Dalam berbagai ajaran kebaikan, menuntut ilmu adalah sesuatu yang diutamakan, diwajibkan, serta diharuskan. Menguasai ilmu penting sebab dengan memiliki ilmu maka orang akan terbebas dari kebodohan. Kebodohan adalah sesuatu yang disimbolkan dengan kegelapan dan kepasrahan kepada sesuatu nasib yang menimpa pada manusia tanpa melakukan upaya untuk berubah.
Dari ajaran kebaikan dan kesadaran manusia sendiri akan arti penting pendidikan, seiring sejarah perkembangan manusia, muncul tempat-tempat menimba ilmu yang awal mulanya didirikan oleh kaum cendikia, filsuf, dan orang-orang yang peduli akan pentingnya pendidikan hingga akhirnya lembaga pendidikan dalam sejarah modern manusia, didirikan oleh penguasa.
Dari waktu ke waktu, lembaga pendidikan, baik yang didirikan oleh penguasa maupun swasta semakin maju. Ilmu-ilmu yang diberikan tak sekadar bagaimana bisa membaca dan menghitung namun lebih dari itu, bahkan memperkirakan bagaimana iklim yang akan terjadi dan siapa yang akan menjadi Presiden, juga telah diberikan di bangku-bangku kuliah.
Kita menikmati jaman yang seperti sekarang, seperti bisa melihat apa yang terjadi di Inggris secara langsung, itu juga berkat dari kepandaian seseroang dari menimba ilmu. Pun demikian kita bisa menuju sebuah kota hanya dalam beberapa jam meski dengan jarak ribuan km, itu juga berkat karena orang yang berilmu.
Namun apakah kita harus menuntut ilmu setinggi-tingginya agar diri kita semakin berkualitas dan mampu membawa perubahan dunia menuju yang lebih baik dan cepat?
Mendapat pertanyaan tersebut kita harus menjawabnya dengan tegas, iya. Manusia harus menuntut ilmu agar selain ke dalam membuat kita semakin tercerahkan, juga apa yang kita miliki akan membawa manfaat bagi kehidupan.
Seseorang yang ilmunya tinggi, bisa terukur dari jenjang pendidikan yang mereka tempuh. Berawal dari sekolah dasar hingga program S3 perguruan tinggi bahkan sampai professor, itulah tingkatan-tingkatan seseorang sampai di mana berilmunya.
Dari jenjang-jenjang pendidikan itulah membuat orang berlomba-lomba menempuh tahapan-tahapan yang ada agar disebut orang yang berilmu. Peluang orang berilmu sekarang semakin terbuka sebab sekarang banyak lembaga pendidikan, baik swasta atau pemerintah, membuka program-program itu. Program S2 sekarang banyak, bahkan di perguruan-perguruan tinggi di kabupaten sudah ada.
Keilmuan yang dimiliki selain membuat dirinya tercerahkan, ia akan juga direkrut oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan ilmunya, baik swasta atau pemerintah. Perekrutan orang-orang berilmu oleh pihak lain, hal demikian sudah terjadi sejak dahulu kala. Nah di sinilah masalahnya terjadi.
Ketika seseorang yang berilmu direkrut oleh pihak lain, maka ia harus tunduk pada si perekrut. Akibatnya, ilmu-ilmu yang dikuasainya yang berorientasi pada objektifitas, bisa bergeser ke subjektifitas.
Kondisi yang demikian membuat orang-orang yang seharusnya memancarkan keilmuannya yang berwajah kemanusiaan bisa berubah menjadi makhluk yang menakutkan dan meresahkan.