Mohon tunggu...
Ardi Bangunjiwo
Ardi Bangunjiwo Mohon Tunggu... -

Traditional Hipnotrance

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jika Segumpal Daging Itu Tiada

5 April 2012   17:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:59 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ada sebuah lagu yang sering dulu didendangkan diradio dan televisi sambil menekan bagian dada sebelah kiri, yang kurang lebih syairnya berbunyi seperti ini

Jagalah Hati jangan kau kotori

Jalalah hati jangan kau nodai….

Dst

BIcara soal hati berikut sebuah perenungan yang membuat saya tersentak dan mungkin akan membutuhkan perenungan berikutnya bagi para pembaca, agar tidak muncul praduga, prasangka apalagi kecewa dengan tulisan ini. Karena tulisan ini akan mengupas makna sebuah ajaran, sebuah tuntunan, sebuah pedoman. Maka anggaplah tulisan ini adalah sebuah sudut pandang dari sisi yang berbeda dari umumnya, sebuah analogi perjalanan makna dari sang rasa yang sebenarnya.

Dalam sebuah hadis disebutkan ”Sesungguhnya di dalam jasad manusia terdapat segumpal darah/daging, apabila segumpal darah/daging itu baik maka baik pula sekalian anggota tubuh serta perbuatannya, sebaliknya apabila segumpal darah/daging itu buruk maka buruk pula sekalian anggota tubuh dan perbuatannya, segumpal darah/ daging itu adalah Qolbu

Dalam alkitab milik umat kristiani juga dijelaskan Ams. 4:23 Jagalah HATImu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.

Lalu apakah Qolbu yang dimaksudkan oleh hadist diatas ?

Apakah yang dimaksud Hati oleh alkitab sebagaimana yang diyakini oleh para sahabat yang lain ?

Para pakar dari timur menyebut bahwa Qolbu/ Hati adalah bagian dari rongga tubuh yang disebut liver. Namun para pakar barat menyebut bahwa heart (dalam bahasa inggris) adalah hati. Betulkah Qolbu/Hati yang sering kita tunjukan dengan memegang daad sebelah kiri adalah Qolbu/hati yang dimaksud? Lalu mulailah logika saya berdebat mengenai mana yang pas untuk mencari hakikat ajaran ini? Dan disaat itulah lalu timbul beberapa pertanyaan.

Apakah bila liverku atau jantungku yang dilambangkan dengan segumpal daging itu baik, sehat, berfunggi maksimal lalu baiklah diriku, berimanlah diriku, bertaqwalah diriku?

Lalu bagaimana dengan nasib saudara-saudaraku yang dianugerahi liver dan jantung yang tidak berfungsi baik, tidak bekerja maksimal, tidak sinkron dengan anggota tubuh yang lain. Apakah itu berarti ia tidak baik, tidak beriman atau bahkan tidak bertaqwa?

Lalu apakah jika suatu saat “waktuku tiba” dan liver atau jantungku masih sehat sehingga bisa disumbangan atau didonorkan pada sahabat yang lebih membutuhkan maka akan baikkah dia, akan berimankah dia, akan bertaqwakah dia?

Dari perjalanan berupa diskusi dalam diri yang panjang inilah kemudian muncul suatu dorongan untuk tak memperhatikan bentuk fisik lagi, bentuk materi, bentuk pandangan dan pegangan sehingga muncul kesadaran diri,mengenai rasa itu sendiri yang kemudian inilah yang saya sebut dengan HATI.

Hati adalah rasa, hati adalah sesuatu yang tak berupa/berwujud, hati adalah sesuatu yang bila tak terperhatikan sering terlupa

Hati…hati…. inilah yang sering tak lagi merasa perlu mengandalkan adanya segumpal daging jika tak penting isinya.

Hati…hati…inilah yang kemudian menyuarakan kehati-hatian mengenai adanya segumpal dari yang akan terpengaruh oleh ketidak hati-hatian

Hati inilah yang selalu siap jika segumpal daging itu memang harus tiada

Hati….hati inilah yang akan bicara mengenai cinta dan kasih sebagaimana hakikat penciptaan sebenarnya

Jadi jika segumpal daging itu tiada ???????

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun