Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aturan Politik Ketat, Munculah Dildo

21 Februari 2019   14:31 Diperbarui: 21 Februari 2019   15:19 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia, demokrasi tak sekadar hanya memilih. Dalam demokrasi yang berkembang di sini, suasana meriah juga ingin mereka nikmati. Kemeriahan dalam demokrasi di Indonesia adalah adanya keragaman pilihan. Bandingkan saat Pemilu Presiden yang menghadirkan banyak pasangan seperti dalam Pemilu Presiden 2004 dan 2009, suasana panas, kaku, dan mem-bully, ada namun tidak membuat kondisi di masyarakat sangat mengkhawatirkan seperti saat ini yang kita alami. Suasana yang demikian, karena kekuatan politik yang ada tidak mengumpul pada dua sisi namun berada pada banyak sisi. Banyaknya sisi kekuatan politik tidak hanya membuat distribusi kekuatan menyebar namun juga memberi ruang kepada masyarakat untuk lebih bisa memiliki banyak pilihan.

Bila dikatakan dengan dua calon pasangan membuat Pemilu Presiden lebih murah, mungkin kalau dihitung dengan nominal uang bisa saja seperti itu namun kalau dihitung dengan biaya sosial, pastinya biayanya sosialnya akan lebih tinggi bahkan sangat mengkhawatirkan bagi masa depan bangsa.

Bila kekuatan politik yang ada tetap mempertahankan aturan politik seperti saat ini, yakni president threshold dan parlement threshold yang tinggi, untuk president threshold 20 persen jumlah suara di DPR dan 25 persen suara sah nasional; dan parlement threshold sebesar 4 persen, maka demokrasi dan politik yang ada akan tetap seperti saat ini, yakni kaku, panas, dan jauh dari keriangan. Akibatnya 'pasangan ketiga' atau pasangan Dildo akan terus muncul. Nah bila kita ingin demokrasi menjadi sesuatu yang menyenangkan dan tidak menjadi guyonan atau dagelan ala Dildo maka aturan yang ada perlu direvisi untuk lebih mengakomodasi suara masyarakat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun