Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Salahkan Jalur Kereta Api

27 Oktober 2017   07:53 Diperbarui: 27 Oktober 2017   09:14 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di sebuah media online dikabarkan, warga sekitar Jl. Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat, memprotes penutupan perlintasan kereta api yang melalui Jalan Angkasa Raya. Penutupan perlintasan kereta api tersebut ditentang sebab dikatakan oleh seorang warga akan mengakibatkan usaha yang dilakukan menjadi sepi karena tak ada orang melintas. Penutupan perlintasan tersebut juga diakui akan membuat pengendara muter sehingga jarak yang biasanya singkat menjadi jauh. Akibat yang demikian juga menyebabkan kemacetan baru.

Instansi-instansi yang menutup perlintasan kereta api di Jalan Angkasa Raya itu bisa jadi dilandasi alasan untuk melindungi pengguna jalan ketika kereta api melintas. Meski palang pintu sudah ditutup namun terkadang ada pihak-pihak yang menerobos perlintasan kereta api sehingga terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan. Kita dengar, baca, dan lihat, banyak kecelakaan di perlintasan kereta api dikarenakan faktor kecerobohan, ketidaksabaran, dan ketidakpatuhan masyarakat saat palang pintu sudah ditutup namun mereka tetap menerobos.

Berbagai upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat dari kecelakaan di lintasan kereta api telah dilakukan seperti membuat jalan layang, underpass, atau rekayasa lalu linytas dengan cara menutup perlintasan itu. Dari cara yang demikian selain memperlancar gerakan lalu lintas juga membuat pengguna jalan yang lain terlindungi.

Lintasan kereta api yang bersinggungan langsung dengan jalan raya atau jalan yang biasa dilintasi masyarakat, baik sedang atau kecil, jumlahnya ada puluhan untuk di Jakarta. Satu persatu, persinggungan tersebut coba dihilangkan dengan cara membuat jalan layang, underpass, atau menutupnya.

Banyaknya perlintasan kereta api di Jakarta, kalau diselusuri itu merupakan akibat dari perkembangan masyarakat yang ada. Kalau kita lihat sejarah, pembangunan jalur kereta api di Jawa telah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda mulai tahun 1860-an. Pada masa itu pembangunan jalur rail berada di ruang-ruang kosong, di mana kanan kirinya adalah persawahan, ladang, hutan, kebun, dan jauh dari pemukiman penduduk. Meski melintasi pemukiman namun jarak yang ada aman.

Pada masa itu di mana penduduk belum sebanyak saat ini dan jumlah orang melintas naik kendaraan tak sepadat saat ini maka perjalanan kereta api tidak menimbulkan 'konflik' dengan masyarakat. Kereta melintas lewat jalurnya dengan aman dan masyarakat memanfaatkannya sebagai sarana transportasi.

Namun dalam perkembangan waktu di mana jumlah penduduk semakin melimpah serta  jumlah kendaraan, roda dua maupun roda empat, melonjak maka perlintasan kereta api sering menimbulkan 'konflik' dengan masyarakat. Perlintasan kereta api disebut menghambat laju lalu lintas dan sering memakan korban.

Apakah jalur kereta api yang saat ini mengular di sekitar kita bisa dituduh sebagai pihak yang perlu disalahkan? Seperti dipaparkan di atas bahwa jalur kereta api dibangun pada masa kolonial Belanda, 1860-an. Pada masa itu jalur kereta api melintasi jalur yang sepi seperti sawah, hutan, kebun, ladang, dan jauh dari pemukiman. Seiring pertambahan penduduk hingga hingga ratusan juta maka mereka membutuhkan infrastruktur seperti rumah, pertokoan, jalan, pabrik, dan bangunan penunjang lainnya.

Banyaknya infrastruktur yang dibutuhkan tersebut membuat semakin banyaknya lahan yang dibutuhkan, sampai-sampai lahan yang dibutuhkan itu berada di sekitar rail dan stasiun kereta api. Akibat yang demikian, dulu stasiun kereta api yang jauh dari pemukiman penduduk, sekarang dihimpit oleh banyak bangunan dan jalan. Lihat saja ketika stasiun-stasiun besar di Jawa, seperti Poncol, Tawang, Gubeng, Priok, dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda, di kanan-kirinya adalah ruang-ruang yang masih kosong namun dalam perjalanan waktu, stasiun-stasiun besar di Jawa itu sekarang telah dikepung oleh banyak bangunan. Pun demikian lintasan-lintasan kereta api yang dulu sepi, sekarang di kanan-kirinya penuh dengan rumah bahkan dengan jarak yang tidak aman. Bahkan pula ada jalur kereta api yang nelintas di jalan raya, seperti di Jl. Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah.

Semakin banyaknya penduduk yang membutuhkan jalan maka pembangunan jalan yang dilakukan terkadang memotong atau bersilang dengan rail. Kali pertama mungkin persilangan itu tidak menjadi masalah sebab pada masa itu lalu lintas belum padat namun seiring mudahnya membeli kendaraan, roda dua atau roda empat, maka persilangan itu akhirnya menjadi masalah tersendiri. Seringnya kereta api yang melintas dalam persilangan membuat daerah padat lalu lintas itu sering menjadi macet, seperti di kawasan Menteng dan Pasar Rumput, Jakarta. Problem-problem seperti itulah yang hendak diatasi oleh pemerintah dengan cara membuat jalan layang, underpass, atau rekayasa lalu lintas seperti menutup jalan.

Dengan paparan di atas maka jangan sampai kita menyalahkan jalur kereta api sebab jalur kereta api itu dibangun sejak di mana lintasan yang ada masih kosong, sepi, dan jauh dari pemukiman orang. Jalur kereta api itu sudah ada lebih dulu dari pada pemukiman yang kemudian menghimpit atau jalan yang saat ini memotongnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun