Bisnis pakaian bekas tidak bisa dianggap remeh, apalagi kini Thrifting sedang digandrungi generasi muda. Keuntungannyapun bisa mencapai puluhan jutaan rupiah.
Berawal dari hobi belanja pakaian secondhand di Pasar Poncol, Senen, Jakarta Pusat semasa sekolah dan kuliah, Faiz Aulia Rahman sadar kalau tren berburu pakaian bekas dengan harga murah tidak akan mudah hilang. Benar saja, generasi sekarang mengenalnya dengan istilah baru yang asing di telinga teman seumurannya:Â thrifting.
Pria muda asal Sukabumi itu mungkin bukan orang pertama yang berfikir jauh ke depan. Namun ia merasa cukup muda untuk memulai sesuatu dari sebuah kalimat "hobi jadi uang".
Faiz Aulia Rahman mulai berfikir untuk memulai jualan baju bekas ke teman-teman terdekat. Ia juga mencoba peruntungannya lewat forum jual beli daring di Kaskus yang sedang tren pada saat itu . Menurutnya, banyak peminat pakaian bekas selama itu masih layak pakai dan harganya murah.
Barulah pada 2010, selain menjajakan dagangannya lewat media sosial seperti Twitter dan Instagram, ia mencoba fokus membangun usahanya di sebuah rumah kontrakan di daerah Bogor dengan nama "Kamar Bekas". Ia melayani para pembeli dengan sistem COD (Cash on Delivery)Â dan juga pembeli dari luar kota dengan menggunakan JNE sebagai mitra pengiriman.
Seiring berjalannya waktu, Kamar Bekas mulai dikenal dan memiliki banyak pelanggan tetap hingga kini. Namun, kondisi pandemi mempengaruhi penjualannya. Alhasil, ia harus memutar otak bagaimana agar usahanya tetap berjalan dan berkembang lagi.
Pelan tapi pasti, kini Kamar Bekas menjelma menjadi sebuah Thrift Store yang lebih elegan. Berlokasi di Jalan Pandu Raya Nomor 8, Tegal Gundil, Kota Bogor, Kamar Bekas kini gagah berdiri di tempat yang lebih strategis untuk menyambut pelanggan yang datang ke toko. Kamar Bekas buka setiap hari sejak pukul 11 pagi hingga 10 malam.
Pakaian bekas seperti diberikan "kesempatan kedua" di sini. Suasana di dalam toko begitu nyaman dengan pilihan pakaian yang tertata rapi sesuai jenisnya. Sangat jauh dari kesan lapak pakaian bekas yang kotor, berantakan, serta pelayanannya yang tidak ramah.
Tak hanya jenis pakaian seperti kaos, jaket, dan kemeja, di sini juga tersedia topi, tas, hingga sepatu. Semuanya dalam kondisi baik, bersih, wangi, dan layak pakai. Soal kualitas, sudah barang tentu tidak diragukan lagi. Hal ini bisa dilihat dari brand-brand terkemuka yang meramaikan isi katalog Kamar Bekas.
Jika ditanya omset per bulan, Faiz menjawab seraya tertawa "30 jutaan kira-kira". Sebuah nominal yang mungkin membuat karyawan kantoran pada umumnya berfikir panjang untuk beralih jadi wirausahawan juga. Dalam sehari, Kamar Bekas bisa menjual puluhan hingga ratusan potong pakaian. Stok barang pun selalu datang di setiap minggunya.
Menurutnya, berjualan pakaian bekas itu menarik karena barang yang dijual tidak sama antara satu dengan lainnya. Pembeli yang datangpun seperti sedang mencari "harta karun" fesyen yang diinginkannya. Â Â
Faiz sudah menjadi pelanggan setia JNE sejak awal merintis bisnisnya. Pelayanan yang prima, jaringan yang luas se-Indonesia, serta banyak promosi yang menguntungkan seller hanyalah secuil dari banyak alasan mengapa JNE menjadi pilihan utama dalam membantu mengembangkan usahanya.            Â
Selain berkontribusi menunjang kebutuhan gaya hidup di era digital, JNE juga mendukung bergulirnya roda perekonomian Indonesia, khususnya untuk para pengusaha kecil dan menengah.
 "JNE adalah bagian dari perjalanan Kamar Bekas sejak awal hingga sekarang ini".
Soal target, Faiz tentu punya tujuan untuk lebih mengembangkan bisnisnya lagi di masa depan. Yang pasti, selama menggunakan JNE, Faiz merasa sangat terbantu untuk memperkenalkan dan menjual produknya ke seluruh Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H