Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyelesaikan Masalah Rohingya, Itu Amanat Pendiri Bangsa

15 September 2017   08:01 Diperbarui: 15 September 2017   08:46 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai bangsa yang pernah dijajah dan dianiaya oleh bangsa lain, maka Indonesia dalam dasar negara Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, jelas-jelas menekankan pentingnya kemanusian, keberadaban, kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial untuk seluruh ummat manusia.

Dengan amanat dari Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 itu, bangsa ini dituntut untuk berperan dalam masalah-masalah itu di manapun tempatnya. Dalam konflik kemanusiaan di Rohingya, Myanmar, kita akui pemerintah sudah melakukan langkah-langkah diplomasi agar tragedi itu diselesaikan. Bila ada kekerasan harus dihentikan agar masalah yang sudah sering terjadi di sana tidak berlarut-larut atau bahkan semakin memprihatinkan.

Langkah yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam masalah Rohingya adalah dengan berkunjung ke Myanmar untuk bertemu dengan penguasa di sana. Di negeri yang pernah bernama Burma, Retno bertemu dengan State Counsellor Daw Aung San Suu Kyi dan Panglima Militer U Min Aung Hlaing. Dalam pertemuan tersebut pastinya Retno mengatakan agar masalah Rohingya diselesaikan tanpa menggunakan cara-cara kekerasan dan lebih mengedepankan sisi kemanusiaan tanpa memandang suku dan agama.

Masalah Rohingya dipandang  tidak hanya urusan Myanmar. Disebut masalah itu juga menjadi bagian dari negara tetangganya, Bangladesh. Hal demikian sebab masyarakat yang menjadi korban kemanusiaan dari tragedi itu adalah masyarakat yang beretnis keturunan warga Bangladesh.

Hal demikianlah yang menyebabkan Retno juga terbang ke Bangladesh agar penguasa di sana ikut serius menyelesaikan masalah yang ada. Di Bangladesh, misi diplomasi Retno berhasil, terbukti ia bertemu dengan Perdana Menteri Sheikh Hasina dan Menteri Luar Negeri Mahood Ali. Pesan yang disampaikan kepada mereka, pastinya masalah di Rohingya segera dituntaskan dengan mengedepankan sisi kemanusiaan.

Dari diplomasi yang dilakukan oleh Retno, hal demikian menunjukan keseriusan pemerintah dalam menjalankan amanat Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Diplomasi tersebut harus kita akui merupakan cara untuk menghentikan kekerasan di Rohingya. Kesudian penguasa di Myanmar dan Bangladesh bertemu dengan Retno membuat penguasa di sana mendengar suara kemanusiaan dari negara lain. Sebagai bangsa yang besar dan berpengaruh di kawasan Asia Tenggara, pastinya Myanmar mengiyakan apa yang dipesankan Retno. Diplomasi tersebut bisa mencairkan kekakuan dan kebekuan pemerintah Myanmar dalam masalah Rohingya.

Sebagai amanat para pendiri bangsa, masalah-masalah kemanusiaan yang terjadi di manapun seharusnya cepat segera direspon oleh pemerintah. Bila tidak demikian maka masalah-masalah itu menjadi masalah tersendiri di tengah masyarakat kita. Buktinya ada yang menyebut atau menuduh masalah Rohingya 'digoreng' untuk kepentingan tertentu.

Memang harus kita akui, massifnya tragedi kemanusiaan di Rohingya dan tidak segeranya disikapi tuntutan masyarakat agar pemerintah segera bersikap membuat gejolak terjadi di tengah masyarakat. Selain gejolak di media sosial, juga ada riak-riak di masyarakat seperti aksi solidaritas Rohingya di sekitar Candi Borobudur. Aksi solidaritas kemanusiaan kepada Rohingya yang dilakukan oleh masyarakat patut diberi apresiasi karena hal demikian menunjukan adanya rasa kemanusiaan kepada bangsa dan suku yang lain namun yang perlu dilarang adalah jangan sampai aksi yang dilakukan secara emosional apalagi melanggar hukum.

Dalam masalah Rohingya seharusnya semua pihak termasuk pemerintah bersatu dan satu suara sebab ini merupakan amanat para pendiri bangsa. Sisi kemanusiaan harus dikedepankan daripada saling mencaci maki apalagi saling tuduh dari masalah yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun