[caption id="attachment_383396" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi: fonoaudiologos.wordpress.com"][/caption]
Does language really determine thoughts? Let’s compare English to Indonesian
Pernahkah kalian mendengar Sapir-Whorf Hypotesis? Meskipun bukan merupakan sebuah teori dan kontroversial bagi para peneliti, hipotesa ini masih terus diteliti oleh para Linguists, sebutan dari para ahli bahasa.
Adalah Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf, duo Linguists asal Amerika Serikat yang memformulasikan hipotesis ini. Mereka memaparkan dua hal, Linguistic Relativity dan Linguistic Determinism, sebagai weak version dan strong version hipotesisnya.
[caption id="attachment_383403" align="aligncenter" width="558" caption="Sapir & Whorf (quora.com)"]
Linguistic Relativity: Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan penalaran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
Linguistic Determinism: Bahasa mempengaruhi pikiran. Bahasa Ibu yang kita gunakan membentuk persepsi tersendiri bagi dunia sekitar.
Dari definisi ini, mari kita coba bandingkan bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris.
Between English and Indonesian
[caption id="attachment_383398" align="aligncenter" width="560" caption="jezebel.com & kapanlagi.com (edited)"]
Let’s start with an example. Sekarang ini sedang maraknya pembangunan apartemen mewah dimana-mana. Pernahkah anda mendengar nama depan apartemen mewah dengan sebutan “Riverside”? mungkin sebagian orang pernah mendengarnya. Bagi orang berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa Ibu (Mother Tongue), kata Riverside merupakan suatu hal yang positif karena identik dengan sesuatu yang indah dan bersih bagi nalar orang bule. Bagaimana bagi kita orang Indonesia? Jika diterjemahkan, Riverside berarti pinggir sungai/Kali. Berbeda dengan di Inggris, di benak pikiran kita orang yang berbahasa Indonesia, sungai/kali justru identik dengan suasana yang kotor, kumuh, dan sumber penyakit. Bagaimana orang bisa tertarik membeli sebuah hunian yang notabene terletak di pinggir sungai/kali di Indonesia? Sulit dibayangkan pastinya. Inilah yang disebut Linguistic Relativity, beda bahasa akan beda konsep pastinya.
[caption id="attachment_383400" align="aligncenter" width="286" caption="Apa sebutan untuk Perawat Pria? (goerie.com)"]
Bicara soal Linguistic Determinism, nampaknya bahasa Inggris dan bahasa Indonesia memiliki kesamaan. Hal ini terjadi pada penamaan jenis pekerjaan yang berkaitan jenis kelamin (gender). Harus kita akui, bahasa memang bersifat sexist atau memiliki istilah sendiri pada masing-masing gender. Sekarang ini, Nurse atau Perawat tidak lagi didominasi oleh wanita. Banyak pria yang bekerja sebagai perawat juga. Apakah ada istilah tersendiri untuk mereka? Mungkin Male Nurse atau Brother? Mungkin ada yang tahu? Meskipun bahasa Inggris dan bahasa Indonesia telah memiliki panggilan untuk perawat pria, jika istilah tersebut tidak pernah digunakan, akan hilang begitu saja. Bahasa akan membentuk pikiran kita bahwa tidak ada istilah untuk perawat pria (jika memang belum ada istilah yang banyak digunakan). Berbeda dengan istilah pekerjaan lain yang sudah memiliki namanya sendiri atau memang diterima orang sebagai jenis pekerjaan yang identik dengan pria maupun wanita, hal ini karena pengguna bahasanya sudah biasa menggunakannya seperti contoh: Camera Person, Chairperson, Police Officer, Doctor, President, dan lain-lain.
Ini hanyalah sebagian dari banyak contoh fenomena bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan konsep ini terjadi di semua bahasa di muka bumi. In this case, English. Bagaimana dengan bahasa lain? Dari tataran leksikal hingga pragmatik, terkadang apa yang diucap dan yang kita pikirkan sungguh berbeda dengan penutur aslinya, ada juga yang sama dengan bahasa Indonesia. Memahami hal-hal ini sangat bermanfaat agar komunikasi kepada orang yang berbeda bahasa terjalin dengan baik tanpa ada kesalahpahaman, because language is all about meaning.
So, does learning new languages change the way you think?
[caption id="attachment_383401" align="aligncenter" width="481" caption="theneuron.wikifoundry.com"]
Hal ini bisa terjadi, bisa juga tidak. Tetapi jika bahasa yang kita pelajari sangat berbeda dengan bahasa Ibu akan memberikan sebuah pemahaman baru atau mungkin merubah cara berfikir kita terhadap memahami makna sebuah kata atau ujaran dalam bahasa kita sendiri. Who knows? Keep calm and always learn. (RD)
Artikel terkait:
http://edukasi.kompasiana.com/2013/06/24/teori-sapir-dan-whorf-571822.html
Referensi tambahan:
http://www.linguisticsociety.org/content/does-language-i-speak-influence-way-i-think
http://linguistlist.org/ask-ling/sapir.cfm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H