Keempat, pendukung Agus-Silvi mengalihkan dukungan kepada Anis-Sandi sebab kedua pasangan itu mempunyai program dan cita-cita yang sama, yakni ramah kepada kaum miskin kota dan tidak melakukan penggusuran. Kedua pasangan itu tidak akan melakukan apa yang sudah dilakukan Ahok yang dirasa tidak manusiawi dan melanggar aturan yang ada serta kontrak politik sebelumnya, yakni sering menggusur warganya.
Meski tidak menggusur dan hendak membangun warga di tepian sungai masih bisa dikatakan janji namun kesamaan program inilah yang bisa menyatukan aspirasi pendukung Agus-Silvi dengan Anis-Sandi.
Ketika selisih Anis-Sandi dan Ahok Djarot hanya sekitar 2 persen hingga 3 persen dan ketika mayoritas pendukung Agus-Silvi akan mengalihkan dukungan kepada Anis-Sandi maka di atas itung-itungan, Anis-Sandi akan menjadi pemenang Pilkada. Tinggal sekarang bagaimana tim sukses Anis-Sandi bisa merawat dan menjaga pemilihnya di Putaran I dan menyakinkan pemilih Agus-Silvi pada Putaran II untuk merapat padanya.
Masa-masa penantian pada pencoblosan Putaran II, 19 April 2017, merupakan masa-masa yang rawan terjadinya pengalihan dukungan secara tiba-tiba dan massal. Untuk itu pasangan calon yang masih bertahan mereka akan menjaga citra atau melakukan pencitraan. Misalnya, biasanya kasar menerima warga di Balaikota, tiba-tiba santun dan akomodatif terhadap aspirasi. Pasangan yang ada tak hanya memoles citra namun juga merisaukan kampanye hitam, kampanye negatif, pelaporan atas dugaan kejahatan atau korupsi, dan yang paling berbahaya adalah ancaman money politic dan kecurangan pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H