Perguruan tinggi sejak jaman manusia mulai mengembangkan ilmu, teknologi, dan kebudayaan, hingga saat ini diyakini sebagai lembaga yang terhormat. Dari lembaga ini lahir tokoh-tokoh yang mampu mengubah jaman yang menjadikan peradaban manusia menjadi lebih baik. Halaman ini tidak cukup bila disebutkan satu persatu alumni perguruan tinggi yang membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik.
Di perguruan tinggi, tidak hanya disemai hingga munculnya ilmu dan teknologi baru namun juga hadir rasa kepedulian pada lingkungan. Di Indonesia, sejak jaman pergerakan hingga saat ini, para mahasiswa sebagai orang yang bergelut di dalamnya, telah menyumbangkan perannya bagi kemerdekaan dan keberlangsung Indonesia.
Namun saat ini, perguruan tinggi di Indonesia mendapat sorotan yang cukup tajam yang membuat kredibilitasnya dipertanyakan. Sorotan masyarakat kepada perguruan tinggi itu adalah, pertama, banyaknya alumni dan guru besar dari perguruan tinggi melakukan tindakan korupsi. Saat di kampus, para mahasiswa, guru besar serta dosen menjadi orang yang dihormati. Keberadaan mereka diibaratkan kaum pertapa yang sedang mencari keberkahan dan kekuatan dari Yang Maha Kuasa yang selanjutnya keberkahan itu disampaikan kepada ummat manusia untuk kebaikan hidup di dunia dan akherat.
Namun ketika mereka keluar dari kampus, sikap dan mental mereka berubah drastis bahkan derajadnya lebih rendah daripada orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Suasana di luar kampus yang penuh godaan rupanya meruntuhkan mental para alumni, dosen, dan guru besar. Buktinya ketika mereka masuk ke dalam kekuasaan, mereka melakukan tindak korupsi.
Pembaca bisa mengira-ngira dan menerka-nerka, siapa orang-orang kampus yang menjadi menteri dan direktur BUMN di masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri hingga Susilo Bambang Yudhoyono yang melakukan tindak korupsi. Tindakan yang demikian membuat Ketua DPR Marzukie Alie mengatakan, yang maling-maling itu orang-orang pintar dan lulusan perguruan tinggi.
Kedua, perguran tinggi yang mendidik para mahasiswanya agar pandai, pintar, dan jujur dalam mengembangkan ilmu dan teknologi ditegaskan tidak boleh melakukan tindakan plagiat. Plagiat adalah mencuri karya orang lain dan diklaim sebagai gagasan dan idenya. Dalam realitanya banyak dosen bahkan guru besar di perguruan tinggi melakukan tindakan plagiat.
Tindakan yang demikian pastinya mengingkari hati nurani sebagai seorang akademisi dan ilmuwan yang ditekankan untuk selalu jujur dalam menyusun tesis, disertasi, dan pokok-pokok pikiran. Ada aturan yang tegas di perguruan tinggi bahwa tidak boleh ada kebohongan dan plagiat dalam mengembangkan ilmu. Di perguruan tinggi ternama bila ada yang melakukan hal yang demikian akan dipecat. Tindakan plagiat dilarang keras agar dari kampus muncul ide dan karya-karya baru yang bermanfaat bagi kehidupan.
Banyaknya dosen dan guru besar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang melakukan plagiat menunjukan adanya problem di kampus. Apa penyebabnya mereka melakukan hal yang demikian, bukankah mereka orang yang berilmu dan tahu etika keilmuan namun kok melakukan tindakan yang sangat tabu itu.
Ketiga, dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi ada suatu hal yang menarik, yakni ada seorang menteri yang hanya berijazah SMP. Apa hebatnya menteri itu sehingga hanya berijazah SMP, ia bisa menjadi menteri. Padahal sejak jaman Presiden Soekarno dan apalagi di masa Presiden Soeharto, jabatan menteri banyak dijabat oleh orang-orang yang mempunyai pendidikan tinggi, dari master, doktor, bahkan proffesor. Di masa Soeharto, banyak menteri lulusan universitas ternama di Amerika Serikat, University of California, hingga mereka disebut dengan Mafia Berkeley.
Adanya menteri yang hanya berijazah SMP itu menjadi pukulan bagi civitas akademika perguruan tinggi. Para dosen dan guru besar dituduh hanya pandai berteori dan tidak menguasai lapangan.
Benarkan tuduhan itu? Tuduhan itu pasti tidak benar sebab secara fakta memang dosen dan guru besar harus banyak teori. Semakin banyak terori berarti ia banyak tahu dan banyak mempunyai solusi pemecahan. Kemudian soal lapangan, itu tergantung dari bidang akademiknya, ada bidang akademik yang banyak menuntut di lapangan namun ada pula yang tidak menuntut banyak untuk berada di lapangan.
Pun menjadi pertanyaan, dimaksud dengan lapangan itu lapangan yang mana? Laboratorium bagi para ilmuwan fisika dan kimia juga bisa dikatakan lapangan. Apakah lapangan itu harus berada di tengah masyarakat? tentu tidak.
Terlepas bahwa sesungguhnya menteri yang hanya berijazah SMP itu sebenarnya adalah tim sukses Jokowi namun dengan adanya kejadian itu membuat banyak orang bertanya-tanya tentang pentingnya pendidikan. Muncul ungkapan di masyarakat mengapa sekolah tinggi kalau untuk menjadi menteri bisa dengan ijazah SMP. Dengan adanya kejadian menteri berijazah SMP itu bisa membuat orang malas melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H