Pun demikian juga Turki, di Piala Dunia 2002, ia mampu menjadi juara ketiga namun selanjutnya, negeri indah yang berbatasan dengan Asia itu kembali ke seperti awalnya, lemah di Eropa. Dari sinilah Yunani dan Turki adalah timnas yang prestasinya datang lalu pergi. Berprestasi namun selanjutnya kembali seperti sedia kalanya, timnasnya lemah kembali,
Berprestasi itu bukan harus terus menerus menjadi juara namun berprestasi itu adalah bagaimana kita mampu menghadirkan timnas yang disegani, diperhitungkan, kehadirannya ditunggu-tunggu, serta menjadi barometer perkembangan bagi sepakbola dunia. Jerman, Italia, Argentina, Brasil, Perancis, dan Spanyol bukan timnas yang selalu juara namun mereka timnas yang disegani, ditunggu-tunggu, dan menjadi barometer peradaban dunia sepakbola.
Tak mampunya suatu timnas mempertahankan prestasinya, kita ambil contoh Yunani dan Turki, disebabkan oleh (a). merasa sudah puas setelah meraih prestasi yang tinggi yang sebelumnya tidak pernah dimimpikan. (b). tidak adanya regenerasi pelatih dan pemain. (c). culture, budaya, sepakbolanya yang gaduh melulu.
PSSI bila sudah merasa puas dengan kondisi saat ini dan lengah dalam pembinaan pemain serta tak tepat memilih pelatih bisa mengalami nasib seperti Yunani dan Turki. Mereka datang ke dalam kejuaraan besar sepakbola dan meraih prestasi yang tinggi tanpa dibayangkan sebelumnya namun selanjutnya kembali ke titik yang rendah, seperti awal, tim sepakbola yang lemah dan tak berdaya. Mereka datang lalu pergi. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H