Mohon tunggu...
Ardita Da'imah C
Ardita Da'imah C Mohon Tunggu... -

Allah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Ulasan) Hujan Bulan Juni

24 Februari 2018   21:52 Diperbarui: 26 Februari 2018   17:46 4687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tak Ada yang Lebih Tabah dari Hujan Bulan Juni

Sapardi Djoko Damono

Oleh :

Ardita Da'imah Cahyani (XI-RAWK)

Novel karya Sapardi Djoko Damono ini menceritakan tentang kisah kasih Sarwono dan Pingkan. Sarwono adalah dosen Antropolog, Universitas Indonesia, sedangkan Pingkan merupakan dosen dari jurusan Sastra Jepang. Pingkan adalah wanita blasteran Menado dan Jawa, sedangkan Sarwono adalah lelaki Solo tulen. Pemilihan tema dalam novel ini adalah cinta beda agama. Meskipun begitu novel ini memberikan suatu pembelajaran tentang toleransi antar suku dan umat yang beragama terbukti dalam penggalan berikut, "...seruan pengkhotbah untuk tidak memanfaatkan agama sebagai alat untuk mencapai appaun,.. itu menjadi dasar keyakinannya sebagai orang yang harus menghargai keyakinan orang lain.."(Hal.76).

Pemilihan latar tempat dalam novel ini pun cukup menarik seperti di UI sebagai kampus dimana mereka mengasa pendidikan, ".. atas perintah Kaprodinya di FISIP-UI" (Hal. 01). Universitas Indonesia (UI) adalah tempat Sarwono dan Pingkan sang perantau menuntut ilmu dan bekerja sebagai Prodi. Hubungan mereka sebenarnya bisa dikatakan sebagai incest satu universitas, namun berbeda fakultas. 

Selain itu gambaran tentang Ibu Kota Jakarta pun tak ketinggalan ikut andil menjadi bagian yang cukup penting, karena Jakarta adalah tempat Sarwono dan Pingkan mengenal kerasnya hidup dan berbagi kasih seperti kata Sarwono, " Masuk Jakarta lagi, masuk kemacetan lagi, masuk asap knalpot, masuk hutan belantara motor yang semakin lama semakin terasa sebagai dilemma." (Hal. 61). Itulah cara khas Sarwono dalam menyampaikan kebahagiaan nya berada di Jakarta, karena di dalam novel ini Sarwono menganggap Jakarta itu kasih sayang seperti halnya Solo. Latar waktu yakni pada tahun 2014-2015. Namun dalam novel ini tidak tergambarkan dengan jelas latar waktu pada tahun tersebut, kebanyakan cerita di novel ini terjadi pada pagi hari, "Sudah pukul 9, toko-toko mulai berbenah. Hujan belum juga sepenuhnya berhenti." (Hal.07).

Di bab awal, Sarwono merasa gembira karena tiga puisinya dimuat di sebuah koran bernama Swara Keyakinan. Sarwono adalah sosok pekerja keras yang lebih suka mengekspresikan perasaannya di sela-sela larik sajaknya, karena baginya rasa adalah momen yang perlu diabadikan melalui tulisan agar masih tinggal meskipun sudah terlewatkan. "Dan memang benar. Ada puisinya di koran, tiga buah, di sudut halaman yang pasti kalah meriah dibanding berita politik....." (Hal.04). Penggalan tersebut menunjukkan penggunaan alur campuran dalam novel ini yang dimulai langsung dari tahap Sarwono menerbitkan puisinya yang ditujukan untuk Pingkan nan jauh di Kyoto.

Pada bab dua, novel ini menceritakan tentang kisah Sarwono dan Pingkan dimulai yakni saat mereka pertama kali bertemu, "Ketika pertama kali mengenalnya di rumah Toar Pelenkahu,.. Sarwono langsung merasa dirinya menjadi tokoh utama sebuah sinetron dan adik Toar itu...."(Hal 11). Pada kutipan tersebut jelas menggambarkan titik mulai dari kisah perjalanan mereka berawal dari sana. Setiap kehidupan memiliki ujian dan likuan hidup, Sarwono dan Pingkan pun tak kalah dalam memeranginya. Terlebih mereka adalah karakter yang diciptakan sangat berbeda dilihat dari kota, budaya, suku, bahkan agama. 

Namun di bab dua ini, sosok Sarwono dan Pingkan digambarkan tidak mempersoalkan perbedaan agama dan saling mencintai satu sama lain seperti apa yang dikatakan oleh Sarwono, " Kitab boleh berbeda. Tetapi kenyataannya...boleh dibilang sama." (Hal.47). Selain itu tanggapan Pingkan ketika ditanya Benny mengenai kelanjutan hubungannya dengan lelaki jawa itu tak kalah serius nya, "Memangnya kenapa kalau aku pakai jilbab?" (Hal.48). Pada penggalan tersebut dapat dikatakan bahwa Pingkan adalah wanita yang teguh pada pendirian, bahkan ia bisa dibilang sudah memiliki rencana meninggalkan keyakinannya jika Sarwono meminta. 

Dua penggalan percakapan tersebut telah menunjukkan bahwa perbedaan tak bisa menghentikan tekad mereka dalam menggapai cinta dan cita untuk bersama. Sebenarnya permasalahan tentang beda agama dan suku ini dipermasalahkan oleh keluarga Pingkan. Mereka sering menanyakan kelanjutan hubungan Pingkan dan Sarwono yang terkadang sedikit menyudutkan Pingkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun