Mohon tunggu...
Ardi Winata Tobing
Ardi Winata Tobing Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk mengingat.

Prokopton.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kurang dari 1 Tahun, 3 Mahasiswa USU Tewas Bunuh Diri

18 Mei 2015   02:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:52 7997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1431892200460430718

Lokasi ditemukannya jasad mahasiswi Fakultas Hukum USU, Elpiana Ambarita. (Sumber: Waldy Sahputra Arios/Twitter)

Entah hanya sebuah kebetulan atau malah ada ‘benang merah’ yang melilit di baliknya, 3 mahasiswa Universitas Sumatera Utara mengakhiri hidup dengan cara yang tragis dalam rentang waktu hanya 8 bulan.

Kejadian pertama dialami mahasiswa Teknik Kimia USU, Frendis Agustinus Panjaitan, 19 Oktober 2014 lalu. Mahasiswa semester akhir ini nekat gantung diri setelah ditenggarai mengalami depresi berat.

Runutan kisahnya cukup menyedihkan. Awalnya, Frendis dikabarkan kehilangan laptop yang di dalamnya berisi data dan hasil kerja skripsi miliknya. Tak punya pilihan lain, ia pun mesti mengulang kembali seluruh proses dari awal, apalagi pria berusia 24 tahun tersebut hanya diberi waktu 3 bulan masa pengerjaan jika tak ingin didepak dari kampus. Ancaman drop out dan hasil kerja yang berulang kali mengalami perbaikan akhirnya membuat mahasiswa asal Batam tersebut menyerah pada hidup.

Sang adik yang baru saja pulang kuliah mendapati jasad kaku Abangnya tergantung di kamar kos. "Saat ditemukan, dari mulut korban mengeluarkan darah," ujar Oscar Stefanus Setjo. Kanit Reskrim Polsekta Medan Baru.

Kejadian kedua berlangsung baru-baru ini (12/5/2015). Mario Sianipar (21), mengulang kembali duka kematian tragis Frendis yang juga disebabkan bunuh diri. Mahasiswa semester IV yang terdaftar di Fakultas Pertanian USU itu ditemukan sudah tak bernyawa lagi akibat jeratan seutas tali nilon di kamar ruko, Jalan Damar, Kelurahan Sei Putih I, Kecamatan Medan Petisah. Mario Sianipar diduga mengalami frustrasi setelah orang tuanya sakit keras di saat adiknya masih akan menghadapi jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Sahabat baik korban, Setiawan, jadi saksi pertama yang menemukan jasad tanpa jiwa milik Mario.  Ia menuturkan jika dirinya sudah mendapat firasat buruk sesaat sebelum kejadian. “Dia (Mario) mengirim aku sms. Begitu aku baca sms-nya, aku langsung ke tempat dia," ujar Setiawan. Isi pesan terakhir Mario pada Setiawan mirip wasiat. Ia berpesan agar Setiawan menjaga adiknya karena ia berencana akan “pergi jauh”.

“Tapi aku terlambat, dan dia sudah terlanjut menggantung dirinya,” sesal Setiawan.

Tragedi bunuh diri mahasiswa Universitas terbesar se-Sumatera Utara itu mencetak hattrick minggu tadi malam (17/05/2015), ketika seorang mahasiswi Fakultas Hukum USU bernama Elpiana Ambarita dikabarkan tewas gantung diri di kamar kosnya, jalan Jamin Ginting, Gang Ganepo, Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. Motif di balik aksi tersebut belum diketahui pasti walau ada kabar selentingan yang beredar jika korban sedang mengalami masalah asmara. Ironisnya, polisi menemukan fakta jika Elpiana sempat mencari tahu cara "bunuh diri dengan menggunakan tali" di internet beberapa saat sebelum ia menyudahi hidupnya.

Prestasi ternyata tak selalu berbanding lurus dengan ketahanan diri menghadapi rintangan hidup. Mahasiswi berparas cantik yang berasal dari Parapat itu tercatat sebagai angkatan tahun 2013 dan memiliki prestasi akademis yang sangat baik yang dibuktikan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) terakhir mencapai angka 3.8, bahkan IP sempurna 4 pernah dicetak mahasiswi semester IV itu  . Ia juga tercatat sempat mengikuti pertukaran mahasiswa nasional yang cukup bergengsi di Universitas Hasanuddin Makassar.

Ada yang Salah?

Bunuh diri memang bukanlah pandemi sosial luar biasa karena terjadi hampir setiap hari dan sudah jadi santapan wajib kolom berita kriminal. Namun akan menjadi pertanyaan besar ketika hal tersebut terjadi berulang kali dalam rentang waktu yang terbilang singkat dan dilakukan oleh para peserta didik berstatus mahasiswa yang padahal berada di jenjang tertinggi tingkatan akademis. Pola pikir sehat dan optimisme pada hidup seharusnya sudah terbentuk dengan mantap di tahapan edukasi yang sudah dilabeli “maha” tersebut. Namun apa lacur, kematian instan ternyata lebih menggoda dibanding kemauan bertarung melawan realitas permasalahan dan rintangan yang terlanjur kompleks. Bunuh diri dijadikan jalan terakhir ketika peserta didik—dengan alasannya masing-masing—tak menemukan pelipur lara pada rutinitas harian di perkuliahan.

Seperti sebelum-sebelumnya, pihak terkait nampaknya butuh korban dan publikasi gencar dari media untuk melakukan evaluasi serius plus perbaikan mumpuni. Dinas Pendidikan Sumut harus melakukan investigasi khusus untuk mengetahui alasan “mudahnya” mahasiswa USU (dan institusi pendidikan yang lain) memilih jalan pintas bernama “kematian”, sehingga diketahui pasti apakah kejadian tersebut memang murni hanya kebetulan semata atau malah ada kesalahan tersembunyi di balik sistem pendidikan perguruan tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun