Bismillahirrahmanirrahim...
Topik ini mungkin tidak menarik dan tidak ada yang membahas. Apalagi dizaman sekarang yang
bertaburan kecanggihan tehnologi tentu masalah ini tidak kekinian. Adat mungkin dianggap cerita usang
masa lalu yang tak perlu dipelajari apalagi dijalani. Untunglah dalam masyarakat Minang sendi-sendi
adat ini masih banyak yang dipakai, terutama dengan adanya Lembaga Kerapatan Adat seperti LKAAM
dan KAN yang menjadi poros agar adat tetap kokoh pada posisinya, tidak tergerus oleh zaman.
Adat basandi syarak dan syarak basandi Kitabullah, atau syarak mangato adat mamakai. Demikian
fondasi hukum adat Minangkabau diletakkan oleh leluhur, Ninik Mamak, para Panghulu dan Cadiek
Pandai pada masa dahulu. Berdasarkan azaz ini maka hukum Muamalah dalam syariat Islam secara
penuh diratifikasi oleh Adat Minang.
Karena Kitabullah berlaku sampai akhir zaman, sesungguhnya adat ini tidak akan pernah usang, karena
Allah Ta'ala sendiri yang menjamin. Fiqh Muamalah boleh saja disandarkan kepada mazhab tertentu,
karena setiap mazhab mempunyai landasan dan dalil yang semua kembali kepada Kitabullah. Namun
demikian, terlepas dari aturan baku dalam Fiqh Muamalah/Hukum Syarak, para pendahulu atau nenek
Moyang orang Minang membuat aturan tambahan sebagai pelengkap dari aturan umum yang ada dan
disesuaikan dengan kondisi alam, batin dan keunikan masyarakat Minang.
Dasar utama : "Lahu (Lillahi) ma fissamawati wama fil ardh", kepunyaan Allah apa yang ada dilangit dan
dibumi (Ayat Kursi -- Al Baqarah)
Konsep dasar ini menunjukkan bahwa diri kita sendiri bukan milik kita, tapi milik Allah Ta'ala, darisinilah
kemudian para masyaikh mengajarkan bahwa sebelum melakukan sesuatu hendaknya membaca
"basmalah". Apakah juga dalam jual beli, jawabnya "Iya". Nenek Moyang orang Minang menambahkan
aturan yang merupakan ekpresi dari Rasa Malu/Haya atas objek yang akan dijualbelikan yang
keberadaannya merupakan kreasi/ciptaan Allah dan tanpa campur tangan manusia.
Ada 2 macam objek yang diatur dalam adat Minang mengenai hal diatas, yaitu tanah dan binatang.
Kedua objek tersebut keberadaannya mutlak karena Allah, adat mengatur bahwa :
1. Tanah, tidak disebut jual beli, melainkan disebut "Isi Adat" yang ditandai dengan "samaso gagak
hitam" bila perpindahan tanah dimaksud untuk selamanya. Hasil dari tanah seperti beras, buah,
sayur dan lain-lain tidak termasuk, aturan ini berlaku untuk tanah saja.
2. Binatang, akadnya disembunyikan. Biasanya dengan menutup tangan yang ber akad dengan kain
sarung, tawar menawar terjadi dalam sarung dengan memegang jari tangan sesuai dengan
harga yang dikehendaki.
Demikianlah, begitu luhur Nenek Moyang mengajarkan kita untuk memakai Rasa Malu/Haya dalam
memperjualbelikan milik Allah Ta'ala.
Semoga bermanfaat, Wallahul Musta'an wa Allahu Yahdikum
Wassaalam
Ardi Tamin (Ilalang)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI