Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sosok Jarkoni

10 Maret 2016   08:49 Diperbarui: 10 Maret 2016   09:09 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam ajaran agama, memberi nasehat atau saling menasehati merupakan tindakan yang dianjurkan. Memberi nasehat atau saling menasehati membuat manusia menjadi sadar agar tidak terjerumus pada tindakan yang salah dan selalu memegang atau menempuh jalan yang benar.

Agar nasehat yang diberikan itu benar-benar didengar dan masuk ke dalam hati, tentu yang memberi nasehat itu adalah orang yang mempunyai ilmu lebih atau pengalaman yang banyak. Dari sinilah maka pemberi nasehat biasanya adalah orang-orang yang dianggap penting di masyarakat atau di sebuah lingkungan, seperti tokoh masyarakat atau ulama. Kalau di kampus atau di dunia akademis, mereka adalah para guru besar atau dosen yang mumpuni. Bila di jajaran birokrat, biasa yang memberi nasehat adalah kepala-kepala di bagian hingga kepala tertinggi di lembaga itu.

Dalam hubungan nasehat menasehati ini, biasanya yang diberi nasehat, dalam struktur birokrasi mereka akan manut atau mengiyakan instruksi itu. Dalam jajaran birokrasi, pantang bagi bawahan untuk menentang nasehat itu sebab standar birokrasi, instruksi merupakan sebuah perintah kerja yang harus dilaksanakan. Dalam dunia akademis, nasehat dari orang yang mempunyai ilmu yang lebih, tentu sangat direspon dengan baik oleh orang yang ilmunya di bawah orang yang memberi nasehat itu. Sebab dengan memberi nasehat maka ada transfer ilmu yang membuat ilmu pada dirinya bertambah. Pun demikian dalam dunia pesantren, para santri berada di tempat itu pastinya mencari ilmu dari kiai agar selalu diberi nasehat agar dirinya menjadi orang yang baik dan berilmu.

Namun terkadang dalam dunia ini ada sebuah kelucuan, di mana orang-orang yang suka memberi nasehat atau suka menasehati ternyata tidak bisa melakukan apa yang dinasehatkan itu atau malah mengingkari dari kata-kata yang disampaikan. Kalau meminjam istilah dalam kitabgaul.com, ada sebuah kata Jarkoni. Dalam kitabgaul itu Jarkoni diartikan, "bisa ngajar ra bisa nglakoni" atau seseorang yang ngajarin sesuatu yang baik kepada orang lain tapi ternyata dia tidak melakukan.

Arti dari Jarkoni tersebut sangat jelas dan tanpa ditutup-tutupi menyindir kepada seseorang yang pandai dalam memberi nasehat namun kenyataan dirinya lain dengan apa yang dikatakan. Jarkoni sebuah fakta di masyarakat, banyak orang yang memberi nasehat baik namun yang memberi nasehat, dalam keseharian, tidak berperilaku seperti yang dinasehatkan. Kejengkelan orang-orang yang suka memberi nasehat baik namun perilakunya tidak seperti yang disampaikan itu membuat keluar ungkapan kekesalan dalam sebuat kata, “Jarkoni.’

Orang yang melakukan Jarkoni bisa saja mereka mempunyai penyakit kejiwaan, lain di mulut lain di hati namun bisa pula dirinya mempunyai alasan lain agar orang yang diberi nasehat tidak membuat melebihi dirinya dalam soal prestasi atau kedudukan. Hal demikian biasa terjadi dalam institusi-institusi yang mempunyai jaring-jaring kepangkatan. Dalam sebuah institusi yang bertingkat, biasanya atasan selalu mengatakan, mendorong, dan mengharap agar bawahannya selalu meningkatkan kedisplinan, kerja keras, kapasitas diri, dan lain sebagainya.

Menjadi masalah bila atasan itu Jarkoni, dirinya sendiri sering terlambat datang ke kantor, pulang lebih cepat, dan kerja semaunya sendiri. Lebih parah bila atasan itu melarang bila ada bawahannya ingin meningkatkan kapasitasnya. Ada cerita di kampus-kampus, jajaran di tingkat jurusan dan fakultas melarang dosennya yang hendak melanjutkan pendidikan tingkat S2 atau S3. Jarkoni yang muncul di sini bukan lagi seseorang yang sifatnya dalam berkata, lain di mulut lain di hati, namun sudah pada tahap dengki dan iri bila ada bawahannya mempunyai prestasi yang lebih. Mereka melakukan Jarkoni karena dirasa prestasi bawahannya itu akan mengancam kedudukan dan reputasinya.

Kejadian yang demikian tidak hanya di kampus-kampus namun juga di birokrasi lainnya. Banyak atasan yang tidak suka pada bawahannya lalu bawahannya itu jarang atau malah tidak pernah diberi tugas, di satu sisi atasan itu selalu mendoron agar bawahannya meningkatkan prestasi, kerja keras, dan disiplin.

Dari Jarkoni yang ada, mungkin yang paling heboh adalah menjelang Pilkada Jakarta tahun 2017. Salah satu kandidat yang kuat untuk memenangi Pilkada itu adalah Walikota Bandung Ridwan Kamil. Sayang kesempatan menang dalam Pilkada itu tidak diambil oleh pria yang akrab dipanggil Kang Emil itu. Dirinya menyatakan mundur diri dari penjaringan calon gubernur Jakarta dan memilih fokus membangun Kota Bandung.

Salah satu sebab Ridwan Kamil tidak ikut dalam Pilkada Jakarta bisa jadi setelah bertemu dengan Presiden Jokowi. Dalam pertemuan itu disebutkan Jokowi memberi nasehat pada Ridwan Kamil agar tidak mengejar sesuatu yang lebih besar sementara masalah yang ada di depan mata belum terselesaikan.

Inti dari nasehat itu bisa diterjemahkan agar Ridwan Kamil tidak mengejar kedudukan serta jabatan dan diharapkan fokus membenahi Kota Bandung sampai masalah yang ada teratasi. Disebut pula, Jokowi memberi isyarat agar Ridwan Kamil tidak maju dalam Pilkada Jakarta. Pertemuan Jokowi dan Ridwan Kamil serta nasehat yang diberikan inilah yang menjadi kehebohan di media sosial. Banyak meme dan status yang lucu, nyindir bahkan mem-bully Jokowi. Pengguna media sosial mengunggah kalimat dan meme dalam status, mengapa Jokowi memberi nasehat seperti itu padahal dirinya sendiri tak sesuai dengan apa yang dinasehatkan pada Ridwan Kamil. Mengapa Jokowi tidak menyelesaikan masalah di Jakarta dan malah memburu jabatan yang lebih besar? Ya inilah namanya bila Jarkoni sudah mewabah dan menghinggapi semua orang.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun