Mohon tunggu...
Ardi Winata Tobing
Ardi Winata Tobing Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk mengingat.

Prokopton.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi: Media Tak Adil dalam Pemberitaan Eksekusi Mati

29 April 2015   11:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:34 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1430279706776424556

[caption id="attachment_380747" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi eksekusi mati (sumber: poskotanews.com)"][/caption]

Mungkin tadi malam (28/4) akan jadi salah satu eksekusi mati paling fenomenal sepanjang masa. Tak tanggung-tanggung, beberapa negara besar serentak mengajukan protes keras bahkan mengancam akan merenggangkan hubungan diplomatiknya dengan Indonesia. Perserikatan Bangsa-Bangsa, lewat Sekretaris Jendralnya Ban Ki-moon, pun langsung turun tangan meminta Indonesia membatalkan pencabutan nyawa para tersangka penyelundupan narkoba. Bahkan pria asal Korea Selatan itu sempat mengatakan klaim kontroversial kalau “narkoba bukan kejahatan serius”.

Uni Eropa juga tak mau diam. Bersama Australia dan Prancis, organisasi antar-pemerintahan dan supra-nasional yang beranggotakan negara-negara Eropa itu menerbitkan rilis yang berisi kekecewaan dan pesimisme pemberantasan narkoba via hukuman mati.

"Eksekusi tersebut tidak akan memberikan efek jera bagi perdagangan narkoba atau menghentikan yang lain dari menjadi korban akan penyalahgunaan narkoba. Untuk mengeksekusi para tahanan ini sekarang tidak akan mencapai apa-apa."

Di luar jalur diplomasi antar negara dan organisasi multi nasional, beberapa public figure yang memiliki hubungan dengan para pesakitan seperti Anggun C Sasmi yang lama berkarir di Prancis hingga petinju yang hari minggu nanti akan melakukan pertandingan besar, Manny Pacquiao, yang punya kesamaan negara dengan salah satu calon jenazah, Mary Jane Veloso, mengajukan protes dan permohonan agar Jokowi tak berperan sebagai Izrail, sang malaikat pencabut nyawa.

Tak cuma itu, lima petisi online plus bermacam gerakan warga di dunia nyata dan maya memohon Jokowi jadi sosok presiden yang mau menegakkan HAM. Salah satu petisi malah berisi kekecewaan seorang WNI yang mengaku dulu memilih Jokowi karena harapan yang diberi mantan Gubernur DKI itu terhadap penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Petisi yang diprakarsai oleh Ruli Manurung itu berbunyi “Presiden, aku memilihmu untuk HAM. Tolong jangan bunuh korban perdagangan manusia. Selamatkan #MaryJane!”

Gelombang protes maha hebat dari berbagai kalangan yang ditujukan pada Jokowi nampaknya tak sanggup menggoyahkan tubuh kerempeng sang presiden RI ketujuh.

Joko Widodo malah nampaknya sudah jenuh mendapat cecaran pertanyaan yang sama berulang kali dari wartawan: apakah eksekusi 9 terpidana mati benar dilakukan?

Ia selalu punya jawaban yang sama. Bagi Jokowi eksekusi mati adalah kedaulatan hukum Indonesia. Indonesia menghormati keputusan hukum negara tetangga dan seharusnya hal serupa juga dilakukan negara lain terhadap Indonesia. Jokowi juga mengatakan, Indonesia tetap bersahabat dengan negara yang warganya ada di daftar eksekusi, namun soal hukuman mati jelas berada di area yang lain dan tak patut mendapat intervensi dari siapa pun.

Pada salah satu wawancara, Jokowi yang merasa sudah cukup jelas berkomentar tak mau menjawab pertanyaan yang sama lagi. "Saya tidak akan menjawab mengenai itu. Sudah cukup jawaban saya dari dulu. Saya nggak mau lagi ngomong," jawab bapak tiga anak ini pada kumpulan jurnalis.

Jokowi sepertinya ingin 9 peti mati segera diisi!

Di kesempatan yang lain, Jokowi juga merasa media massa “tak adil” dalam memberitakan eksekusi dou Bali nine dan tujuh terpidana mati yang lain. Ia mengatakan kalau media terlalu terfokus pada tersangka yang akan dieksekusi malam kemarin.

“Jangan cuma mereka yang dipublis,” kata Jokowi dengan gaya khasnya, “setiap hari 50 anak muda yang jadi calon generasi bangsa mati sia-sia karena narkoba. Setiap tahun bakal ada 18.000 yang mati.”

Ia bahkan seperti menantang awak media berlaku adil dalam mewartakan. “Coba media juga memuat delapan belas ribu nama orang-orang yang jadi korban narkoba. Jangan hanya 9 orang itu saja. Muat satu per satu nama delapan belas ribu itu.”

Bagi Jokowi, jelas tak adil membandingkan 9 orang yang diputuskan bersalah dan bertanggungjawab dalam distribusi benda laknat bernama narkoba itu dengan 5,1 juta warga Indonesia yang sukses jadi pengguna  (data BNN tahun 2015).

“Tak adillah membandingkan kematian 9 orang dengan nyawa puluhan ribu korban yang berpotensi mereka lenyapkan,” kata Jokowi.

Perdebatan yang Abadi

Secara pribadi, saya merasa sulit memberi penilaian benar atau tidaknya penerapan eksekusi mati. Di satu sisi, hukuman mati diakui sebagai solusi untuk mencipta efek jera dan diharapkan mampu jadi publikasi yang mengancam pelaku bisnis narkoba yang belum tertangkap agar segara berhenti—atau akan berakhir dengan nasib yang sama. Hukuman mati juga merupakan produk hukum nasional yang punya legitimasi. Indonesia yang sebelumnya lebih sering jadi “korban” eksekusi mati warganya di luar negeri, kini merasa punya wibawa dan kuasa untuk mencabut nyawa warga negara asing.

Namun jika diposisikan dalam sudut pandang si tersangka tentu akan sangat menyakitkan kalau batas hidup di dunia sudah ditentukan oleh sesama manusia. Belum lagi jika berempati terhadap perasaan keluarga atau orang-orang terdekat yang mesti jadi saksi kematian “paksa” orang terkasih di ujung moncong senjata. Dan akan menjadi tragedi seandainya putusan hukuman mati diberikan kepada orang yang sama sekali tak bersalah dan tak tahu menahu dirinya dilibatkan dalam distribusi narkoba (Mary Jane hampir saja mengalaminya).

Sepertinya perdebatan tentang layak atau tidaknya hukuman mati tak akan pernah punya akhir yang pasti.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun