Pada suatu momentum, perempuan gagah berani menempuh perjalanan dari barat menuju timur, di sudut kota metropolitan, tiba di terminal yang tak pernah sepi persinggahan menunggu jemputan. Seorang lelaki yang terlambat menjemput, harus tergesa-gesa, memacu gas penuh kekhawatiran, mengebut kegirangan antara senang dan merasa salah, membelah keramaian kendaraan.
Telah tiba, sang kekasih telah berhasil ku jumpa, beranjak menuju daerah pinggiran dengan senang riang. Sepanjang jalan, kami bercerita dan sama sama tak ingin moment ini segera bermuara.
Tibah di rumah, seorang ibu separuh baya, menemuinya, berdialog mesra dan membuat si puan tersipu malu bercampur gembira. Semua tertuju padanya, mengajukan bak pertanyaan, siapa gerangan ?
Malam semakin malam, kini tinggal aku dan dia, kami berdialog dengan romansa berbeda, masih sangat teringat bagaimana ia tersenyum dan tertawa, memecah sunyinya malam dengan ceria. Kami berbicara untuk sama sama saling erat untuk terus bersama. Kami sepakat untuk saling memahami dan saling menghindari masing masing egois pribadi
Kami saling mendekap dan menggenggam, hingga dekapan dan genggaman yang terlalu erat membuahkan jarak, pertengkaran, perdebatan di antara kami dan menggiring kami pada ujung tanduk sebuah hubungan.
Hari berjalan, semakin menjadi dan terkendali, tidak ada haluan di antara kami, kami masing-masing membela diri sendiri. Dan menyelamatkan diri tanpa penduli siapa yang tersakiti. Sebuah peristiwa yang kami sepakati untuk saling menghindari kini terjadi. Situasi semakin parah, hingga kami harus mengakhiri tanpa pamit dan peduli, dan sama sama menghilangkan diri hingga saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H