Konflik di tubuh Partai Demokrat (PD), rupanya sudah mencapai titik puncak. Adanya Kongres Luar Biasa (KLB) PD yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, dengan terpilihnya Moeldoko sebagai Ketua Umum PD hasil KLB, membuat permasalahan di partai itu akan semakin rumit dan memerlukan jalan panjang untuk menyelesaikan. Sekarang tinggal sikap pemerintah bagaimana menanggapi adanya PD dan PD. Pemerintah hendak memilih PD yang mana yang hendak diakui. Selanjutnya PD yang diakui pemerintah itulah yang sah.
Permasalahan di PD seperti yang saat ini terjadi, muncul disebabkan juga karena ulah para (mantan) loyalis partai itu sendiri. Beragam alasan dikemukakan oleh Marzuki Alie, Jhoni Allen Marbun, dan Darmizal terhadap keberedaan PD di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sehingga mereka menginginkan digelarnya KLB. Mereka itu adalah loyalis partai saat PD mengalami kejayaan, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden.
Turunnya SBY dari jabatan Presiden dan adanya naluri dan kepentingan politik di antara (mantan) loyalis, membuat mereka melakukan perlawanan bahkan kudeta, demikian istilah yang disematkan oleh AHY kepada mereka.
Mereka yang melakukan KLB, sebelumnya telah dilakukan pemecatan oleh AHY. Pemecatan itu rupanya tidak membuat mereka diam. Jhoni Allen Marbun dan Marzuki Alie, melakukan perlawanan kepada SBY yang merupakan representasi kekuatan PD.
Membuka jejak masa lalu bahkan bisa disebut aib, tentu suatu keberanian bagi Jhoni Allen dan Marzuki Alie. Jhoni misalnya dengan tegas dan blak-blakan mengatakan bahwa SBY bukan pendiri PD. Tak hanya itu, dikatakan juga bahwa Presiden VI Indonesia itu hanya menyumbang Rp100 juta untuk PD. Nilai itu tentu sangat kecil bila digunakan untuk mendirikan partai politik. Untuk mendirikan partai politik, diperlukan duit yang jumlahnya miliaran rupiah.
Benarkah mereka yang menuding-nuding bahkan membuka aib SBY itu seorang pemberani? Jawabannya adalah, untuk saat ini iya mereka adalah pemberani. Dengan tegas dan tanpa ragu-ragu mereka membela diri dengan mengungkapkan peristiwa masa lalu dengan gamblang sehingga bisa jadi ada yang merasa tercoreng bahkan terfitnah.
Tetapi apa yang dilakukan itu sesuatu yang tidak akan dilakukan semasa SBY masih menjadi presiden. Mereka tidak berani menuding-nuding SBY selain ia masih menjadi presiden, SBY juga penguasa partai, hitam putih PD ada di tangan dia. Saat masih menjadi presiden, mereka yang saat ini menuding-nuding SBY adalah loyalis-loyalis partai dan SBY. Pastinya mereka setia, selalu membela, dan memuji-muji SBY setinggi langit. Mereka melakukan yang demikian untuk mengamankan posisi bahkan mencari tempat yang lebih tinggi baik di partai maupun institusi negara lainnya.
Bila mereka berani mengumpat atau menuding-nuding SBY pada masa itu, pastinya ia akan berhadapan dengan aparat hukum dan posisi yang sudah dinikmati di partai dan institusi negara lainnya akan dicabut, dicopot. Bila anggota DPR, ia akan di-reshuffle.
Keberanian seseorang kepada orang lain, tergantung pada posisi dan kedudukan orang yang dilawan. Jhoni Allen dan Marzuki Alie berani kepada SBY sebab SBY bukan presiden lagi. Kembali menjadi orang biasa membuat SBY 'tidak memiliki apa-apa lagi'. Ia tidak memiliki kekuatan penegak hukum yang bisa digerakkan untuk menindak orang-orang yang dirasa melawannya. Ia tidak memiliki lagi 'sumber-sumber' ekonomi dan pos-pos jabatan yang bisa dibagi-bagikan kepada kader PD sehingga membuat kadernya menjadi nyaman dan tak melakukan perlawanan. Tak memiliki apa-apa lagi itulah yang membuat Jhoni Allen dan Marzuki Alie berani melakukan perlawanan kepada SBY.
Apa yang terjadi pada mereka di atas bisa dikatakan hal yang biasa terjadi di dalam kehidupan. Kawan bisa menjadi lawan dan lawan menjadi kawan. Perubahan pola hubungan itu sangat dipengaruhi pada jabatan dan kekuasaan di satu pihak, dan bawahan serta atasan di pihak yang lain. Sesuai logika, bila seseorang mempunyai kekuasaan maka akan terjadi pola hubungan bawahan dan atasan. Bila kekuasaan dinegasi maka tidak akan ada lagi pola bawahan dan atasan. Bila tidak ada kekuasaan yang mengikat, maka bawahan tidak akan terikat pada aturan-aturan yang ada, baik aturan tertulis maupun etika, norma, dan penghormatan.
Jhoni Allen dan Marzuki Alie berani menuding-nuding SBY bisa jadi mereka sudah merasa bukan bawahan SBY lagi. Sudah tidak merasa menjadi bawahan sebab tidak ada lagi ikatan yang selama ini terjalin di antara mereka. Hal demikianlah yang membuat mereka merasa terbebas dari ikatan yang selama ini mereka rasakan.