat wisata selain infrastruktur belum mendukung dan mahalnya biaya perjalanan juga dikarenakan promosi tempat wisata terutama yang baru kurang digalakkan oleh pemerintah. Dulu ada program dari pemerintah seperti Visit Indonesian Year, Visit Asean Year. Minimnya pemerintah mempromosikan tempat wisata bisa jadi ini masalah klasik, masalah anggaran, sehingga pemerintah tak punya duit untuk mempromosikan tempat-tempat wisata ke masyarakat.
Untuk itu di sini pentingnya peran masyarakat dalam ikut mempromosikan tempat wisata. Apa yang dilakukan oleh banyak media dalam menulis dan memperkenalkan tempat wisata seperti dalam rubrik perjalanan, wisata,atau petualangan merupakan sebuah bentuk kepedulian media kepada sektor ini. Dengan cara itu maka masyarakat jadi tahu ada tempat wisata yang menarik dan menantang.
Person atau individu pun juga diharap melakukan langkah yang sama. Banyak media sosial, blog, facebook, twitter, dan lainnya juga bisa digunakan masyarakat untuk mengunggah tempat-tempat wisata yang pernah dikunjungi.
Sebagai seorang penyuka wisata saya sering mengunggah pengalaman perjalanan saya dalam sebuah blog, contohnya: http://ekonomi.kompasiana.com/marketing/2014/11/26/bahasa-tarzan-di-pasar-perbatasan-706069.html, http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2014/09/12/indah-dan-teduh-pulau-injil-mansinam-687362.html,http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2014/02/05/sepenggal-kisah-di-lawang-sewu--629649.html, http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/12/25/sulitnya-berkunjung-ke-monumen-jalesveva-jayamahe--619553.html, http://www.djarumsuper.com/articles/trip/jatim/hiking/view/1983#.
Dengan semakin banyaknya orang menulis tentang kisah perjalanannya akan membuat semakin terpromosikannya tempat wisata di Indonesia kepada masyarakat. Dengan cara seperti ini maka masyarakat ikut membantu pemerintah dalam memajukan sektor pariwisata dengan cara Pembangunan Indonesia Sentris.Pembangunan Indonesia SentrisÂ
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kompasiana/blog-competition-pembangunan-infrastruktur-indonesia-sentris_574fcde424afbded040cde23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H