Sudah menjadi kebiasaan politisi di Indonesia bila terjadi konflik di internal partai atau masa kepengurusannya habis, bisa pula karena kalah dalam pemilihan Ketua Umum saat muktamar, kongres, musyawarah nasional.
Lalu. mereka langsung mendirikan partai politik (baru) dengan ideologi, misi, dan visi, tak beda. Calon pemilihnya pun juga tak jauh dari partai yang sudah ada.
Partai-partai yang ada saat ini, banyak yang lahir dari drama yang demikian adanya. Mereka lahir dari partai-partai yang sudah ada, bukan murni orang yang sama sekali tidak berpartai.Â
Mereka tetap ingin berpartai sebab partai adalah jalan untuk merebut kekuasaan. Bila tidak sampai ke sana, minimal mereka menikmati atau mendapat bagian dari kekuasaan yang ada.Â
Sehingga selepas mereka berkonflik di partai atau kalah dalam pemilihan Ketua Umum, mereka langsung bergegas membuat kendaraan yang baru untuk merebut atau menikmati kekuasaan.
Berita terakhir yang beredar adalah akan hadir Partai Ummat, sebelumnya juga telah hadir Partai Gelora. Kedua partai itu akan dan hadir dari drama seperti paparan di atas. Selepas Kongres V PAN di Kendari, Sulawesi Tenggara, Februari 2020, tak hanya calon yang diusung Amien Rais, kalah.
Amien Rais yang juga menjadi ikon dan pendiri PAN juga mengalami nasib yang sama. Dirinya lebih baik mengundurkan diri dari PAN daripada keberadaannya tidak dihargai, didengar, dan diiyakan pendapatnya.
Bila Amien Rais benar-benar serius membentuk Partai Ummat, masyarakat dan yang berminat menjadi pengurus tinggal menunggu deklarasinya.
Namun tidak disadari atau mereka sudah menyadari bahwa mendirikan partai itu tidak gampang. Tidak hanya perlu kerja keras namun juga perlu dana yang melimpah, tak terbatas, bila ingin menjadi partai yang besar.Â
Kalau kita amati beberapa partai yang ada di depan mata kita, Ketua Umum yang ada adalah konglomerat. Konglomerat yang bergerak di berbagai bidang, dari sektor keuangan, pertambangan, sampai media massa.
Mereka para pengusaha atau konglomerat mempunyai dana yang besar sehingga mampu membiayai pembentukan jaring-jaring dan struktur partai mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, dan pusat. Bahkan 'membajak' politisi yang popular dan vokal dari partai yang sudah ada.