Pernikahan adalah langkah besar dalam hidup yang penuh dengan harapan, komitmen, dan tentu saja, tantangan. Bagi banyak laki-laki, keputusan untuk menikah bukanlah hal yang mudah. Meskipun sering kali mereka tampak percaya diri dan tenang, banyak hal yang sebenarnya menjadi kekhawatiran di balik layar. Wajar saja, karena pernikahan bukan hanya tentang kebahagiaan bersama, tetapi juga tanggung jawab besar yang menyertainya.
Berikut adalah lima hal yang sering menjadi kekhawatiran laki-laki saat memutuskan untuk menikah, yang mungkin juga dialami oleh Anda atau seseorang di sekitar Anda.
1. Kesiapan Finansial
Salah satu kekhawatiran terbesar bagi laki-laki adalah aspek finansial. Banyak yang merasa bahwa sebelum menikah, mereka harus memiliki penghasilan stabil, tabungan cukup, atau bahkan rumah untuk ditinggali bersama pasangan. Tekanan ini sering kali datang dari norma sosial yang mengharapkan laki-laki menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga.
Menurut survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, 68% laki-laki di Indonesia mengaku bahwa faktor ekonomi menjadi perhatian utama sebelum menikah. Tidak mengherankan, karena biaya pernikahan saja bisa cukup menguras tabungan, belum lagi kebutuhan setelah menikah seperti tempat tinggal, pendidikan anak, dan pengeluaran sehari-hari.
Solusi:
Untuk mengatasi kekhawatiran ini, mulailah merencanakan keuangan lebih dini. Buat anggaran realistis untuk pernikahan dan kebutuhan hidup. Komunikasikan kondisi finansial Anda dengan pasangan agar bisa saling mendukung.
2. Takut Kehilangan Kebebasan Pribadi
Menikah berarti berbagi kehidupan dengan orang lain, dan bagi beberapa laki-laki, hal ini bisa menimbulkan rasa takut kehilangan kebebasan. Aktivitas yang dulu dilakukan tanpa harus meminta pendapat orang lain, seperti bermain game hingga larut malam, pergi bersama teman-teman, atau mengejar hobi tertentu, kini harus dipertimbangkan dengan pasangan.
Kekhawatiran ini sering kali muncul dari pemahaman yang salah tentang pernikahan, yakni bahwa menikah berarti meninggalkan seluruh kebebasan pribadi. Padahal, jika dijalani dengan komunikasi yang baik, pernikahan justru bisa menjadi ruang untuk tumbuh bersama tanpa mengorbankan identitas masing-masing.
Solusi:
Diskusikan ekspektasi satu sama lain sebelum menikah. Buat kesepakatan untuk tetap memberi ruang pribadi bagi masing-masing pihak, sehingga kehidupan pernikahan tetap seimbang.
3. Kemampuan Menjadi Pemimpin dalam Keluarga
Di banyak budaya, termasuk di Indonesia, laki-laki sering diharapkan menjadi pemimpin dalam keluarga. Hal ini menimbulkan tekanan tersendiri, terutama jika seorang laki-laki merasa dirinya belum cukup matang atau bijaksana untuk mengambil keputusan besar.
Tanggung jawab sebagai kepala keluarga mencakup banyak aspek, seperti memastikan kesejahteraan keluarga, menjadi teladan, dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Kekhawatiran ini sering kali membuat laki-laki merasa ragu apakah mereka mampu menjalankan peran tersebut dengan baik.