Mohon tunggu...
Ardiansyah
Ardiansyah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pendidik

Belajar-Lakukan-Evaluasi-Belajar Lagi-Lakukan Lagi-Evaluasi Kembali, Ulangi Terus sampai tak terasa itu menjadi suatu kewajaran. Mengapa? Karena Berfikir adalah pekerjaan terberat manusia, apakah anda mau mencoba nya? Silahkan mampir ke : lupa-jajan.id

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mendung Hari ini

17 September 2024   00:01 Diperbarui: 17 September 2024   00:07 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mendung berarak di ujung senja,  
seperti rasa yang tak terungkap,  
menggantung di langit penuh harap,  
menghadirkan kenangan dalam hening.

Di bawahnya, daun-daun berbisik,  
menggenggam embun yang tak pernah jatuh,  
seolah menunggu hujan menari,  
di atas tanah yang merindu.

Cahaya samar mengintip malu,  
di balik tirai awan kelabu,  
aku teringat senyummu,  
yang seakan terhapus oleh waktu.

Mendung, kau adalah puisi,  
yang tak pernah selesai ditulis,  
mengalir dalam setiap detak jantung,  
dari rindu yang tak pernah padam.

Di saat hujan tiba,  
biarkanlah semua rasa mengalir,  
seperti air yang membasahi bumi,  
membawa pergi segenap gundah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun