Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya akan rempah-rempah dan sumber daya alamnya. Keberlimpahan ini telah berkontribusi besar terhadap kekayaan kuliner Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke, setiap daerah memiliki jajanan tradisional yang tidak hanya lezat, tetapi juga sarat akan nilai budaya dan sejarah. Mulai dari klepon yang manis dan kenyal, hingga lemper yang gurih dan padat, jajanan tradisional selalu menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia. Namun, di era modern ini, minat terhadap jajanan tradisional di kalangan generasi muda, khususnya Generasi Z, tampak semakin menurun. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan punahnya warisan kuliner yang berharga ini. Mengapa hal ini terhadi? Dan bagaimana kita bisa mengatasi dilema ini?
Generasi Z, yang terdiri dari individu yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh dalam era digital dan globalisasi yang pesat. Paparan terhadap budaya asing melalui media sosial, internet, dan film, membuat mereka lebih akrab dengan makanan cepat saji dan kudapan internasional. Bubble tea, boba, churros, atau cruffle mungkin lebih menarik perhatian mereka dibandingkan dengan cenil, clorot, grontol, serabi, atau getuk. Fenomena ini tidak hanya memengaruhi pola konsumsi makanan, tetapi juga mengancam keberlanjutan jajanan tradisional sebagai warisan budaya.
Gen Z hidup dalam dunia serba cepat, praktis dan terbiasa dengan segala sesuatu yang instan dan mudah diakses. Jajanan tradisional umunya dibuat dengan proses yang lebih rumit dan membutuhkan waktu lebih lama sehingga kalah dengan makanan modern yang praktis dan mudah didapat. Hal ini juga yang menyebabkan minimnya regenerasi yang dapat memasak jajanan tradisional.
Selain itu, estetika visual juga memainkan peran penting. Dalam era media sosial, tampilan makanan menjadi sangat penting. Jajanan tradisional yang biasanya disajikan dengan cara sederhana dan kemasan tradisional seringkali kalah menarik dibandingkan dengan makanan modern yang dikemas dengan cara yang lebih kreatif dan fotogenik. Generasi Z, yang sering memposting foto makanan di media sosial, cenderung memilih makanan yang tidak hanya enak, tetapi juga menarik secara visual.
Lantas, bagaimana cara agar jajanan tradisional dapat dilirik Gen Z?
Pertama, inovasi dalam penyajian dan kemasan adalah kunci. Inovasi ini tentu saja tanpa mengubah rasa dan esensi dari jajana tersebut. Misalnya kue tok dimodifikasi bentuknya seperti buah, pastinya lebih menarik daripada yang konvensional. Apakah isinya berbeda? Tidak, isi dan teksturnya sama, hanya bentuknya yang diubah jadi keren dan lebih fotogenik. Selain itu juga dapat mengubah kemasan menjadi lebih modern dengan desain menarik yang memungkinkan jajanan tradisional dijual ke pasar yang lebih luas seperti supermarket, stasiun, ataupun bandara,
Kedua, edukasi mengenai nilai budaya dan sejarah dari jajanan tradisional sangat penting. Generasi muda perlu memahami bahwa jajanan tradisional bukan hanya makanan, tetapi juga bagian dari identitas dan sejarah bangsa. Kampanye melalui media sosial, program sekolah, dan acara kuliner bisa menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan kesadaran ini. Misalnya, melalui video pendek di TikTok atau Instagram yang menjelaskan proses pembuatan dan sejarah jajanan tradisional, atau mengadakan festival kuliner yang menampilkan berbagai jajanan tradisional dengan konsep yang menarik.
Ketiga, kolaborasi dengan influencer dan selebriti juga dapat membantu mempromosikan jajanan tradisional. Generasi muda cenderung mengikuti tren yang dibawa oleh tokoh-tokoh yang mereka idolakan. Dengan melibatkan influencer dalam kampanye pelestarian jajanan tradisional, diharapkan dapat meningkatkan minat dan rasa bangga Gen Z terhadap kuliner lokal. Misalnya, mengundang influencer untuk mengunjungi tempat pembuatan jajanan tradisional dan membagikan pengalaman mereka melalui platform media sosial.
Keempat, dukungan dari pemerintah dan komunitas lokal sangat diperlukan. Pemerintah dapat memberikan insentif atau bantuan bagi pengusaha jajanan tradisional agar dapat terus beroperasi dan berinovasi. Selain itu, komunitas lokal bisa mengadakan acara-acara yang mengangkat tema kuliner tradisional, seperti pasar jajanan atau workshop memasak jajanan tradisional. Dengan dukungan yang tepat, jajanan tradisional dapat tetap hidup dan dinikmati oleh generasi-generasi mendatang.
Indonesia memiliki kekayaan rempah-rempah dan sumber daya alam yang melimpah, yang menjadi fondasi dari kekayaan kuliner Nusantara. Ditanam dengan baik di berbagai pulau Indonesia, rempah-rempah seperti kayu manis, cengkeh, pala, dan lada telah digunakan dalam berbagai masakan dan jajanan tradisional, memberikan cita rasa yang unik dan tak tertandingi.oleh sebab itu, melestarikan jajanan tradisional khas Nusantara bukan hanya tentang mempertahankan makanan, tetapi juga menjaga warisan rempah-rempah dan kekayaan alam Indonesia yang telah diwariskan nenekmoyang kita dari generasi ke generasi.
Menurunnya minat Gen Z terhadap jajana tradisional memang menjadi tantangan besar dalam melestarikan warisan kuliner Indonesia. Sebagai generasi penerus bangsa marilah kita bersama-sama melestarikan makanan dan jajanan tradisional agar tidak hilang ditelan zaman dan agar generasi mendatang tetap bisa menikmati cita rasa asli Indonesia.