Mohon tunggu...
Ardi Prasetyo
Ardi Prasetyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Musik, Literasi, Bisnis

Begitu banyak instrumen kehidupan, seperti halnya musik. Lalu, kupelajari satu per satu, pun agar harmonis hidup yang kumainkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Efek Rocky Gerung

3 Februari 2019   01:50 Diperbarui: 3 Februari 2019   04:13 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama kali melihat sosok Rocky Gerung di layar kaca, saya mengira beliau adalah seorang pengusaha. Bagaimana tidak, di sebuah program televisi ILC (Indonesia Lawyers Club), gaya berpakaian dan gaya bicara beliau di luar imajinasi saya terkait sosok seorang politisi. Dalam balutan kemeja lengan pendek yang tidak terlalu formal dan dengan logat bicara yang terkesan kurang lancar, beliau menampakkan diri dalam forum pejabat tinggi dan para politisi. Dalam hati, saya bertanya, "Apa istimewanya orang ini sampai diikutsertakan dalam forum sekelas ILC?"

Setelah kesekian kali secara tidak sengaja saya menyaksikan Rocky Gerung di ILC, saya semakin penasaran dengan sosoknya. Ketika didengarkan dengan seksama, susunan kalimat yang diucapkannya menghantarkan satu makna yang jelas dan tajam. Gaya bicaranya yang terkesan kurang lancar dan banyak jeda, justru memberikan waktu yang cukup bagi pendengar untuk dapat mencerna gagasan yang disampaikannya. Saya pun semakin penasaran dan berpikir bahwa pengusaha ini sepertinya sosok yang luar biasa.

Di lain hari dalam acara ILC, saya mendengar Rocky Gerung dipanggil "prof" oleh narasumber lainnya. Sontak saat itu saya berpikir bahwa beliau adalah seorang pengusaha yang bergelar profesor. "Keren juga," pikir saya, "pantas saja wawasannya luas dan penyampaiannya berani dan jelas." Masalah politik, masalah sosial, masalah akademik, literasi beliau sepertinya cukup banyak sehingga tampak begitu menguasai. Setiap kali gilirannya bicara, sedikitnya saya mendengar lima kata baru yang belum saya ketahui definisinya. Contohnya: diskursus, dialektika, semiotik, hegemoni, demagog, pedagogi, dsb. Selain itu, sentilan-sentilannya tak jarang mengundang tawa. Salah satunya, "Orang yang suka bikin power point itu, biasanya tidak punya power dan tidak punya point". Ada lagi, "Saya mungkin memang sering menyesatkan, tapi menyesatkan ke jalan yang benar." 

Pada hari-hari berikutnya, saya mendengar polemik soal panggilan "prof" dan status akademik Rocky Gerung. Beliau disebut-sebut sebagai profesor abal-abal, dosen UI gadungan, dan sebagainya. Hal itu justru membuat saya semakin penasaran. Lalu, saya pun mencari tahu di Google tentang identitasnya. Ada banyak hal yang saya temukan, dan itu semua mematahkan pandangan saya yang sebelumnya menduga bahwa beliau adalah seorang pengusaha. 

Beberapa informasi yang saya temukan di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, beliau tidak resmi memiliki gelar profesor, melainkan hanya panggilan dari rekan akademisi dan para mahasiswanya sebab beliau dianggap memiliki otak yang genius dan bukan beliau yang meminta dipanggil "prof". Kedua, beliau adalah dosen tidak tetap di UI yang telah mengajar 15 tahun tanpa ambil gaji, kalau tak salah sampai tahun 2015. Ketiga, beliau sama sekali tidak memegang satu pun ijazah sarjana, meskipun beliau berhasil menyelesaikan program S1 Filsafat di UI. Keempat, berkat kecerdasannya, meskipun hanya tamat S1, beliau dipercaya mengajar Filsafat mulai dari jenjang S1 sampai S3 di UI. Kelima, beliau adalah dosen pembimbing Dian Sastrowardoyo. Keenam, beliau adalah rektor SETARA Institute. Ketujuh, beliau merupakan sahabat Gus Dur semasa hidupnya. Kedelapan, beliau hobi naik gunung. Kesembilan, beliau seorang jomlo sampai saat ini. Dari sekian banyak informasi tersebut, saya tidak meminta Anda untuk percaya begitu saja. Jadi, usahakan untuk cross-check sendiri dari berbagai sumber yang ada.

Tulisan ini saya buat untuk mengekspresikan kekaguman saya terhadap Rocky Gerung. Namun, rasanya perlu saya tegaskan bahwa asal muasal kekaguman tersebut bukan dari latar belakang dan pesan yang beliau sampaikan, melainkan pada proses berpikir dan kekayaan literasinya. Oleh sebab itu, saya tidak terpengaruh pada berbagai argumen dan keputusan hidupnya. Efek yang secara jelas saya rasakan adalah tentang upaya untuk merawat akal sehat, yakni dengan membaca literasi sebanyak-banyaknya. Dengan begitu, pikiran kita akan senantiasa terasah, wawasan bertambah, tidak mudah salah arah, tetap dinamis dalam dunia yang terus berubah, dan semakin bijaksana dalam menghadapi berbagai masalah. Begitulah efek kemunculan sosok Rocky Gerung menurut pengalaman pribadi saya.

No Rocky, No Party!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun