Sepanjang tahun 2024, penegakan hukum di Indonesia diwarnai oleh berbagai kontroversi yang menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat. Berikut adalah rangkuman beberapa kasus menonjol yang menjadi sorotan publik:
1. Kasus Suap di Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Pada awal tahun 2024, terungkap skandal suap yang melibatkan pejabat tinggi di Bank Indonesia dan OJK. Kasus ini mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap beberapa pejabat yang diduga menerima suap terkait pengaturan kebijakan moneter dan pengawasan perbankan. Meskipun penangkapan telah dilakukan, proses hukum terhadap para tersangka berjalan lambat, menimbulkan kekecewaan di masyarakat terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.
2. Penangkapan Mantan Pejabat Mahkamah Agung (MA)
Pada November 2024, publik dikejutkan dengan penangkapan mantan pejabat MA, Zarof Ricar, yang ditemukan memiliki uang tunai dalam bentuk rupiah dan dolar serta logam mulia dengan total nilai hampir Rp 1 triliun di kediamannya. Diduga kuat, harta tersebut berasal dari pengurusan perkara di MA. Kasus ini menyoroti masalah korupsi di lembaga peradilan tertinggi dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas sistem peradilan di Indonesia.
3. Kontroversi Revisi Undang-Undang Kepolisian
Pada Oktober 2024, Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang membahas rencana revisi Undang-Undang Kepolisian. Beberapa akademisi menekankan pentingnya memperbarui legislasi yang telah berusia lebih dari dua dekade untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum. Namun, rencana revisi ini menuai kontroversi dan perdebatan di kalangan masyarakat dan akademisi, yang khawatir terhadap potensi dampak negatif terhadap independensi dan profesionalisme kepolisian.
4. Putusan Kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) Terkait Batas Usia Calon Presiden dan Wakil Presiden
Pada Oktober 2023, MK mengeluarkan putusan yang mengizinkan individu di bawah usia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai pejabat publik yang dipilih melalui pemilihan, termasuk kepala daerah. Putusan ini memungkinkan Gibran Rakabuming Raka, yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Surakarta dan merupakan putra Presiden Joko Widodo, untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden dalam Pemilu 2024. Keputusan ini memicu kritik dan tuduhan nepotisme, terutama karena Ketua MK saat itu, Anwar Usman, adalah ipar Presiden Widodo. Meskipun Anwar Usman kemudian diberhentikan dari jabatannya karena pelanggaran etika, putusan MK tetap berlaku, menimbulkan kekhawatiran mengenai independensi lembaga peradilan.
5. Protes Terhadap Rencana Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)