Dalam era keterbukaan sekarang, hampir semua hal bisa kita ketahui dengan mudah. Itulah salah satu berkah kemerdekaan yang diperjuangkan pahlawan kita sejak 71 tahun silam. Dengan melejitnya era teknologi informasi, segala informasi yang berhubungan dengan siapapun, seperti politisi, pejabat, maupun pengusaha, bisa tersaji dalam hitungan detik. Mesin pencari di internet dengan mudah menemukannya.
Begitulah, saat saya mencoba mencari tahu siapa para pengusaha Indonesia yang paling tidak telah punya nama di mata internasional. Dari sekian nama, saya tertarik dengan nama Sukanto Tanoto, yang namanya sudah melegenda sebagai orang terkaya di Indonesia.
Bos Raja Garuda Emas (RGE) ini punya kisah berliku saat membangun kerajaan bisnisnya. Namun, yang tak disangka-sangka, Sukanto juga terkesan merendahkan Indonesia. Di media sosial Youtube, tayangan tentang Sukanto Tanoto memang cukup banyak. Salah satunya berjudul RGE Chairman Sukanto Tanoto shares his story, yang dipublikasikan pada 20 Januari 2015.
Dalam video berdurasi hampir sejam itu, Sukanto bercerita tentang kesuksesannya merintis usaha. Namun, yang membuat miris adalah kalimatnya yang cukup mengejutkan. Ia bilang, meski lahir dan besar di Indonesia, ayah kandungnya masih tetap Cina. Bagi dia, Indonesia tak lebih dari sekadar ayah angkat belaka.
Sukanto pun dengan bangga mengumumkan sumbangannya yang mencapai 5 juta dolar AS dalam pembangunan Water Cube, sarana olahraga yang digunakan saat Olimpiade Beijing 2008. Dengan kata lain, Sukanto masih lebih mencintai negara asalnya ketimbang Indonesia. Saya ragu, apakah ia masih mampu melafalkan Pancasila? Itu tugas DPR mengujinya.
Penasaran dengan aksinya, saya pun akhirnya menemukan sejumlah berita tentang aksi Sukanto yang terbukti menggelapkan pajak PT Asian Agri Grup, salah satu perusahaan miliknya.
Menariknya, kasus yang ditangani Kejaksaan Agung ini belum tuntas sampai sekarang walau telah menyeret satu orang tersangka ke balik jeruji sel, di luar kewajiban Asian Agri membayar denda Rp 2,5 triliun. Mungkin-mungkin saja, lantaran kekuatan Sukanto Tanoto, kasus penggelapan pajak ini masih menyisakan 8 tersangka yang belum dijatuhi hukuman. Anehnya, sudah hampir lima tahun kedelapan tersangka tersebut belum juga diproses hukum.
Jauh sebelum pudarnya nasionalisme dan upaya penggelapan pajak Asian Agri, Sukanto Tanoto juga pernah dituding melakukan kecurangan terhadap keluarga sendiri. Adalah Wendy Tanoto, anak dari Polar Yanto Tanoto, yang membongkar bagaimana Sukanto Tanoto tega mengalihkan kepemilikan harta milik saudaranya sendiri.
Trik licik itu dilakukan Sukanto tak lama setelah Polar Yanto Tanoto meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat Garuda di Sibolangit, Sumut, 1997 silam. “Selama ini, keberhasilan Sukanto Tanoto menahan saya dari mengatakan kebenaran. Keluarga saya diminta untuk menyerah banyak hal setelah ayah saya meninggal, tapi kali ini saya memutuskan untuk tidak menyerahkan hak saya dan membagi cerita saya,” demikian curhat Wendy Tanoto di Kompasiana. Kisah selengkapnya bisa dibaca di sini.
Rasa nasionalisme Sukanto Tanoto menjadi sangat penting dipertanyakan. Apakah ia benar-benar mencintai merah-putih, atau hanya menganggap Indonesia sebagai ladang untuk mengeruk kekayaan. Selebihnya, Sukanto Tanoto hanyalah orang asing yang tidak pernah mencintai tanah kelahirannya.
Referensi: catatanmerahputihku.blogspot.co.id - www.youtube.com - kompasiana.com