Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Semua Untung dengan Produk Halal

10 Oktober 2017   14:59 Diperbarui: 11 Oktober 2017   14:05 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Badan Pusat Statistik memprediksikan tahun 2015, penduduk Indonesia jumlahnya mencapai 255.461,700 jiwa.  Jumlah penduduk sebanyak itu menempatkan Indonesia berada di urutan keempat negara-negara yang jumlah penduduknya terbesar di dunia. Indonesia di bawah, China, India, dan Amerika Serikat, serta di atas Brazil.

Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, membuat pemerintah selalu dipusingkan dalam urusan kebutuhan pangan dan minuman yang harus dipenuhi buat kebutuhan hidup 255.461.700 jiwa. Dalam sebuah media disebut pada tahun 2017, jumlah kebutuhan beras per orang di Indonesia dalam setahun mencapai 150 kilogram. Dengan jumlah tersebut maka kebutuhan beras orang Indonesia dalam setahun, dengan mengacu jumlah penduduk Indonesia 255.461.700 jiwa, diperlukan sebanyak 38.319.255.000 kg beras/tahun.

Itu jumlah beras saja yang dibutuhkan, belum termasuk kebutuhan pangan lain seperti sayur-sayuran, buah-buahan, susu, teh, daging, telur, dan pangan lainnya. Dengan demikian bangsa Indonesia adalah bangsa yang mengkonsumsi kebutuhan pangan yang demikian besarnya.

Bagi pemerintah tentu berkewajiban untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat dalam menyediakan pangan. Bila tidak terpenuhi maka pemerintah bisa dikatakan gagal dalam pembangunan. Bagi sektor swasta, melimpahnya kebutuhan pangan ini merupakan potensi besar untuk meraih keuntungan. Tak heran selain banyak perusahaan besar yang memproduksi pangan dan minuman, juga banyak masyarakat yang membuka restoran atau warung makan guna menyediakan kebutuhan keseharian.

Sebagai masyarakat yang beradab dan semakin cerdas tentu bangsa ini bukan bangsa yang mempunyai prinsip hidup buat makan. Bangsa ini mempunyai prinsip makan buat hidup. Untuk itulah maka antara masyarakat dan pemerintah saling mengisi dalam soal pangan, makanan, dan minuman. Masyarakat ingin pangan, makanan, dan minuman yang tersedia harus sehat, hygienis, dan tidak menimbulkan dampak penyakit. Dari sinilah maka Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan tentang pengamanan pangan yang bertujuan agar pangan yang dikonsumsi masyarakat aman dan sehat bagi masyarakat.

Sebagai bangsa di mana mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam maka umat Islam membutuhkan pangan tidak hanya sekadar aman dan sehat bagi tubuh namun juga harus halal. Makanan yang aman dan sehat adalah dimensi dunia, sedang halal adalah dimensi akhirat. Untuk itulah maka produk halal, sertifikasi halal, perlu dilabelkan pada pangan, makanan, dan minuman sehingga umat Islam tidak bingung, resah, dan takut bila berbelanja di luar rumah.

Umat Islam ingin produk halal itu bukan sebuah ego namun ini sebuah perintah untuk menjalankan agama dan dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945 dan aturan di bawahnya. Umat Islam ingin makanan halal ini juga merupakan sebuah hak konsumen dan sebuah pilihan untuk hidup sehat sesuai ajaran agama.

Sebagai kelompok masyarakat yang jumlahnya lebih dari 230 juta jiwa, umat Islam merupakan potensi yang besar bagi produk makanan dan minuma. Sebagai masyarakat yang jumlahnya mayoritas tentu umat Islam adalah pembeli paling potensial. Inilah yang menjadi peluang bagi produsen makanan dan minuman untuk melayani mereka. Untuk itu produk makanan dan minuman harus melengkapi produknya dengan sertifikasi halal.

Sertifikasi halal itu jangan dimaknai sebagai bentuk pemaksaan namun sebagai bagian dari melayani konsumen. Seiring semakin cerdasnya umat Islam tentu umat Islam akan lebih memilih produk-produk yang sudah bersertifikasi halal. Bila tidak ada sertifikasi halal maka umat Islam akan memilih produk yang bersertifikasi.

Boleh saja produk makanan, minunan, atau produk lainnya memilih tidak bersertifikat halal namun siap-siap saja produk itu tidak laku. Ingat ketika ada sebuah produk roti diboikot oleh umat Islam, produk roti itu beberapa minggu mengalami kerugian.

Sebagai perusahaan di sektor makanan, minuman, atau produk lainnya, tentu sebelumnya sudah melakukan studi kelayakan pasar. Pasti dari sini ditemukan potensi itu ada pada umat Islam. Nah, kalau kita lihat potensi yang ada itu pada umat Islam, peluang inilah yang seharusnya digunakan oleh perusahaan untuk melabeli produknya dengan sertifikasi halal. Toh pada dasarnya bila sebuah produk diberi sertifikasi halal, produk itu juga tidak haram dikonsumsi oleh umat yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun