Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Waspada, Predator Bullying di Sekolah itu Masih Ada!

2 Desember 2024   22:00 Diperbarui: 2 Desember 2024   22:33 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bullying atau perundungan di lingkungan sekolah bukanlah masalah baru, namun hingga kini masih menjadi momok bagi banyak siswa di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Meski berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantasnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa fenomena ini tetap bertahan dengan berbagai bentuk dan cara yang semakin sulit dikenali. Bahkan, muncul istilah "predator bullying" untuk menggambarkan pelaku perundungan yang terus-menerus mengincar korban dengan intensitas tinggi. Hal ini mengharuskan kita untuk lebih waspada terhadap keberadaan mereka.

Fakta Terkini Tentang Bullying di Indonesia

Laporan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada 2022 mencatat bahwa sekitar 41% anak di Indonesia pernah menjadi korban kekerasan, termasuk bullying, baik secara verbal, fisik, maupun daring (cyberbullying). Bentuk perundungan ini kerap terjadi di lingkungan sekolah, tempat di mana anak-anak seharusnya merasa aman dan terlindungi.

Selain itu, laporan UNESCO pada 2019 menempatkan Indonesia di urutan kelima dengan kasus bullying tertinggi di dunia. Sebanyak 45% siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan di sekolah, yang tentu saja berdampak pada kesehatan mental, akademik, hingga hubungan sosial mereka.

Mengapa Predator Bullying Tetap Ada?

Predator bullying adalah istilah yang merujuk pada pelaku perundungan dengan pola tindakan yang sistematis dan terus-menerus. Mereka cenderung menargetkan korban tertentu untuk menunjukkan dominasi atau mendapatkan pengakuan di kelompoknya. Beberapa alasan mengapa mereka tetap eksis antara lain:

Kurangnya Pengawasan
Meski sekolah memiliki aturan anti-bullying, implementasinya sering kali kurang maksimal. Predator bullying memanfaatkan celah ini untuk menjalankan aksinya tanpa terdeteksi.
Budaya Toksik
Lingkungan yang permisif terhadap perundungan sering kali memperparah masalah ini. Beberapa pihak bahkan menganggap bullying sebagai bagian dari "proses pendewasaan" atau tradisi, seperti ospek atau perpeloncoan.
Ketidakberanian Korban
Korban sering kali merasa takut untuk melapor karena ancaman dari pelaku atau karena khawatir tidak ada yang percaya dengan pengakuannya.
Kemajuan Teknologi
Teknologi yang seharusnya menjadi alat komunikasi positif justru sering dimanfaatkan untuk cyberbullying. Media sosial memberikan ruang bagi predator bullying untuk melanjutkan aksinya bahkan di luar sekolah.
Dampak Buruk Bullying

Korban bullying sering mengalami berbagai dampak buruk yang tidak hanya dirasakan dalam jangka pendek, tetapi juga bisa membekas hingga dewasa. Dampaknya meliputi:

Kesehatan Mental: Korban sering mengalami stres, depresi, hingga gangguan kecemasan yang memengaruhi kualitas hidup mereka.
Prestasi Akademik: Ketakutan dan tekanan emosional membuat korban sulit berkonsentrasi belajar, yang berujung pada penurunan prestasi.
Hubungan Sosial: Rasa rendah diri akibat perundungan membuat korban kesulitan menjalin hubungan sehat dengan teman sebaya atau keluarga.
Tindakan Ekstrem: Dalam beberapa kasus, perundungan yang terus-menerus dapat mendorong korban melakukan tindakan berbahaya seperti melukai diri sendiri atau bahkan bunuh diri.
Langkah Pencegahan dan Penanganan

Untuk mengatasi predator bullying di sekolah, dibutuhkan langkah kolaboratif dari berbagai pihak, mulai dari guru, orang tua, hingga pemerintah. Beberapa upaya yang bisa dilakukan adalah:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun