Di sebuah sudut Kota Makassar, terhamparlah keindahan Masjid Quba, sebuah tempat suci yang menjadi rumah bagi seorang Marbut Masjid yang tak kenal lelah, Pak Adi. Hari demi hari, dia mengabdikan dirinya untuk merawat masjid tersebut, tak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran bagi anak-anak di sekitar sana.
Kisah hidup Pak Adi sungguh menginspirasi. Berdampingan dengan tiang-tiang megah masjid, dia hidup sederhana bersama istri dan dua anaknya. Penghasilan bulanan yang ia terima dari pengurus masjid sangatlah minim, bahkan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, kesabaran dan keteguhan hatinya tak pernah luntur.
Meski hidup dalam keterbatasan, Pak Adi tak pernah berputus asa. Dia mencari penghasilan tambahan dengan menjual mainan anak-anak di sekitar masjid dan kadang-kadang mengisi barasanji, mempertahankan martabatnya dalam keterbatasan yang ada.
Setiap hari, Pak Adi mengajarkan bukan hanya tentang agama, tetapi juga tentang keikhlasan dan ketabahan. Dia menjadikan setiap kesulitan sebagai pelajaran berharga bagi dirinya dan keluarganya. Meskipun hidupnya mungkin tidak seindah doa yang terucap di dalam masjid, Pak Adi tetap bersyukur atas setiap rezeki yang diberikan kepadanya.
Kisah hidup Pak Adi mengingatkan kita betapa pentingnya penghargaan dan dukungan kepada para pelayan masjid yang dengan tulus memakmurkan tempat ibadah kita. Dalam keterbatasan itu, terbukalah pintu kebesaran hati dan kepedulian kita untuk membantu mereka hidup dengan layak, sebagaimana mereka telah berusaha untuk memakmurkan rumah Allah dengan sepenuh hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H