Mohon tunggu...
Timmy Ardian Roring
Timmy Ardian Roring Mohon Tunggu... Pustakawan - Pegawai Swasta

Seorang pekerja swasta yang mengaktualisasi diri dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Di Garda Terdepan Memperjuangkan Kehormatan Bahasa Persatuan

24 Oktober 2023   15:00 Diperbarui: 26 Oktober 2023   01:01 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

elum lagi lokasinya yang hanya 45 menit perjalanan menggunakan motor dari Danau Toba. Neni mengakui bahwa ketika kecil, dirinya kerap berenang dan menyelam di danau itu. Masih segar juga di ingatannya tentang betapa seringnya dulu ia menyantap olahan ikan hasil tangkapan dari danau terbesar di Asia Tenggara itu.

Dari sisi sosio-kultural, masyarakat Matiti begitu toleran dan menjaga persatuan di tengah adanya perbedaan keyakinan. Dalam kesederhanaan, penduduk asli Matiti hidup penuh rasa syukur. “Kami itu sering mengadakan acara syukuran, dan kami senang sekali bernyanyi,” kenang Neni.

Segala kenikmatan dan kenyamanan ini tentunya membuat Neni begitu betah tinggal di tanah kelahirannya itu. Namun tak terasa waktu berlalu begitu cepat dan Neni, yang dari kecil menempuh pendidikan di sekolah negeri, berhasil menyelesaikan masa belajarnya di bangku SMA. Tibalah sebuah dilema yang mengharuskannya memilih satu di antara dua pilihan.

Keputusan Besar dan Jalan Terjal di Awal 

Kedua orangtua Neni memiliki sebuah cita-cita yang mulia. Mereka ingin semua anaknya menjadi sarjana dan sukses di kota meskipun mereka hanya berasal dari keluarga petani sederhana. Neni-pun harus memilih antara merantau dan mencoba meraih gelar S1, sama seperti kakak-kakaknya yang lain demi memenuhi mimpi kedua orangtuanya, atau tetap berada di ‘zona nyaman’-nya dengan tetap tinggal di Matiti.

Setelah merenungkannya secara mendalam, Neni membulatkan tekad dan memutuskan untuk memenuhi mimpi kedua orangtuanya, meski itu artinya ia harus meninggalkan segala kenikmatan yang ia rasakan di kampung halamannya. Keberaniannya itu juga dikompori oleh sebuah keinginan kuat yang bersemayam dalam dirinya untuk meraih kesuksesan di kota besar.

Keputusan Neni ini membawanya menuju Riau. Sayangnya, di perantauannya yang pertama ini, ia harus menghadapi jalan yang berliku dan berbatu. Saat berkuliah di Pekanbaru, ia mengakui bahwa dirinya tidak percaya diri dalam bersosialisasi. Jam kuliah malam yang baru tuntas pukul 22.00 juga berdampak negatif terhadap kesehatan Neni. Ia berulang kali jatuh sakit. Merasa gagal dalam beradaptasi dan terus dihantui rasa rendah diri, ia-pun sempat menyerah dan meninggalkan kuliahnya.

Mimpi yang Belum Mati

Namun asa kembali terajut kala Neni menginjakkan kaki di Surabaya. Awalnya, kunjungan Neni ini hanya untuk jalan-jalan saja atas undangan saudara kandungnya yang telah lebih dulu merantau dan menetap di sana. ‘Healing’ begitu kata muda-mudi sekarang. Tapi kebetulan, saat ia berada di Kota Pahlawan itu, ada penyelenggaraan ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri yang waktu itu masih dikenal dengan istilah SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Kakak Neni lalu memotivasinya untuk ikut SPMB. Neni, yang sempat ragu, akhirnya mengikutinya dan menetapkan Pendidikan Bahasa Indonesia sebagai pilihan pertama jurusan yang diminati.

Ada beberapa alasan yang mendorong Neni mantap untuk memilih jurusan ini. Pertama, Neni merasa bahwa pilihan karir sebagai seorang guru Bahasa Indonesia seringkali dipandang sebelah mata, dan karena itulah, ia merasa terpanggil untuk membuktikan bahwa pekerjaan ini sejatinya adalah pekerjaan yang luhur. Ia-pun bertekad menjadi sosok guru yang inspiratif sehingga banyak orang akan terdorong untuk mengambil pilihan karir yang sama.  

Selain itu, Neni juga punya “misi pribadi” untuk menguasai Bahasa Indonesia sepenuhnya karena saat di Matiti, sehari-hari ia lebih banyak berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun