Mohon tunggu...
Ardi Prasetyo
Ardi Prasetyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Musik, Literasi, Bisnis

Begitu banyak instrumen kehidupan, seperti halnya musik. Lalu, kupelajari satu per satu, pun agar harmonis hidup yang kumainkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ngomong nggak, ya?

9 Februari 2019   05:14 Diperbarui: 9 Februari 2019   06:04 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: itunes.apple.com

Rasa ingin marah dan perasaan tidak enak hati merupakan suatu kondisi psikis yang umum dialami oleh setiap orang. Perasaan ini timbul dalam berbagai permasalahan sehari-hari dan bersifat dilematis. Bertindak takut salah, diam pun salah. Jadi, serba salah.

Contohnya, ketika tetangga kost yang merupakan kakak angkatan kita memutar musik keras-keras saat tengah malam. Mau marah tapi dia senior yang sering kita pinjam buku-bukunya. Kalau tidak ditegur, mengganggu orang tidur. Serba salah jadinya.

Contoh lainnya, ketika seorang teman sering meminjam sepeda motor kita, tapi tidak pernah mengisi ulang bensinnya. Kalau marah nanti dibilang perhitungan. Kalau didiamkan, tindakannya merugikan. Sungguh berlawanan, satu sisi memancing amarah, di lain sisi rasanya tak enak hati.

Apabila kita cermati, maka amarah dan perasaan tidak enak hati ini muncul karena adanya ketimpangan antara kepentingan orang lain dan kepentingan diri kita sendiri. Dari contoh pertama, dapat dinilai bahwa tetangga kost mementingkan diri sendiri tanpa memperhatikan orang lain. Begitu pula pada contoh kedua, teman yang sering meminjam sepeda motor tidak memperhitungkan pengeluaran bensin si pemilik.

Ada beberapa tipe orang dilihat dari penyelesaian masalah sehari-hari semacam ini. Mungkin setengah populasi manusia memilih mengalah, seperempat memilih marah-marah, seperempat lainnya berusaha menemukan jalan tengah.

Pertama, orang yang pengalah. Orang tipe ini mungkin cenderung lebih mementingkan orang lain ketimbang dirinya sendiri. Ia akan membiarkan tetangga kost memutar musik kencang-kencang saat tengah malam dan juga membiarkan temannya sering meminjam sepeda motornya tanpa mengisi bensin. Bisa jadi, prinsipnya adalah "yaudahlah, asal orang lain senang, lebih baik diam dari pada menyinggung perasaan". Artinya, ia membiarkan terjadi ketimpangan karena terlalu besarnya rasa tak enak hati. Sehingga masalah tak terselesaikan dan ia pun terpaksa menanggung kerugian.

Kedua, orang yang pemarah. Bisa jadi orang tipe ini cenderung lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Mungkin ia berprinsip "jangan sampai aku yang rugi, persetan dengan perasaan orang lain". Artinya, ia beranggapan bahwa perasaan orang lain tak sebanding nilainya dengan kerugiannya yang mungkin tak seberapa. Oleh sebab itu, kemungkinan orang tipe ini akan berdiri di pintu kamar kost tetangganya dan berteriak dengan nada tinggi. Selain itu, ia juga dengan santainya akan terang-terangan tak meminjamkan sepeda motor ke temannya karena kerugian bensin. Alhasil, bukannya menyelesaikan masalah, ia justru berpotensi menimbulkan masalah baru. 

Ketiga, pemikir jalan tengah. Orang tipe ini berorientasi pada keseimbangan antara kepentingan orang lain dan diri sendiri. Mungkin prinsipnya adalah "adil tanpa menyakiti". Dengan prinsip tersebut, maka kemungkinan penyelesaian yang ia ambil adalah sebagai berikut. Ia akan mengetuk pintu tetangga kost-nya dan berkata dengan sopan, "Kak, ini kan sudah tengah malam, waktunya istirahat. Supaya yang lain bisa tidur dengan nyaman, volume musiknya boleh tolong dikecilkan?" 

Pada teman yang satunya, ia bisa saja berkata, "Bro, kebetulan uang bulanan kita kan kurang lebih sama. Kamu boleh pinjam sepeda motorku, tapi supaya adil, alangkah baiknya kalau kamu bersedia mengisi ulang bensinnya setelah dipinjam. Kamu tidak keberatan kan?" Dengan berpikir, mempertimbangkan kepentingan orang lain dan diri sendiri, maka diperoleh jalan tengah. Sebuah penyelesaian untuk mencapai titik keseimbangan.

Kesimpulannya, tidak enak hati merugikan diri sendiri. Mudah marah tak menyelesaikan masalah. Maka dengan berupaya memikirkan jalan tengah, permasalahan dapat diselesaikan tanpa ada yang dirugikan dan tanpa ada perasaan yang dikorbankan. Jadi, mari melawan amarah dan rasa tak enak hati dengan cara berpikir, berpikir, dan berpikir sampai menemukan jalan tengah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun