Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Pilkada Serentak Efisien Anggaran?

10 Desember 2015   07:54 Diperbarui: 10 Desember 2015   08:09 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 9 Desember 2015, beberapa daerah melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak. Disebut serentak sebab Pilkada itu dilakukan pada hari, bulan, dan tahun yang sama. Pilkada serentak dilakukan dengan maksud dan tujuan terjadinya efisiensi anggaran. Pilkada yang dilaksanakan sebelumnya, yang tak serentak, disebut tidak efisien anggaran.

Benarkah Pilkada serentak ini bisa membuat anggaran menjadi efisien? Kalau kita cermati, sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Pasal dan ayat itu selanjutnya diatur dalam aturan hukum di bawahnya bahwa Pilkada dipilih secara langsung oleh rakyat bukan di DPRD.

Dari aturan ini kecuali Provinsi Jogkarta, seluruh daerah melakukan Pilkada untuk memilih kepala pemerintahannya setiap lima tahun. Bila di Indonesia ada 33 provinsi, 415 kabupaten, 93 kota, dan mereka melakukan Pilkada tak serentak maka dalam setahun, 316 hari dan 12 bulan, di Indonesia setiap harinya akan dilaksanakan sebanyak 1,5 Pilkada dan dalam sebulan ada 45 Pilkada.

Kalkulasi yang demikian membuat kita menjadi terperangah bahwa setiap hari di Indonesia terjadi Pilkada, tiada hari tanpa Pilkada. Kalkulasi yang demikian membuat kita berpikir sepertinya energi kita habis hanya untuk melaksanakan Pilkada. Hal inilah yang bisa jadi membikin semua berpikir bahwa Pilkada serentak perlu dilakukan sebagai upaya untuk membuat waktu dan pikiran kita tak habis sekadar memikirkan Pilkada.

Namun benarkah Pilkada serentak akan membuat anggaran menjadi lebih efisien? Nah hal yang demikian tentu perlu dikupas lebih lanjut. Kalau kita cermati, Pilkada masing-masing daerah: provinsi, kabupaten, dan kota memiliki anggaran sendiri-sendiri. Ketika dilaksanakan Pilkada, kabupaten, kota, dan provinsi, serentak apakah anggarannya bisa menyusut? Kalau kita lihat, masing-masing wilayah, provinsi, kabupaten, dan kota memiliki KPUD sendiri-sendiri dan memiliki wewenang masing-masing pula. Dengan adanya KPUD masing-masing maka keperluan pelaksanaan Pilkada itu sesuai dengan prediksi anggaran tersendiri. Dengan demikian maka anggaran yang digelontorkan dalam Pilkada serentak atau tak serentak akan tetap sama. Tidak bisa karena Pilkada serentak hanya KPUD saja yang diberi anggaran.

Pastinya masing-masing KPUD akan mencetak kertas suara masing-masing sebab mereka mempunyai catatan daftar pemilih yang tidak sama. KPUD kabupaten, kota, dan provinsi tentu akan mencetak kertas suara sesuai dengan jumlah pemilih yang terdaftar. Tidak hanya jumlah kertasnya saja yang tak sama namun gambar dan calon kepala daerahnya pun beda. Dengan demikian maka anggaran yang ada, antara yang serentak atau tak serentak akan tetap sama jumlahnya.

Mungkin ada yang mengatakan bahwa KPUD dan panitia turunannya bila Pilkada serentak dilakukan akan mempunyai satu gaji dalam satu kali pelaksanaan. Anggapan yang demikian bisa jadi namun sepertinya pelaksana Pilkada di kabupaten dan kota tak akan mau digaji satu kali sebab mereka mengatakan dirinya mengurusi dua Pilkada, yakni kabupaten dan provinsi atau kota dan provinsi. Pastinya mereka tidak mau hanya digaji untuk satu kali kegiatan. Sebab mereka mengurusi dua Pilkada maka mereka akan meminta dua kali gaji Pilkada. Dari asumsi ini maka semakin membuktikan bahwa Pilkada serentak atau tak serentak akan memakan biaya yang sama.

Pembiayaan anggaran Pilkada yang sama jumlahnya, baik serentak atau tak serentak, tak hanya dialami oleh pelaksana Pilkada namun juga oleh peserta calon kepala daerah. Dalam pemilu, meski mereka satu partai namun ada kecenderungan mereka akan jalan sendiri-sendiri untuk merebut pemilih. Apalagi koalisi di Pilkada provinsi dan kabupaten serta kota memiliki koalisi partai yang tak sama. Koalisi di kabuopaten dan kota bisa jadi tak sama dengan koalisi di provinsi. Dengan koalisi yang tak sama ini, mereka pastinya tak akan melakukan kampanye bareng-bareng sebab biasa dalam kampanye mereka akan melakukan negatif campaign bahkan black campaign. Bila mereka melakukan kampanye bareng tentu akan merugikan sebab yang terjadi bukan saling memuji namun saling sindir bahkan hujat. Keuntungan kampanye untuk membangun opini yang baik tentu tidak akan diperoleh bila mereka saling sindir bahkan hujat.  

Dengan demikian calon kepala daerah yang bertarung dalam Pilkada provinsi, kabupaten, dan kota meski ada yang satu partai namun mereka tak akan melakukan kampanye bareng. Bila demikian maka anggaran yang mereka keluarkan tetap saja sama meski Pilkada dilakukan serentak.

Pilkada serentak tahap pertama ini dilakukan sebagai upaya untuk menyerentakkan Pilkada seluruh Indonesia dan selanjutnya akan diserentakkan lagi dengan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Meski demikian, seperti paparan di atas, pemilu serentak ini tidak akan mengefisienkan anggaran pelaksanaan, baik penyelenggara pemilu maupun peserta. Biaya politik memang tak bisa dimurahkan, bahkan dari waktu ke waktu akan semakin mahal.

ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun