Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Beranikah Kita Menuding Kemacetan Karena Kesalahan Pemerintah

23 Januari 2025   09:00 Diperbarui: 24 Januari 2025   16:13 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Jakarta dijadikan sebagai ibu kota Indonesia, jumlah penduduk yang menempati pada masa itu masih terkendali sehingga proses pergerakan manusia di jalan dan di tempat-tempat umum tak menjadi problem.

Namun seiring perkembangan kota, baik dari segi politik, ekonomi, hiburan, olahraga, dan bidang lainnya, Jakarta mengalami lompatan yang begitu cepat. Jumlah penduduk bertambah dengan akibat diiringi laju kebutuhan transportasi, perumahan, dan fasilitas umum yang berbanding lurus.

Akibat yang demikian maka dulu lahan-lahan yang kosong selanjutnya menjadi perumahan, mall, dan fasilitas umum lainnya. Pun demikian jalan-jalan yang dulu sepi mulai menjadi ramai. Jalan-jalan yang dulu hanya dilalui oleh penghuni, sekarang menjadi jalan umum.

Menghadapi fenomena tersebut, mungkin sejak tahun 1970-an, sepertinya pemerintah tidak mengantisipasi perkembangan kota Jakarta ke depan. Pemerintah sepertinya membiarkan pertumbuhan penduduk dan pembangunan perumahan tanpa terkendali. Pembiaran yang demikian mengakibatkan terjadinya bom waktu yang saat ini kita rasakan.

Ketika jumlah penduduk semakin mem-bludag, pemerintah sepertinya tidak mengantisipasi dan atau membayangkan apa yang terjadi 50, 6o, 70 bahkan 100 tahun ke depan. Akibat tidak antisipasinya pemerintah membuat Jakarta sekarang menjadi kota yang macet dan tidak nyaman bagi penggunan jalan terutama roda empat ke atas. Tidak perlu dibahas lagi bagaimana kemacetan di Jakarta karena semua orang di Jakarta dan sekitarnya bahkan orang-orang dari daerah pernah merasakan. Pastinya macet selain buang-buang waktu dan bahan bakar juga membikin stress.

Kemacetan di Jakarta ini tidak serta merta terjadi namun melalui proses yang begitu panjang dan anehnya penyebab-penyebab kemacetan yang ada itu dibiarkan bahkan diabaikan oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Penyebab kemacetan akibat pemerintah lalai atau tidak mampu melihat masa depan adalah, pertama, pemerintah tidak membangun sarana transportasi yang nyaman, aman, dan menjangkau seluruh sudut-sudut kota di Jakarta. Akibat yang demikian membuat masyarakat menggunakan trasnportasi pribadi, baik itu roda dua atau roda empat.

Meski kita sebagai negara besar di Asia Tenggara namun dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia, dalam soal transportasi publik, kita tertinggal jauh. Pemerintah Singapura pada masa Perdana Menteri Lee Kuan Yew dan Pemerintah Malaysia di masa Perdana Menteri Mahathir Muhammad giat membangun sarana transportasi publik yang bebas hambatan, entah itu lewat subway atau skytrain atau jenis MRT lainnya. Jalur-jalur transportasi public tersebut menjalar ke seluruh sudut-sudut kota.

Dari sinilah maka suasana transportasi di Singapura dan Kuala Lumpur nyaman, aman, dan menyenangkan. Pembangunan transportasi public di kedua negara tersebut tidak berhenti namun terus mengembang sehingga problem kemacetan bisa diatasi bahkan dinihilkan.

Ketika pemerintah Singapura dan Malaysia giat membangun sarana transportasi public baik subway, skytrain atau MRT lainnya, kita malah tidak melakukan apa-apa dan sepertinya mengabaikan itu. Kita baru 'meniru' mereka baru pada masa Gubernur Sutiyoso meski akhirnya terhenti dan diseriusi ketika Gubernur Joko Widodo. Dalam masa Joko Widodo sudah mulai dibangun skytrain dan subway.

Kedua, tidak dibangunnya pembangunan sarana transportasi public yang aman, dan nyaman, dan bebas macet diperparah dengan kepemilikan sepeda motor atau mobil tanpa batas waktu dan penjualan sepeda motor dan mobil tanpa batas jumlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun