Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Staf Khusus Milenial, Masihkan Bisa Bersikap Kritis?

3 Desember 2019   08:29 Diperbarui: 3 Desember 2019   08:29 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Satu persatu pembantu dan atau staf Presiden Joko Widodo bertambah. Setelah susunan kabinet menteri dan wakil menteri terbentuk, giliran staf khusus dari kalangan milenial diumumkan kepada publik. Dengan bertambahnya 7 staf khusus Presiden dari kalangan anak muda maka tugas Presiden akan lebih ringan sebab beban yang ada di pundak Presiden akan didsitribusikan kepada mereka.

Apakah Presiden sampai di sini membentuk tim kerja dalam rangka menjalankan amanat kerja untuk 5 tahun ke depan? Sepertinya tidak. Sebagaimana kita tahu pasangan Presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amin saat Pemilu Presiden 2019 didukung oleh banyak partai, organisasi massa, dan organisasi-organisasi yang sudah ada atau bentukan secara mendadak. Tentu selama kampanye mereka bersusah payah, berkeringat, tak kenal lelah berkerja untuk memenangkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Nah, setelah pasangan yang didukung menang, tentu ikatan yang terjalin tidak lepas begitu saja. Pastinya mereka para pendukung akan mendapat kue kekuasaan yang rasanya lezat dan nikmat. Tentu akan menjadi mudah membaginya bila jumlah tim yang berada di sekelilingnya terhitung dengan jari. Masalah akan muncul bila pendukung yang ada jumlahnya melimpah dan mereka merasa paling berjuang untuk memenangkan Pemilu Presiden.

Hal demikian tentu akan menjadi simalakama bagi Presiden. Bila tidak dituruti kemauannya untuk mendapat bagian kue kekuasaan, maka mereka pasti akan kecewa dan akhirnya ngambek. Bila berhitung di situ saja mungkin tak masalah. Akan berakibat fatal bila pendukung membelot atau membocorkan hal-hal yang seharusnya dirahasiakan. Namun juga menjadi masalah bila mereka mendapat kue kekuasaan satu, satu. Bila membagi kekuasaan satu, satu, dilakukan hal demikian akan membuat semakin membengkak atau gemuknya 'badan' pendukung kinerja Presiden. Tetapi setelah dipilih-pilih, sepertinya Presiden lebih mengakomodatifi semua pendukung yang ada meski dengan menambah-nambah kursi yang sebelumnya tidak ada.   

Terlepas dari itu semua, sangat menarik bila melihat komposisi 7 staf khusus Presiden dari kalangan milenial. Dilihat dari latar belakang pendidikan mereka, woo sangat menakjubkan. Mereka lulusan perguruan tinggi di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, dan Australia. Tak hanya itu, mereka juga aktivis dari berbagai macam organisasi yang bergerak dalam segala bidang kehidupan masyarakat. Dengan melihat latar belakang pasti mereka adalah orang-orang yang hebat.

Namun sebagai anak muda yang penuh dengan kekritisan, apakah mereka bisa menjalankan tugasnya dengan semangat jiwa muda? Nah itu yang kita tunggu. Sebagai anak muda dan terdidik, tentu mereka selain pintar juga harus kritis. Hal demikian pernah terlihat pada anak-anak muda yang sekolah di STOVIA (Sekolah Dokter Jawa) yang berada di Batavia. Mereka yang sekolah di STOVIA juga bukan orang sembarangan. Pada masa negeri ini masih di bawah kolonialisme Belanda, pada masa itu yang bisa menikmati bangku kuliah bukan orang sembarangan. Mereka yang bisa menyekolahkan anaknya, kalua tidak dari keluarga bangsawan, ya saudagar kaya, atau pegawai pemerintahan Belanda.

Namun meski mereka sebagai orang yang terpandang di masyarakat namun mereka tidak lupa memikirkan nasib kaum, rakyat, dan bangsanya. Di sela-sela kuliah tentang kedokteran, mereka berpikir kritis bagaimana kaumnya bisa sekolah, berserikat, dengan tujuan akhir bangsanya merdeka. Tentu tidak mudah bagi mereka kumpul-kumpul untuk membahas kaum dan bangsanya. Polisi Belanda yang selalu mengintai dan larangan keras memikirkan kemerdekaan membuat mereka sering sembunyi-sembunyi dalam berkegiatan agar lepas dari pengawasan polisi Belanda.

Dari kecerdasan, kepedulian pada rakyat dan bangsa, serta didukung dengan keberanian dan kekritisan yang mereka miliki, maka lahirlah Budi Utomo pada 20 Mei 1908 hingga diselenggarakan Kongres II Pemuda yang berpuncak pada 28 Oktober 1928 dengan dicetuskannya Sumpah Pemuda. Dari dua momen yang monumental itulah selanjutnya anak muda, yang sekarang disebut kalangan milenial, selalu menjadi motor perubahan dan pergerakan, tahun 1945, tahun 1966, tahun 1974, tahun 1998, dan entah kapan lagi.

Anak-anak muda itu bisa berpikiri kritis, berani, dan cerdas selain karena jiwa mereka yang selalu 'memberontak' juga tidak ada beban di pundak mereka. Tidak ada beban kekuasaan dan fasilitas mereka terima dan nikmati. Pada tahun 1900-an bahkan pada masa-masa sebelumnya, banyak anak muda namun di antara mereka ada yang lebih memilih pragmatis, lulus sekolah dokter, hukum, teknik, dan lainnya selanjutnya menjadi pegawai pemerintahan. Hal demikian tentu menjadi hak mereka namun bila semua anak muda seperti itu, kapan bangsa ini merdeka?

Nah, bila anak-anak muda sekarang lebih memilih cara-cara pragmatis, masuk ke dalam kekuasaan, seperti 7 staf dari kalangan milenial, bisakah mereka tetap kritis, memberi masukan yang kuat, bahkan mendesak-desak kekuasaan agar menuruti idenya? Tentu hal yang demikian sulit dilakukan. Bila seseorang masuk dalam kekuasaan, lamban laun atau sedikut demi sedikit, otaknya akan berubah. Otaknya berubah sebab mereka setiap hari berkomunikasi dengan penguasa yang pasti yang dipikirkan adalah bagaimana kekuasaan yang ada langgeng dan tidak terganggung. Mereka yang sebelumnya kritis akan larut ikut mendukung kekuasaan yang bisa jadi sebelumnya kritis pada kekuasaan. Sudah banyak orang yang dulu aktivis antkorupsi dan demokrasi ketika menjadi staf khusus kekuasaan akhirnya menjadi pendiam ketika masalah-masalah yang dulu diperjuangkan mengalami masalah atau pelemahan.

Otak mereka berubah selain setiap hari berkomunikasi dengan penguasa juga karena fasilitas kehidupan yang mereka terima sangat menggiurkan. Jarang ada orang menolak ketika ditawari menjadi staf khusus, sebab selain prestise, dekat Presiden, juga fasilitas yang melimpah yang bisa mereka terima. Apa yang diterima saat menjadi staf khusus bisa berlipat-lipat dari apa yang mereka terima ketika menjadi aktivis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun