Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lelaki Kardus, Jeritan Orang Miskin dan Teraniaya

13 Juli 2016   10:59 Diperbarui: 13 Juli 2016   14:05 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot dari YouTube

Di tengah serunya putaran Piala Eropa 2016 dan dinamika politik di Tanah Air, masyarakat dikejutkan oleh sebuah tayangan di Google dan YouTube tentang sebuah lagu yang dibawakan oleh anak berusia 12 tahun. Dalam lagu berjudul Lelaki Kardus itu, liriknya menceritakan ratapan seorang anak yang menderita karena bapaknya kawin lagi. Anak itu menderita karena memakan getah dari konflik kedua orangtua. Ibunya dalam syair lagu disebut “diduain dan dipukuli”. Perlakuan sadis bapaknya yang ditonton setiap hari membuat anaknya geram sehingga ia mengumpat bapaknya dengan kata-kata yang kasar.

Entah karena kata-kata kasar dalam lagu itu atau Pemerintah merasa terusik dengan tayangan yang disebut tidak mendidik, lagu yang bernuansa dangdut tarling itu booming di YouTube. Penontonnya mencapai ribuan dalam sekali tonton. Agar lagu itu tidak meracuni masyarakat, Pemerintah menyurati Google dan YouTube agar tayangan itu ditutup.

Lelaki Kardus yang sekarang booming, mengingatkan lagu serupa yang juga sangat terkenal di tahun 1980-an. Pada waktu itu, anak-anak sering menyanyikan lagu berjudul Ibu Tiri. Bila Lelaki Kardus pelakunya adalah bapaknya, dalam lagu Ibu Tiri biangnya adalah ibu. Dalam lagu Ibu Tiri, si anak meratap dan merintih pada nasibnya yang disayang saat di depan bapaknya namun disiksa ketika bapaknya tidak di rumah. 

Pada waktu itu Pemerintah Orde Baru tidak melarang lagu itu, namun orangtua melarang anak-anaknya menyanyikan Ibu Tiri. Ibu-ibu merasa tersinggung dengan syair lagu itu sebab menyetil tindakan ibu-ibu yang kadang kejam kepada anaknya. Seringnya lagu itu dikumandangkan akhirnya membuat citra ibu tiri menjadi tidak baik. Padahal, banyak ibu tiri yang tidak seperti itu. Citra ibu tiri saat itu seolah identik dengan kejam dan hanya sayang kepada suaminya. 

Apa yang dialami oleh si anak tersebut, entak karena Lelaki Kardus atau Ibu Tiri, merupakan fenomena yang sudah biasa terjadi di masyarakat. Konflik keluarga tersebut biasanya yang menjadi korban adalah anak. Bila orangtua berpisah dan saling tidak bertanggung jawab, si anak bisa menjadi yatim piatu. 

Kisah yatim piatu, jauh-jauh hari sudah menjadi inspirasi Rhoma Irama untuk menciptakan kisah anak malang itu dalam sebuah lagu. Dalam syairnya Rhoma mengajak para hartawan untuk mengulurkan tangan kepada anak yang tak punya bapak dan ibu. Lebih tegas Rhoma menyebut kita adalah pendusta agama bila menyia-nyiakan mereka.  

Konflik keluarga yang demikian biasa terjadi di tengah-tengah kita, terutama di kalangan masyarakat bawah. Konflik keluarga itu disebabkan oleh banyak faktor, seperti masalah ekonomi, bapaknya tukang kawin, atau ibunya selingkuh dengan pria lain. Konflik keluarga di masyarakat yang kerap terjadi itu menjadi inspirasi bagi pencipta lagu untuk menuangkan apa yang terjadi dalam karyanya. 

Dangdut sebagai lagu rakyat atau dulu disebut sebagai musik kampungan, kerap memotret apa yang terjadi di masyarakat secara langsung. Sebab kondisi masyarakat di bawah benar-benar mengenaskan, seperti kemiskinan, perselingkuhan, perjudian, penipuan, dan ketidaksetiaan, membuat lagu-lagu dangdut kerap menggambarkan kondisi sesungguhnya apa yang terjadi di masyarakat, bahkan secara vulgar. 

Akibat yang demikian banyak lagu dangdut yang dicekal oleh pemerintah dan dihindari oleh masyarakat. Pemerintah sebenarnya tidak pernah tersinggung dengan lagu-lagu dangdut sebab pencipta lagu dangdut lebih suka mencari inspirasi di kalangan masyarakat bawah. Kemiskinan, percintaan, perselingkuhan, dan konflik keluarga di masyarakat lebih bisa menjadi inspirasi bagi pencipta lagu dangdut daripada soal politik, ideologi, korupsi, dan perilaku elite pejabat.

Kalau kita sering melihat tarling atau pertunjukan dangdut di lapangan saat hajatan pernikahan atau lainnya, lagu-lagu yang dibawakan pastinya seputar soal percintaan dan konflik di antara pasangan. Sepertinya kita tak pernah mendengar lagu-lagu tarling atau pertunjukan dangdut di lapangan yang syairnya soal politik atau ideologi. Beda dengan lagu pop atau jenis lainnya yang kadang secara langsung menghujat kebijakan pemerintah. 

Kalau pemerintah mencekal seorang pendangdut bukan karena lagunya, namun karena aktivitas politiknya. Bila pemerintah mencekal lagu-lagu dangdut, seperti Lelaki Kardus, bukan karena mematikan kreativitas, namun untuk menghindari kata-kata kasar dan tak pantas menyeruak di masyarakat luas. Sering dalam lagu dangdut terselip kata porno dan/atau mengumpat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun