Mohon tunggu...
Ardin Banget
Ardin Banget Mohon Tunggu... lainnya -

Hanya manusia biasa yang suka senang-senang, lahir di Palu, pernah tinggal di Jogja dan Jakarta, sekarang sudah pulang kampung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang Tua Durhaka Kepada Anak

14 Februari 2010   08:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:56 1944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_74139" align="alignleft" width="146" caption="Gambar didownload dari : http://i31.photobucket.com/albums/c363/goliwet/pengemis_bogor.jpg , tanggal14/02/2010, jam 15.12"][/caption]

Hanya ingin sharing cerita aja…

Mungkin diantara saudara/i sudah ada yang mengetahuinya….saya belum lama ini saja.

Karena ada sesuatu urusan di Salemba, pagi itu saya naik kereta (KRL) ekonomi menuju stasiun Cikini. Seperti biasa, kereta dari arah selatan pada pagi hari selalu penuh sesak dengan manusia. Tiba di Cikini perjalanan saya lanjutkan dengan jalan kaki menuju Salemba, melewati pasar Cikini dgn lorong2nya yg sempit, yang klo saling berpapasan kadang kita harus berjalan miring. Setelah berhasil melewati pasar, sebelum menyebrangi jembatan kayu sungai Ciliwung, karena kehausan saya berhenti di sebuah kios utk membeli sebotol air kemasan. Saat itulah saya melihat di samping saya seorang Ibu dengan anaknya yang masih balita.

Si anak yang masih balita itu terus menangis sejadi-jadinya sementara si Ibu sibuk menyiapkan minuman yang ternyata hanya air putih, maaf… bening maksud saya. Saya liat si Ibu menghancurkan sejenis tablet dan dimasukkan ke dalam minuman si bayi. Ohhh rupanya si balita lagi sakit pikirku.

Setelah urusan saya di Salemba selesai, saya balik lagi ke Stasiun Cikini dengan rute jalan kaki yang sama. Di kereta ekonomi menuju Depok, kembali saya bertemu dengan si Ibu dengan bayinya. Kali ini si Ibu menggendong bayinya yang sedang tertidur pulas dalam balutan sarung gendongan sang Ibu, sangat pulas. Sementara di sisi lain tubuh si Ibu, digendongnya pula seperangkat sound system yang tidak berhenti2 melantunkan lagu2 sedih. Tangan kanan si Ibu memegang bungkusan berkantong sementara tangan kirinya memegang mic rophone. Sambil bernyanyi, si Ibu berjalan di dalam lorong kereta menghampiri setiap penumpang sambil menyodorkan kantong bekas bungkusan permen. Ada beberapa yang memasukkan sejumlah uang ke kantong tsb, tapi lebih banyak yg tidak, saya sendiri tidak.

Si Bayi yang sekitar dua jam yang lalu menangis dengan sangat kerasnya, saat itu dalam gendongan si Ibu tertidur dengan pulas. Padahal di sampingnya meraung-raung sound system diiringi suara ibunya yang jauh dari merdu. Belum lagi hiruk pikuk pedagangasongan keliling yang menawarkan dagangannya dengan setengah berteriak. Si bayi cuek aja, tertidur pulazzz….

Kejadian ini telah memberi jawaban atas pertanyaan saya selama ini. Mengapa anak-anak balita yang sering saya lihat ikut mengemis dan mengamen bersama ibunya selalu tertidur pulas, seolah-olah mengerti dan tidak rewel saat ibunya sedang berusaha mencari uang.

Yang ada di jembatan2 penyeberangan seolah tidak terganggu dengan lalu lalangnya manusia, yang di pinggir jalan tidak terganggu dengan lalu lalang kendaraan dan terik panas matahari dan hujan, yang di dalam kereta ekonomi, di pasar2, dsb…dsb.

Terbayang tidak, bagaimana jadinya sistem saraf si anak kelak jika setiap hari diberi obat tidur. Jakarta ohh…Jakarta…siapa suruh datang Jakarta!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun