Mohon tunggu...
Ardinal Bandaro Putiah
Ardinal Bandaro Putiah Mohon Tunggu... wiraswasta -

Perenungan orang kampung untuk Negeri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Uji Materil UU Pilpres : Untuk Penguasa?

19 Januari 2014   01:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:42 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1390070206139364184

sumber gambar : http://www.acehclick.com/wp-content/uploads/2012/06/Yusril-Ihza-Mahendra.jpg Suasana perpolitikan di tanah air beberapa hari ini akan semakin panas dengan diagendakannya tentang pengujian UU Pilpres oleh pakar hukum tata negara Prof.Dr. Yusril Ihza Mahendra. Semua mata tertuju ke Mahkamah Kontitusi (MK) seperti apa hasilnya nanti. Tentu saja jika permohonan ini ditolak tidak mempunyai konsekwensi akan tetapi jika ini dikabulkan tentu saja babak baru gonjangan politik dengan berbagai badai atau mungkin juga tsunami akan terjadi. Kompetensi dan kapasitas dari seorang Yusril Ihza Mahedra tidak kita ragukan lagi. Barangkali kita semua masih ingat bagaimana Yusril berhasil "menjatuhkan" Jaksa Agung Hendarman Supanji yang tidak sah lagi memegang jabatannya sesuai dengan aturan Hukum Tata Negara. Yusril tentu saja tidak gegabah menghitung langkahnya. Gugatannya terhadap KPU tentang tidak diloloskannya Partai Bulan Bintang sebagai peserta pemilu 2014 telah membuktikan kepada kita semua bahwa ia tidak sembarangan. Barangkali perjuangan Yusril untuk meloloskan PBB sebagai peserta pemilu bukanlah seutuhnya untuk PBB, tetapi menurut hemat saya pertarungan integritas, kapasitas dan kapabilitasnya sebagai seorang ahli hukum tata negara. Hal yang menarik adalah pertanyaan tentang apa sesungguhnya motif diajukannya uji materil terhadap UU Pilpres ini yang menjadi pertanyaan besar kita. Kenapa baru hari ini Yusril punya niat dan melakukannya? pada hal kita sudah melaluinya beberapa pemilu sejak kita kembali kedalam sistem demokrasi yang kita sepakati. Kenapa tidak pada tahun 2004 atau 2009 yang lalu? Kenapa setelah Hamdan Zoelva menjadi Ketua MK?  Tentu saja yang tahu itu semua adalah Yusril sendiri. Menarik memang ketika kita membaca pertarungan Yusril dengan Raden Nuh di twitter yang memberikan pemahaman tersendiri bagi kita yang mengikutinya. lihat ini https://twitter.com/Yusrilihza_Mhd Pertanyaan yang menggelitik adalah Yusril yang saat kemunculannya ketika reformasi muncul adalah seorang yang mengaku mewarisi amanah kalau tidak salah "peniti emas" dari seorang pemimpin besar, negarawan yang disegani didalam maupun luar negeri, seorang yang benar -benar menunjukkan dirinya sebagai pemimpin sejati yakni Dr. H. Muhammad Natsir. Seorang negarawan yang shalih dan mencintai negerinya dengan sepnuh jiwanya. Tentu saja pertanyaan itu adalah apakah pengujian UU Pilpres ini merupakan sebuah sikap kenegarawan Yusril atau hanya sebuah ego ketersinggungan atas kependekarannya sebagai pendekar hukum tata negara? Yusril tentu saja sudah menghitung resiko dari semua itu, akan tetapi jika benar pada saat ini ada yang salah dan menyimpang dari UUD 1945, bukankah kita belum sepenuh dan seutuhnya menjalankan UUD  tersebut? atau memang mungkin Yusril yang selama ini boleh dikatakan sebagai seorang pemimpin bangsa sudah berubah menjadi pengabdi penguasa seperti yang diisukan atau berminat menjadi penguasa ketika melihat pada saat ini hanya inilah peluangnya untuk tampil untuk itu? Wallahu'alam. Kita sepakat UUD 1945 harus dijalankan secara murni dan konsekwen, tetapi apakah sudah tepatkah untuk saat ini UU pilpres ini dirubah? Kita sepakat denga niat baik Yusril, tapi apakah tidak terlalu besar harga yang harus dibayar untuk ini? tidakkah rakyat kembali harus dihadapkan dengan rasa frustasi dengan kondisi negaranya sendiri, yang sudah jenuh dengan akrobat politik yang disuguhkan lima tahun terakhir ini? Tentu saja kita berharap Yusril Ihza Mahendra bisa tampil sebagai pemimpin yang sangat mencintai rakyatnya, seperti Rasulullah yang tidak memaksakan dirinya berhaji samapai terjadinya perjanjian Hudaibiah. Kita tidak ingin negeri ini hanya melahirkan penguasa-penguasa baru setelah reformasi tapi sangat miskin dengan pemimpin-pemimpin yang bisa diteladani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun