Mohon tunggu...
Ardi Winata Tobing
Ardi Winata Tobing Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk mengingat.

Prokopton.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mereka yang Untung dan Buntung Pasca Eksekusi Mati

29 April 2015   22:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:32 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mirip sebuah drama, ending eksekusi mati tahap kedua dini hari tadi tersaji dramatis. Kita disuguhkan cerita detik-detik terakhir para calon jenazah yang mengharu biru dan penuh momen sentimentil. Perpisahan yang didalangi kematian memang mudah menguras air mata. Bukan apa-apa, kematian adalah satu dari sedikit hal yang “pasti” tentang manusia.

Prosesi perpisahan para terpidana mati pun berlangsung pilu. Mulai dari Andrew Chan yang meminta diizinkan menikah sebelum menghadap moncong senjata, Myuran Sukumaran yang ingin dieksekusi dengan mata terbuka agar bisa melihat dunia untuk terakhir kalinya hingga keajaiban kisah lolosnya Mary Jane dari sang kematian yang padahal sudah bertatap rupa dengannya.

Namun seperti banyak kejadian fenomenal yang pernah terjadi, eksekusi mati semalam menyisakan remah-remah kisah lain. Nampaknya ada beberapa pihak yang mendapat keuntungan dari proses pelaksanaan hukuman mati, tapi ada pula yang mesti menangguk kerugian tambahan.

Saya membuat daftar singkat dari mereka yang berhasil memperoleh untung dan yang terpaksa “buntung” setelah eksekusi di pulau Nusakambangan itu berkahir. Siapa saja mereka?

Presiden Brazil, Prancis dan Perdana Menteri Australia: Ada Udang di Balik Batu?

Trio Dilma Rousseff, François Hollande dan Tony Abbott tampak mencolok sebelum eksekusi mati dilaksanakan. Mereka bertiga kelihatan begitu ngotot membela dan mengerahkan segala daya upaya untuk menghentikan nyawa warga negaranya diambil paksa oleh pemerintah Indonesia. Hollande, presiden Prancis yang menjabat sejak 2012, mengancam akan membatalkan rencana kerja sama ekonomi dengan RI jika Serge Atlaoui ditembak mati (Serge memang tak ada dalam daftar 8 mayat yang diangkut ambulans tadi pagi, namun setelah gugatanya ditolak PTUN, ia akan dieksekusi tersendiri secepat mungkin). Dilma malah lebih garang. Ia langsung menarik duta besar Brasil pasca Marco Archer Cardoso Moreira dihukum mati  pada tahap pertama Januari lalu. Hubungan Indonesia-Brasil juga akan dievalusi ulang setelah Rodrigo Gularte mati di tangan eksekutor di tahap kedua. Tony Abbott bahkan menerapkan daftar sanksi warna-warni pasca dua warganya yang dijuluki duo Bali nine gagal terselamatkan. Sanksi Abbott sendiri berupa pemotongan bantuan bernilai ratusan juta dolar hingga pemutusan kerja sama keamanan dan pertahanan di antara dua negara.

Namun banyak pihak yang mempertanyakan keseriusan tiga pemimpin negara besar itu. Muncul dugaan seekor udang sedang bersembunyi di balik batu—ada isu politis yang diam-diam terselubung di balik “kebaikan” yang mereka lakukan.

Alasannya jelas. Australia dan Brasil akan segera menyambut pemilihan umum kepala negara beberapa saat lagi. Eksekusi mati diduga jadi alat politik kedua pemimpin negara untuk membentuk citra positif di mata para pemilik suara. Upaya penyelamatan warganya tentu mudah digiring jadi komoditas isu pembentuk opini publik. Apalagi presiden Brasil, Dilma Rousseff, sedang digoncang isu impeachment setelah dikabarkan terlibat korupsi migas di negaranya. Sedangkan Holande baru terkena musibah yang tak kalah dahsyat. Tahun lalu majalah "Closer" mengungkap skandal perselingkuhan yang dilakukannya dengan seorang aktris Prancis bernama Julie Gayet. Hal tersebut menyebabkan kehancuran hubungan politisi berusia 60 tahun tersebut dengan pasangan lamanya, Valerie Trierweiler. Setelah skandalnya itu jadi konsumsi publik, citranya semakin memburuk setelah ia gagal memulihkan perekonomian Perancis. Bahkan Hollande dijuluki sebagai presiden Perancis “paling tak populer” sepanjang masa.

Setelah gagal menjalankan peran sebagai “malaikat penyelamat” di depan rakyatnya, citra ketiga pemimpin ini bisa jadi akan semakin terpuruk jatuh.

Joko Widodo Berseri Kembali

Kisah berbanding terbalik malah dialami presiden ketujuh Indonesia, Joko Widodo. Putusannya menolak grasi dan dengan tegas meminta hukuman mati tetap dilanjutkan tampaknya sedikit banyak memperbaiki citranya di hadapan media dan masyarakat. Sejak 6 bulan terpilih jadi presiden, Jokowi berulang kali mendapat kecaman akibat beberapa keputusannya yang dianggap tak pro-rakyat. Sebut saja kebijakan tak populer menaikkan harga BBM, melemahnya rupiah hingga pelantikan Komjen Budi Gunawan yang sarat kontroversi. Namun ketegasannya terhadap penegakan kedaulatan hukum Indonesia plus kegarangannya menghadapi ancaman sanksi negara besar membuat masyarakat seakan berada di belakang presiden. Itu dibuktikan dengan survei yang diadakan Indo Barometer yang menyimpulkan jika 84,6% responden memberi dukungan terhadap putusan hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba. Walau beberapa pihak menganggap Jokowi gagal memenuhi janji penegakan HAM saat kampanyenya dulu, namun putusannya menghabisi nyawa pengedar narkoba mendapat pujian luas dari publik.

Standar Ganda Ban Ki-moon

“Kemana saja Sekjen PBB saat TKI dipenggal di Arab Saudi?” sindir politisi Golkar, Meutya Hafid, menanggapi protes Ban Ki-moon terhadap eksekusi mati penjahat narkoba di Indonesia. Ban Ki-moon dianggap melakukan standar ganda terhadap Indonesia. Di saat warga Indonesia dipancung di luar negeri, PBB tak unjuk suara sekeras ketika warga Australia dan Perancis dihukum mati. Ban Ki-moon bahkan semakin memperkeruh suasana setelah mengklasifikasikan narkoba “bukan kejahatan yang paling serius”.

"Tak lazim seorang Sekjen PBB ikut campur dalam proses penegakan hukum di sebuah negara yang berdaulat seperti Indonesia, hukuman mati adalah hukum positif yang berlaku di Indonesia dan keputusan hakim adalah sah," ujar TB Hasanuddin, anggota komisi I DPR RI. Beda dengan Meutya Hafid, politisi PDI-P ini memiliki dugaan lain. Ia curiga komentar Ban Ki-moon adalah reaksi terhadap kritik yang diucapkan Jokowi pada PBB di KAA lalu. “Apakah Ban Ki Mon marah karena dikritik Jokowi di KAA?" tanyanya.

Citra Ban Ki-moon dan lembaga yang dipimpinnya, PBB, bisa saja semakin tercoreng akibat perlakuan tak adil yang ia lakukan. Apalagi sebelumnya kita bisa mendengar jelas riuh tepuk tangan para hadirin dari negara di benua Asia dan Afrika menyambut pidato Jokowi yang berisi kritik keras terhadap kinerja PBB. Itu jadi bukti, PBB di bawah Ban Ki-moon kurang terlihat “cantik” di mata banyak pihak.

Anggun Di-bully di Medsos

Tak setuju dengan penerapan hukuman mati, penyanyi kenamaan Indonesia, Anggun Cipta Sasmi menyampaikan sebuah surat untuk presiden Joko Widodo. Dalam suratnya yang diunggah di laman Facebook itu, Anggun mengatakan bahwa hukuman mati bukan satu solusi untuk menurunkan tingkat kriminalitas atau untuk menjaga masyarakat dari semua kejahatan. Hukuman mati baginya adalah kegagalan sisi kemanusiaan juga hilangnya nilai-nilai hukum keadilan.

Namun bukan dukungan, malah juri Asian Got Tallent tersebut mendapat banyak kecaman agresif dari netizen dalam negeri. Tak hanya di kolom komentar di akun Facebooknya, publik juga mencecar penyanyi 40 tahun tersebut di twitter. Bahkan public figure yang lain ikut-ikutan mengkritik isi surat Anggun. Sutradara Eugene Panji memublis surat balasan yang berisi kisah duka tentang sahabatnya yang mati karena “konsumsi madat yang tak henti”.

Citra Anggun semakin memburuk ketika seorang kompasioner bernama Ayu Utami menyampaikan kritik berwujud surat balasan yang sukses mendapat dukungan dari pengguna media sosial. Surat berjudul “Surat Terbuka untuk Anggun C. Sasmi” itu sampai detik ini sudah dibaca ratusan ribu kali dan bahkan dimuat di beberapa portal berita online. Rasa nasionalisme Anggun kini jadi pertanyaan publik.

Keajaiban Bernama “Mary Jane”

Seandainya tak ada pemberitaan masif eksekusi mati 9 terpidana narkoba, mungkin Maria Kristina Sergio tak akan menyerahkan diri dan jadi penyelamat nyawa Mary Jane.

Pencabutan nyawa salah satu terpidana mati asal Filipina itu berhasil dibatalkan di menit-menit akhir setelah presiden Filipina menghubungi Joko Widodo untuk menunggu proses hukum yang sedang berlangsung setelah seseorang bernama Maria Kristina Sergio meminta perlindungan kepada pihak keamanan karena takut terhadap ancaman pembunuhan bertubi-tubi yang diterimanya. Maria diduga sebagai pihak yang bertanggungjawab menjebak dan menipu Mary untuk mengantarkan 2,6 kilogram heroin ke Indonesia hingga akhirnya tertangkap di Bandara Adisucipto, Yogyakarta.

Mary patut mengucap syukur pada media massa, masyarakat Filipina dan pihak tak dikenal yang melakukan ancaman pembunuhan pada Maria Sergio. Tanpa mereka, Mary Jane mungkin tinggal tersisa jenazah saja hari ini.

Keuntungan 8 Terpidana Mati

Terakhir, saya mengucapkan “selamat” kepada 8 tersangka yang dieksekusi mati kemarin. Selamat,  karena mereka jadi segelintir orang yang beruntung bisa mengetahui akhir dari detik dan detak hidupnya di atas tanah bumi. Memang, kematian bersaudara kandung dengan kisah tragis. Namun jika dikaitkan dengan ajaran agama, kematian mereka yang telah ditetapkan (walau dengan cara paksa) menjadi kesempatan singkat yang sangat berharga untuk semakin mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, mengakui segala dosa-dosa dan bergegas pergi dengan percaya diri menghadap Ia Si Empunya Hidup.

8 terpidana mati juga memiliki kesempatan untuk mengubah cela di masa lalu dan mampu menjalin keintiman dengan orang-orang yang ia kasihi. Kata “maaf” tak lagi terlambat karena itu tak ikut terkubur dalam jasad yang dilekati sesal yang menggumpal.  Mereka akan mendapat kasih sayang paling tulus dari orang tua, anak, pasangan dan sahabat yang mungkin belum mampu disadari oleh kita, para manusia yang hidup dalam ketidakpastian akan kematian ini.

Pada satu titik, kesempatan mengintip langkah kaki ajal adalah sebuah keuntungan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun