Di salah satu stasiun televisi pada sore hari, beberapa waktu yang lalu, diberitakan secara jelas bagaimana beberapa anak gadis SMA di Medan, Sumatera Utara, selepas mengikuti ujian nasional merayakan kegembiraan itu dengan bersenang-senang naik mobil di jalan. Kegembiraan mereka terganggu ketika mereka kena razia polisi. Anehnya ketika dirazia mereka merasa tidak bersalah malah para remaja itu berlagak seperti wakil rakyat atau orang yang mengisi acara talkshow, yakni mendebat, mendebat polwan yang merazia.
Dalam perdebatan tersebut, salah seorang remaja yang bernama Sonya, selain kurang etis dengan menunjuk-nunjukkan tangan kepada polwan, dirinya juga mengaku anak seorang jenderal polisi. Akhirnya, entah karena kalah dalam berdebat atau pengakuan Sonya anak seorang jenderal, dan nama jenderal yang disebut itu memang ada, membuat polisi yang merasia Sonya dan kawan-kawannya melepaskan mereka.
Selepas berita tersebut, publik gaduh. Banyak yang mencibir gadis yang disebut sebagai foto model tersebut. Jenderal yang bersangkutan ketika dikonfirmasi tentang Sonya, ia membantah mempunyai anak perempuan.
Kebiasaan catut mencatut nama orang, apa yang dilakukan oleh Sonya bukan hal yang baru. Catut mencatut nama orang di sini adalah hal yang biasa, sering terjadi tidak hanya di Medan namun di semua tempat. Catut mencatut nama orang biasanya digunakan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Tentu yang dicatut adalah nama orang yang mempunyai pangkat tinggi dan mempunyai pengaruh dalam kebijakan maupun kekuasaan yang sifatnya bisa memaksa.
Sonya ketika dirazia pastinya tidak akan mengatakan dirinya anak Pak RT, Pak RW, atau Pak Lurah. Nama tersebut tidak mujarab untuk menakut-nakuti polisi. Untuk menakut-nakuti polisi tentu ia mencatut nama orang di lingkungan itu yang pangkatnya tinggi. Dengan mencatut nama jenderal, Sonya ingin agar dirinya terbebas dari razia yang dilakukan oleh polisi. Bila dirinya tidak mencatut nama jenderal tentu dirinya tak berkutik atas pelanggaran yang dilakukan.
Beberapa waktu yang lalu kita ingat kasus yang terkenal dengan sebutan Papa Minta Saham. Disebut dalam kasus itu nama Presiden dicatut untuk memperanguhi kebijakan dalam soal pembagian saham PT. Freeport. Dalam menghadapi perusahaan besar semacam itu, nama jenderal dirasa tidak cukup, apalagi jabatan jenderal banyak. Nama yang bisa mempengaruhi tentu harus lebih besar dari jenderal, nama yang lebih besar itu ya Presiden.
Di kalangan masyarakat bawah pun catut mencatut nama juga kerap terjadi. Biasanya di pasar-pasar, sekelompok orang mengatasnamakan nama seorang tokoh yang disegani untuk memungut uang pada pedagang. Mendengar nama yang disebut sekelompok orang itu membuat para pedagang tentu merinding. Daripada mereka tidak bisa menjual barangnya, mending mereka memilih memberi uang agar tetap bisa berdagang.
Dari beberapa pemaparan di atas maka bisa disimpulkan bahwa, pertama, orang mencatut nama orang besar untuk kepentingan agar dirinya bebas dari jeratan hukum atau ancaman hukum. Salah satu contoh seperti apa yang dilakukan Sonya. Sonya salah satu dari realitas yang terjadi di masyarakat. Banyak kejadian-kejadian yang tidak terekspose di mana orang mencatut nama seseorang agar dirinya lepas dari jeratan hukum. Biasanya orang kalau melanggar lalu lintas, ia akan berusaha untuk lepas dari tindakan hukum yang diberikan. Caranya mengatakan ini itu, saudaranya ini itu, mengakui tentara, dan lain sebagainya.
Pun demikian bila kita di kawasan rawan kriminal, biasanya seseorang akan mencatut nama tokoh di tempat itu sebagai saudara atau apalah. Dengan mencatut nama tokoh tersebut maka orang itu akan selamat dari hukum-hukum rimba yang berlaku di tempat itu.
Kedua, selain mencatut nama agar lepas dari jeratan hukum, biasanya orang mencatut nama seseorang untuk kepentingan ekonomi atau usaha. Kasus Papa Minta Saham menunjukkan bahwa orang mencatut nama demi kepentingan ekonomi. Banyak orang berbisnis, sering mencatut nama-nama kuat agar bisnisnya lancar dan aman.
Catut mencatut nama kalau diselusuri akar masalahnya dikarenakan karena ketidakadanya kepastian hukum atau hukum yang ada terlalu ribet dan berbelit. Orang kena razia di jalan sering mencatut nama orang besar sebab proses hukum penindakan pelanggaran lalu lintas di jalan terlalu ribet dan berbelit. Di sini biasanya orang yang terkena razia pada posisi yang dirugikan. Membayar denda atau mengikuti proses sidang di pengadilan adalah pilihan yang sama sulitnya. Akibat yang demikian maka dipilihnya ‘jalan damai.” Hal yang menjengkelkan inilah yang bisa membuat orang sering mencatut nama orang besar.